Share

GELAGAT MISTERIUS SUAMIKU
GELAGAT MISTERIUS SUAMIKU
Penulis: Dwi Nella Mustika

Bab 1. Dia tidak Mau Diajak ke Kamar

"Mas, udah dengar berita terbaru belum soal virus itu tuh yang lagi riweh mondar-mandir di berita?" tanyaku pada Mas Bryan ketika dia tengah asyik mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Suamiku baru selesai mandi sepulang dari kerja. Mas Bryan bekerja di salah satu perusahaan Farmasi di kota ku tinggal, Kota Padang. Sedangkan aku mengurus minimarket yang ada di samping rumah kami. Sebelum menikah aku adalah seorang staff administrasi di perusahaan asuransi. Aku mengundurkan diri dari pekerjaan supaya bisa lebih fokus menjalani peranku sebagai istri, apalagi nantinya aku akan mempunyai keturunan.

"Oh itu, iya udah dengar tadi. Tapi aku nggak percaya Mon. Masa iya virus begitu nggak boleh sampai kontak fisik terus banyak bla bla nya juga." jawabnya santai seolah acuh tak acuh sama virus yang menggelegar ke penjuru dunia.

"Yaelah, Mas. Jangan gitu ngomongnya. Nih baca! Dunia saja udah dibikin heboh sama virus yang satu itu," kusodorkan gawai pipih pada Mas Bryan biar dia membaca berita yang jadi trending topik.

Semenjak mendengar berita di televisi tentang Virus Corona yang masuk ke Indonesia aku jadi semakin kepo dan mencari informasi lewat Googl*. Dipikir-pikir memang nggak masuk akal juga, tapi dengan adanya korban yang sudah terkena dampaknya membuktikan bahwa virus yang dianggap aneh itu memang nyata adanya.

"Mana coba, sini Mas baca. Kamu siapin makan malam yah, Mas udah lapar." serayanya. Aku pun beranjak dari tempat tidur setelah memberikan gawai pada Mas Bryan lalu bertolak ke dapur.

Ku biarkan Mas Bryan membaca sendiri selagi aku menyiapkan makan malam untuk suami tercinta. Aku dan Mas Bryan baru menikah enam bulan yang lalu setelah melewati masa pacaran selama 10 tahun. Kalau dihitung-hitung udah sama kayak kredit mobil yah, malah bisa dapat dua unit.

"Gimana, Mas? Udah jadi baca soal virus itu?" tanyaku saat Mas Bryan datang ketika aku masih menyiapkan hidangan makanan di meja makan.

"Iya, udah Mas baca kok. Tapi kok rasanya lucu aja nggak masuk diakal virusnya. Sampai-sampai nggak boleh ini lah itu lah," ujarnya sembari duduk di kursi meja makan.

"Ih, kamu Mas jangan ngomong gitu. Udah mendunia gitu lho, Mas." sergahku.

"Ah, udahlah Mon. Mending makan dulu, Mas udah lapar apalagi lihat ayam kecap masakan kamu."

"Iya, Mas. Nih aku ambilin yah."

"Eh, ngomong-ngomong Rara mana kok nggak gabung sama kita?" tanya Mas Bryan.

"Rara belum pulang dari kampus Mas. Tadi katanya masih ada kegiatan. Aku juga udah desak dia biar cepat pulang. Apalagi denger berita begituan." ocehku sambil menikmati suap demi suap ayam kecap sayur acar yang ku masak siang tadi.

Rara adalah adik sepupuku, dia baru tinggal bersamaku dan Mas Bryan dua bulan yang lalu. Tante Mirna lah yang meminta ku untuk bersedia menerima Rara di rumah ini, karena kosan yang ditempati Rara sebelumnya sempat kemasukan maling.

"Ya ampun, Mon. Virus itu lagi? Kamu parno banget deh. Mas aja nggak percaya." tegasnya.

"Iya, aku juga awalnya nggak percaya Mas. Tapi setelah baca-baca berita dan nonton beritanya di televisi malah bikin aku yakin kalau memang itu virus benar adanya."

