Share

Daniel Melamar

Penulis: Author Mars
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-19 15:40:02

"Ke-Kenapa kamu ada di sini?" tanya Charlotte dengan gugup, matanya memandang pria di hadapannya dengan waspada.

Daniel tersenyum santai, namun tatapan matanya tajam dan penuh keyakinan. Tangannya masih melingkar di pinggang Charlotte, membuat gadis itu semakin gelisah.

"Aku datang mencarimu," jawabnya pelan, suaranya rendah namun penuh ketegasan.

Charlotte menelan ludah, tangannya refleks mendorong dada pria itu, meskipun tidak cukup kuat untuk membuatnya mundur. "Apakah aku mengenalmu? Kamu siapa?"

Daniel terkekeh pelan, seolah terhibur oleh kepanikan gadis itu. "Namamu Charlotte Wilson, usia 23 tahun. Seorang fotografer berbakat." Ia mendekatkan wajahnya, membuat Charlotte semakin mundur dengan jantung berdegup kencang. "Dengar baik-baik, namaku Daniel Harris... yang dikenal sebagai duda menawan."

Charlotte mengernyit, merasa ada sesuatu yang familiar tentang pria ini. "Kenapa namamu tidak asing? Di mana aku pernah mendengarnya?"

Daniel tersenyum penuh arti, lalu berbisik tepat di telinganya, suaranya mengandung godaan yang berbahaya. "Karena kita pernah bertemu sebelumnya. Saat itu kau sedang mabuk dan tidur dengan begitu manis di sampingku."

Charlotte terbelalak, darahnya seakan membeku. "A-apa?!" Dengan panik, ia mendorong Daniel menjauh darinya, napasnya memburu. "Kau adalah pria itu?"

Namun sebelum Daniel bisa menjawab, tiba-tiba—

PLAK!

Charlotte melompat kesakitan ketika tongkat sapu Nanny menghantam kakinya. "Aahh!" serunya, langsung bersembunyi di belakang Daniel seperti anak kecil yang ketahuan berbuat nakal.

"Hei! Masih terang begini, kau sudah berani dipeluk pria di depan banyak orang?!" bentak Nanny dengan mata melotot tajam.

Charlotte mengerjap panik, tangannya mencengkeram lengan Daniel. "Nenek, di sini hanya ada kita! Tidak ada siapa pun!" protesnya. "Setiap kali nenek mengejar aku dan papa, tidak ada yang berani keluar, kan?"

"Masih berani melawan?" ketus Nanny, wajahnya mengeras saat ia mengangkat sapunya tinggi-tinggi, bersiap mengayunkannya ke arah cucunya. Charlotte, yang ketakutan, segera bersembunyi di belakang Daniel, mencengkeram ujung bajunya.

Namun, sebelum sapu itu melayang, Daniel dengan sigap menahan tangan Nanny.

"Nenek, aku adalah teman cucumu," ujarnya santai, bibirnya melengkung dalam senyum menenangkan.

"Apa?" Nanny menyipitkan mata, mencondongkan tubuhnya ke depan, mencoba menangkap kata-kata yang baru saja diucapkan pemuda itu.

Charlotte, yang masih bersembunyi di belakang Daniel, menatapnya tajam. "Sejak kapan kita berteman? Untuk apa kamu ke sini?" suaranya penuh kewaspadaan.

Nanny menggerutu sebelum menoleh kembali ke cucunya. "Lolipop, apakah kau berhutang padanya? Berapa yang kau hutang?" Nada suaranya meninggi.

Charlotte mendengus kesal. "Aku tidak berhutang padanya sama sekali! Aku bahkan tidak mengenalnya!" serunya tegas.

Nanny menatap Daniel dengan penuh selidik. "Lalu, untuk apa dia ke sini? Dan siapa dia sebenarnya?"

Daniel memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, senyumnya semakin lebar. "Aku datang untuk melamar cucu Nenek, karena hubungan kami sudah sangat dekat," jawabnya santai.

Charlotte, yang sejak tadi menegang, langsung membelalak kaget. Panik, ia segera membekap mulut pria itu dengan kedua tangannya.

"Jangan asal bicara! Kita tidak dekat sama sekali! Pergi sana!" seru Charlotte dengan wajah memerah karena kesal.

