Share

Bilik Rahasia

Ria pun penasaran bagaimana mula cerita Ranu berbagi informasi. Seharusnya Ria bertanya hal yang sama kemarin siang, bukan menelan mentah-mentah. Jika sudah begini jadi Kiran salah paham tentang mereka.

"Mas, dijawab." Ria mendesak pria itu supaya cepat beri jawaban. Pertanyaan Kiran tidaklah sulit.

"Kalau saya jawab iya, kamu mau apa?"

"Gimana kalian berdua bisa bertemu?" tanya Kiran.

"Dulu. Udah lama sebelum orang tua saya kecelakaan." Akhirnya Ranu jujur. Ia pikir terbuka sekarang lebih baik untuk bekerja sama melenyapkan Gataka dengan menggabungkan cerita mereka.

Ria sangat terkejut bahwa Gataka menewaskan keluarga Ranu. "Pasti sulit nerima takdir ya, Mas."

"Itu udah gak penting sekarang. Saya sekarang fokus cari jalan ke luar. Cuma kamu yang bisa bantu saya."

Kiran malah bengong diajak bicara. Ria yang sedikit-sedikit curiga Kiran kerasukan langsung mengibaskan tangannya ke wajah Kiran.

"Heh, Kiran!"

"Aku dengerin kalian." Kiran sangat lelah hari ini. "Aku gak semudah itu kerasukan, Mbak."

"Ngagetin tau gak! Aku parnoan sekarang. Bisa-bisa susah tidur nanti, ah!"

"Ada beberapa catatan almarhum ayah saya di rumah. Mas bisa baca sendiri."

"Aku ikut." Tidak bisa Ria biarkan mereka berduaan.

Mereka bertiga masuk rumah bergilir dimulai dari Kiran, Ria, lalu Ranu. Ranu cukup akrab dengan interior dalam. Beberapa foto terpajang rapi di dinding ruang tamu. Bingkai foto pernikahan orang tuanya berukuran besar sehingga tampak mencolok dari foto lainnya.

Satu foto Ranu pikir ayah Kiran sedang bersama teman semasa lulus universitas. Mereka memakai toga dan memegang sertifikat nilai terbaik.

Kiran sudah lama tidak masuk ke perpustakaan ayahnya karena berdebu. Terakhir kali kalau tidak salah 2 tahun lalu. Ranu lah yang mengetuk hatinya menunjukkan buku koleksi Tarendra sekaligus membersihkan ruang kerja yang terletak di pojok perpustakaan.

"Wih, buanyak betul buku ayah kamu." Ria menginjakkan kaki masuk. Tangannya gatal mau membaca buku. "Uhuk! Uhuk!" Walaupun debunya sampai menutup sampul. "Apa pekerjaan ayah kamu sebelumnya?"

"Dosen universitas." Kiran senyum berbangga hati.

Pantas saja, batin Ria. "Pemanggilan Roh Jahat." Dari judulnya sudah buat merinding. Ria letakkan lagi dan ambil buku random. "Asal-usul Roh Jahat Dari Seluruh Negeri." Sialan. Semua buku bertema roh jahat.

"Kenapa semua buku tentang roh jahat?" Pertanyaan Kiran mewakili Ria yang baru mangap mau bertanya itu. "Seputus asa itu ayah aku, Mbak."

Ria tersenyum paksa kapok salah ambil buku. "Maaf tangan saya lancang ya, Om. Maaf banget saya kembalikan bukunya."

Kiran membuka diari Tarendra di tahun 1998. Tahun yang paling Kiran sukai sebab di usia 24 tahun ayahnya bertemu sang ibu. Kisah cinta mereka begitu indah hingga Tuhan mengakhirinya dengan penutup tragis pada tahun 2002.

Ria takjub buku tebal bertuliskan tahun berjajar rapi dalam rak besar. Satu celah buku kosong karena diambil Kiran. "Ayah kamu nulis semua tahun? Wah."

"Hm." Terkadang semalaman Kiran membaca tulisan tangan Tarendra demi mengenang kenangannya.

"Ayah kamu berhenti nulis sampai tahun 2002," imbuh Ria.

"Ayah meninggal di tahun 2017."

"Itu maksudnya. Ke mana tulisan dari tahun 2002—2017?"

Kiran mengangkat bahu agak ragu. "Entah. Mungkin karena gak ada kisah menarik. Selama tahun itu ayah cuma cerita sebagian hidupnya dan awal pertemuan sama ibu."

"Aneh banget," lirih Ria. Menurutnya menulis bukan untuk orang kumat seperti kena penyakit.

Tarendra adalah dosen terkemuka di universitasnya. Menulis bagian sastra terindah dalam hidupnya.

"Kamu yakin gak ada buku yang membahas Gataka selain di sini?" tanya Ranu.

Ria mencari buku yang sedikit horor karena yang lain sangat-sangat horor. Matanya melotot membaca judul buku "Mantra Kekayaan".

"Baca, enggak, baca, enggak, baca." Ria lagi pilih pakai hitungan lima jari. "Baca sedikit gak ngaruh." Sebisa mungkin dia jinjit meraih ujung buku di atasnya supaya tidak kedengaran sampai tempat Kiran dan Ranu. "Cuma baca doang. Kalau berhasil harus bersyukur."

Tanpa disadari Ranu sudah berada di belakang Ria dengan tatapan datar. "Kamu penyembah setan?"

Ria terhuyung ke depan hingga wajah sampingnya menubruk rak, lebih tepatnya kena satu buku yang menjadi kunci keberkahan mereka.

Ranu terperangah rak yang Ria tabrak membuka pintu rahasia yang tersimpan dalam perpustakaan Tarendra. Dinding di belakang rak berputar mirip adegan film misteri.

Ria merangkak mundur terlalu kaget dengan suara decitan rak. "Apa itu? Kiran!"

Ranu menarik tangan Kiran yang masih membawa buku diari tahun 1998. "Kiran coba liat. Kamu pernah masuk ke sini?"

Mereka bertiga menatap ruang gelap dalam sana. Debu berterbangan tanpa penerangan membuat jantung berdebar penasaran.

"Belum. Pertama kali dalam 20 tahun aku tinggal di rumah, ada ruangan rahasia di sini."

Ranu berspekulasi. "Gimana kalau diari 2002 sampai 2017 yang kita cari ada di dalam sana?"

"Kemungkinannya masih kecil." Kiran pesimis.

"Kamu harus yakin petunjuk pasti datang gak terduga. Percaya kan sama kita berdua?" tanya Ria merasa hatinya bergejolak semangat.

"Kita cari dulu," kata Ranu menyemangati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status