"Udah, Mon. Makan dulu, nggak usah bahas-bahas virus." ucapnya udah mulai kesal.

Namaku Monalisa Aliyana, panggilanku Mona, tapi orang terdekat sering memangilku dengan panggilan Momon, dan umurku 25 tahun. Menikah diusia muda memang keinginanku sejak dulu.

"Mas, aku mau check minimarket dulu ya, takutnya ramai nanti Rienna kewalahan," pamitku pada Mas Bryan yang masih asyik memainkan gawainya di dalam kamar.

Bagiku tidak masalah Mas Bryan sibuk dengan gawainya memainkan game online ketimbang dia harus keluar bersama teman-temannya. Bukan semata mengekang tetapi aku takut banyak hal yang tidak diinginkan di luar sana yang berdampak negatif.

"Iya." jawabnya singkat.

Kupakai hijab sebelum melenggang mengecek minimarket, pakaian ku biasa saja memakai daster stelan corak, walaupun ekonomi ku terbilang berada aku tetap ingin berpenampilan sederhana.

Ternyata benar dugaanku kondisi minimarket cukup ramai, aku pun bergegas masuk takutnya Rienna kelabakan melayani pelanggan di bagian kasir.

Pukul 22.00 malam minimarket ku tutup, kebetulan juga tidak ada pelanggan yang berbelanja.

"Assalamu'alaikum" ucapku sembari membuka pintu rumah, kulihat Rara sedang asyik di ruang tamu apalagi kalau bukan sibuk memainkan gadgetnya.

"Ya ampun Ra, salam kakak sampai nggak dijawab gara-gara sibuk dengan gadgetnya," sindirku lalu duduk di sampingnya.

"Hei, kamu dengerin kakak nggak sih?" ku senggol lengannya karena Rara masih saja tidak menyahut pertanyaan ku.

"Au, santai donk kak." sengitnya, "Abis kamu nggak jawab!" sibuk apaan sih?" tanyaku penasaran.

"Tadi kamu jam berapa pulangnya? Udah baca belum itu virus yang udah merajalela?" Saking sibuknya di minimarket aku sampai nggak tahu kalau Rara pulang.

"Udah sejam yang lalu aku pulang kak, idiiih kakak percaya sama begituan, itu mah bohong virusnya. Masa iya gegara virus nggak jelas begitu kita nggak boleh ini itu, lebay kali kesannya." jawabnya santai tanpa menatapku, dia masih asyik memainkan jarinya.

"Tuh 'kan? Rara saja nggak percaya, kamu nya saja yang berlebihan Mon," timpal Mas Bryan yang tetiba keluar dari kamar lalu duduk di samping Rara dengan gawai yang masih dalam genggaman tangannya. Jarak duduk mereka hanya sekitar 30cm, entah mengapa Mas Bryan memilih duduk di dekat Rara ketimbang duduk di sebelahku.

Aku mencoba menepis pikiran buruk, seperti yang dipesankan Yuyul padaku, baru kemarin tadi pagi dia memberiku kabar jikalau dia sudah bercerai dengan suaminya karena pelakor yang mana adik kandungnya sendiri. 

"Kak, Momon. Kak. Kok malah ngelamun sih."

Pukulan tangan Rara membuyarkan lamunan ku.

"Kamu lamunin apa? Virus itu lagi? Haaa? Hahaha Momon, Momon. Mas Bryan dan Rara serempak tertawa bersama. 

"Haaa, apa? Siapa juga melamun." Elakku. "Mas, kita masuk kamar yuk. Aku mau istirahat." ajakku. Daripada mataku semakin geli melihat pemandangan yang membuat ku nggak nyaman. Apalagi mengingat kisah rumah tangga Yuyul. Amit-amit jikalau terjadi di rumah tangga ku.

"Mas mau santai dulu di sini Mon," tolaknya.

"Di kamar juga bisa Mas," aku sontak berdiri dan menarik tangan Mas Bryan, "Yuk!" sekilas mataku menatap netra Rara, dia melihat tanpa kedipan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status