"Nenek, namaku Daniel Harris, seorang CEO," ujarnya dengan nada tenang namun berwibawa. "Aku juga seorang duda. Aku telah bercerai selama dua bulan."

Charlotte mendengus sinis, melipat tangan di depan dada.

 "Banyak hal yang ingin aku bicarakan dengan Nenek. Apakah aku akan diberi waktu?" lanjut Daniel, menatap Nanny dengan penuh keseriusan.

Nanny menatap pemuda itu dengan sorot tajam. "Banyak hal?" gumamnya, lalu mencibir. "Duda baru dua bulan sudah mau menikah lagi. Apakah kau mesum?" tanyanya dengan nada mencela.

Daniel menoleh ke arah Charlotte, yang sedang menatapnya dengan wajah sebal. Ia mendekat sedikit, membuat Charlotte refleks mundur, tetapi pria itu dengan cepat membisikkan sesuatu di telinganya.

"Kalau kau menolak juga tidak apa-apa," ucapnya dengan nada rendah namun jelas, membuat bulu kuduk Charlotte meremang. "Aku bisa membuat Nenek dan Ayahmu menerimaku. Aku hanya perlu memberitahu mereka bahwa kita sudah pernah tidur satu malam."

Charlotte langsung membeku di tempat. Wajahnya seketika pucat, dan hatinya berdebar kencang. Ia menatap Daniel dengan mata membelalak, sementara pria itu hanya tersenyum tipis, menikmati reaksinya.

Beberapa saat kemudian...

Daniel dan Nanny duduk bersama di dalam ruangan itu.

Sementara itu, Charlotte berdiri di samping ayahnya sambil berbisik pelan.

"Lolipop, dari mana kau mengenal pria tampan ini? Wajahnya memang menarik, tapi tatapannya sedikit mencurigakan," bisik Elvis sambil melirik tajam ke arah Daniel.

Charlotte mengerutkan kening. "Aku lupa di mana mengenalnya," jawabnya dengan suara ragu.

Tapi perhatian Charlotte segera beralih ke sesuatu yang lain. Matanya menatap lekat-lekat ke arah Nanny dan Daniel yang tampak berbicara dengan begitu santai.

"Ada yang aneh di sini," gumamnya pelan.

Elvis ikut mengamati. "Apa yang aneh?" tanyanya penasaran.

Charlotte menoleh ke ayahnya. "Setiap kali kita bicara dengan nenek, kita harus mengeraskan suara sekuat tenaga, sedangkan pria itu hanya perlu berbisik, dan nenek langsung bisa mendengarnya. Apakah nenek benar-benar tuli?" tanyanya dengan penuh kecurigaan.

Elvis menghela napas panjang sambil mengangguk. "Aku juga penasaran. Selain itu, nenekmu sering salah dengar, lalu tanpa alasan yang jelas kita malah dihajarnya."

Charlotte mendengus. "Selain tuli, pelupa, nenek juga mudah emosi," katanya sambil melipat tangan di dada.

Tiba-tiba, suara Nanny terdengar lantang. "Elvis, untuk apa kau berdiri di sana terus? Cepat duduk dan berkenalan dengan Daniel, calon menantumu!"

Charlotte tersedak mendengar ucapan itu, sementara Elvis menatap ibunya dengan ekspresi syok. "Ma, kita bahkan belum mengenalnya. Kenapa begitu cepat menganggapnya sebagai menantu?" protes Elvis.

Daniel berdiri dan menghampiri Elvis sebelum mengulurkan tangannya dengan percaya diri. "Paman, serahkan putrimu padaku. Mulai hari ini, aku akan mengurus semua yang berkaitan dengan kehidupannya."

Charlotte hampir tersedak untuk kedua kalinya. "Mengurus kehidupanku?" gumamnya dengan dahi berkerut.

Elvis mempersempit matanya. "Aneh sekali, kenapa kau menyukainya?" tanyanya, matanya penuh selidik.

Charlotte ikut menyela dengan nada tak percaya. "Benar kata Papa, kenapa kamu memilihku? Padahal kita sama-sama tidak saling kenal."

Elvis tiba-tiba terkekeh pelan, lalu menatap Daniel dengan ekspresi geli. "Kalau tidak saling kenal itu masih wajar. Tapi yang menjadi masalah adalah, apa kelebihan Lolipop sehingga bisa membuatmu tertarik padanya?"

Charlotte langsung menatap ayahnya dengan perasaan tidak enak.

Elvis melanjutkan dengan nada santai namun mematikan, "Selain pendek, dia juga tidak begitu cantik. Dia ceroboh, pelupa, dan sering salah masuk rumah serta mobil. Jadi, tidak ada kelebihan sama sekali."

Charlotte membelalakkan mata. Rahangnya mengeras saat menatap tajam ke arah ayahnya.

"Dasar Papa durhaka, bisanya dia menghinaku di depan orang!" gerutunya dalam hati sambil mengepalkan tangan.

Daniel yang sejak tadi hanya tersenyum tipis, tiba-tiba menoleh ke Charlotte dan berkata dengan suara tenang, "Aku menyukainya karena dia berbeda."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Pertemuan Daniel dan Elvis

    Setelah pertemuan dengan para anggotanya, Daniel melangkah menuju lantai atas markasnya. Ia berdiri di tepi balkon, memandang bulan yang mulai tertutup awan gelap. Angin malam berhembus pelan, menusuk kulitnya yang dingin. Suasana di sekitarnya sunyi, hanya terdengar suara deru angin dan sesekali suara langkah kaki anak buahnya yang berjaga di bawah.Daniel menyelipkan tangan ke dalam saku jaket kulitnya. Tatapannya kosong, tapi sorot matanya tetap tajam, penuh pemikiran yang sulit ditebak.Dari belakang, suara langkah kaki terdengar mendekat dengan cepat. Seorang wanita berambut panjang, mengenakan pakaian serba hitam, berhenti beberapa langkah di belakangnya."Tuan!" seru Kristy.Daniel tidak menoleh, hanya mengeluarkan gumaman pendek. "Hmm."Kristy melangkah lebih dekat, berdiri di sampingnya. Ia menatap wajah Daniel yang dingin sebelum akhirnya berbicara."Perintahkan saja padaku. Aku akan membunuh Elvis Wilson!" ucap Kristy dengan nada

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Charlotte Sadar

    Keesokan harinya, Charlotte perlahan membuka matanya. Pandangannya masih buram, dan aroma khas rumah sakit menyeruak ke dalam indra penciumannya. Lampu ruangan yang redup membuatnya merasa sedikit nyaman, tapi saat kesadarannya pulih sepenuhnya, ia segera menyadari bahwa tempat ini asing baginya.Sebelum sempat berpikir lebih jauh, seorang suster yang tengah merapikan peralatan medis di samping ranjangnya terkejut melihatnya sudah terjaga."Nona, Anda sudah sadar!" seru suster itu dengan wajah lega.Charlotte mengerutkan kening, mencoba mengingat bagaimana ia bisa sampai di tempat ini. Ada perasaan lelah yang masih menggerogoti tubuhnya, tapi lebih dari itu, ada kepedihan yang terus bersemayam di hatinya."Ada apa denganku? Kenapa aku masuk rumah sakit?" tanyanya, suaranya serak dan lemah.Suster itu tersenyum lembut, seolah ingin menenangkan Charlotte. "Supir taksi yang membawa Anda ke sini. Anda pingsan karena kelelahan," jelasnya.Charlot

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Pernah Bahagia Bersama

    Daniel duduk di tepi ranjangnya, menatap kosong ke luar jendela. Malam sudah larut, dan hanya cahaya lampu jalan yang samar-samar menerobos ke dalam kamarnya. Dalam genggaman tangan kirinya, ia menatap cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya. Sebuah benda kecil yang seharusnya melambangkan cinta dan kebahagiaan, tapi bagi Daniel, itu hanyalah simbol dari kenyataan pahit yang harus ia terima.Ia menghela napas panjang, matanya yang lelah masih menatap cincin itu. "Charlotte Wilson, kita ditakdirkan tidak bisa bersama dan harus bermusuhan… " Pikirannya berputar pada wanita yang telah menjadi istrinya, wanita yang ia cintai tapi juga wanita yang terikat dengan seseorang yang paling ia benci di dunia ini—ayahnya.Daniel mengepalkan tangannya, merasakan cincin itu semakin menekan jarinya. "Walau pada saat itu kau akan membenciku juga tidak apa-apa… "Suaranya bergetar, nyaris tak terdengar. "Aku tidak membencimu sama sekali, Charlotte… Mata Daniel mulai memanas, tapi ia cepat-cep

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Charlotte Tidak Sadarkan Diri

    Charlotte berdiri di ambang pintu dengan tubuh bergetar, bukan karena ketakutan, tetapi karena amarah yang membakar setiap inci dirinya. Matanya memerah, dan air mata yang ia tahan akhirnya jatuh tanpa bisa dikendalikan. Ia tak lagi peduli jika terlihat lemah—saat ini, ia hanya ingin melampiaskan semua rasa sakitnya."Tuan, mungkin istri Anda akan datang. Lebih baik kita hentikan dulu," ucap wanita itu dengan suara menggoda, meski ada sedikit kegelisahan dalam nadanya.Daniel tertawa kecil, sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah. Ia mengusap wajah wanita itu dengan penuh gairah sebelum menjawab, "Kristy, biarkan saja. Jangan sampai dia merusak kesenangan kita. Tubuhmu sangat seksi dari atas hingga bawah, dan selain membuatku puas, mulai saat ini aku tidak membutuhkan siapa pun, termasuk Charlotte. Aku hanya membutuhkanmu. Tetap rawat tubuhmu dan buat aku bahagia."Kata-kata itu bagai pisau yang menusuk jantung Charlotte tanpa belas kasihan. Tangannya

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Charlotte Semakin Terluka

    "Kita tidak serasi sama sekali. Kalau bersama juga tidak akan bahagia. Daripada dipaksa lebih baik diakhiri saja," ucap Daniel dengan suara dingin dan tak berperasaan.Charlotte menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. Sakit. Kata-kata itu menusuknya tanpa ampun. Dua bulan yang ia habiskan sebagai istri pria itu ternyata tidak berarti apa-apa baginya. Hanya omong kosong."Baru dua bulan menikah, kau sudah bisa melontarkan ucapan seperti itu?" Suaranya bergetar. "Daniel Harris, aku tidak menyangka kau adalah manusia paling kejam dan tidak berperasaan."Daniel tersenyum miring, seolah menikmati rasa sakit yang ia berikan. "Iya, aku adalah pria yang tidak berperasaan," katanya tanpa sedikit pun penyesalan. "Jadi jangan serius dan percaya semua ucapanku. Aku bisa memberi janji apa saja di saat aku ingin memiliki seorang gadis. Setelah itu, aku akan bosan dan ingin meninggalkannya. Itulah sikapku yang sebenarnya."Charlotte terkekeh sinis. Tawanya dipenuhi kepedihan. Air mata yang sejak

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Membencimu

    "Bos, apakah Anda tidak ingin memberitahu kakak ipar yang sebenarnya?" tanya Levis dengan ragu. Daniel menghela napas panjang, jemarinya mengetuk ringan permukaan meja. "Dia akan tahu suatu saat nanti," jawabnya dengan suara pelan, tetapi penuh kepastian. "Namun, pada saat itu, semuanya sudah berubah."Levis menatap Daniel dengan hati-hati. "Lalu, apa rencana kita selanjutnya?" tanyanya, mencoba mengalihkan pembicaraan ke hal yang lebih penting.Daniel menegakkan tubuhnya, sorot matanya kembali tajam seperti biasanya. "Selidiki di mana markas mereka," perintahnya dengan suara dingin. "Aku harus membubarkan organisasi mereka."Levis mengangguk mantap. "Baik, Bos," jawabnya tanpa ragu.Daniel meraih gelasnya dan meneguk isinya dalam satu tegukan sebelum berkata, "Pergilah! Aku ingin sendirian!"Tanpa banyak bicara, Levis segera beranjak dari sana, meninggalkan bosnya yang masih tenggelam dalam pikirannya. Namun, saat tiba di pintu, ia berhenti sejenak dan menoleh ke arah Daniel.Dalam h

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status