Share

Gadis Kesayangan Sang Mafia
Gadis Kesayangan Sang Mafia
Penulis: rainaxdays

01. Kehidupan Seorang Budak

"Seharusnya aku lebih berhati-hati."

Keringat dingin membasahi sekujur tubuh perempuan bergaun lusuh yang duduk bersimpuh di lantai. Pandangannya terus tertuju pada kaca jendela yang memantulkan ekspresi ketakutan di wajahnya.

Sayup-sayup, suara langkah kaki terdengar dari lorong di belakangnya, bersama lecutan cambuk yang mengerikan. Bella memejamkan mata rapat-rapat, jantungnya berderu tidak terkendali. Kilasan ketika Daisy—budak yang seumuran dengannya—dihukum, melintas begitu saja.

'Tolong! Saya mohon, Tuan! Jangan bunuh saya! Saya mohon!'

'Diam kau pencuri!'

Tuan Hugo langsung membunuh gadis itu tanpa rasa kasihan sedikit pun.

Darah yang menggenang ... daging yang berceceran ... teriakan penuh kesakitan ...

Bella tidak akan pernah bisa melupakan kejadian malam itu.

Sejujurnya, ia tidak ingin mengalami hal yang sama. Tetapi, kesalahannya memecahkan salah satu piring tidak bisa dimaafkan. Tuan Hugo dan istrinya—Nyonya Deborah—sangat benci dengan budak yang ceroboh. Padahal Bella tidak sengaja menjatuhkannya.

Suara langkah sebelumnya tidak lagi terdengar, Bella bisa merasakan presensi Tuan Hugo yang berdiri di belakangnya. Sekujur tubuhnya gemetar hebat. Ia baru menarik napas saat satu cambukan dilayangkan ke punggungnya dengan keras.

Bella memekik. Kedua matanya terbuka lebar. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menjerit. Namun, lecutan demi lecutan yang dilayangkan dengan kasar, berhasil menghantarkan rasa sakit yang terasa merobek punggungnya.

Pada cambukan kedelapan, kendali diri Bella menghilang, dan ia menjerit keras. Isakan kecil lolos dari bibirnya, tetapi Tuan Hugo menatap tanpa rasa simpati sedikit pun.

"Kali ini kau aku ampuni. Tapi jika kau melakukannya lagi, hidupmu akan berakhir seperti budak pencuri itu."

"Sa-saya mengerti, Tuan."

Pria berusia 50 tahun itu berbalik pergi, meninggalkan sang budak yang jatuh tersungkur ke lantai. Rasa perih dan panas menjalar di punggung Bella, membuatnya terus-menerus meringis saat mencoba bergerak.

Dengan tertatih-tatih, Bella berjalan keluar dari ruangan tersebut menuju tempat para budak yang berada di bagian paling belakang rumah. Pandangannya agak berkunang-kunang, bukan hanya karena hukuman tadi, tetapi juga karena perutnya yang belum diisi sejak kemarin.

Kakinya melangkah pelan menuruni tangga, lalu berbelok menyusuri lorong panjang. Bella mengunci pintu dan berjalan susah payah menuju tempat tidurnya. Mendaratkan diri di tepi kasurnya yang lapuk, ia kembali mendesis karena rasa sakit yang begitu menusuk. Tiga pasang mata seketika menatap Bella prihatin.

Bella mencoba tersenyum, tetapi bibirnya hanya tertarik sedikit. "Aku tidak apa-apa, kalian istirahatlah," gumamnya. Tetapi, tentu saja mereka semua tidak percaya. Ketiga budak berusia 30-an ke atas itu sudah lama bekerja di sini dan pernah mengalami hukuman yang serupa.

Talia, si budak paling tua dengan cepat berdiri menghampiri, diikuti oleh Elena dan Melinda. Talia mengambil sepotong kain dari dalam lemari, lalu Elena mengambil air dari kamar mandi, sedangkan Melinda membantu mengangkat gaun Bella yang dipenuhi darah dari punggungnya.

Kalau sudah seperti ini, Bella tidak bisa menolak lagi dan menerima perlakuan mereka. Mereka bertiga sudah dianggapnya sebagai keluarga sejak ia dan ibunya dibawa ke sini.

Ibu ...

Hati Bella mencelos, dipenuhi kerinduan akan ibunya. Jika ibunya di sini, maka beliau-lah yang akan mengobatinya.

Sayangnya, ia tidak akan pernah bisa melihat ibunya lagi. Tuan Hugo telah menjualnya pada orang lain. Ia hanya berharap ibunya ditempatkan di keluarga yang tidak akan menyiksanya. Umurnya sudah tua—

"Bella?"

Suara Elena membuyarkan lamunan Bella. Ia tidak sadar kalau lukanya sudah dibebat dengan kain. Mereka bertiga kembali menatapnya dengan cemas.

"Ada apa, Sayang?" Talia bertanya dengan lembut, tangannya mengelus puncak kepala Bella. "Kau bisa menceritakannya pada kami, hm?"

Bella menggeleng, cepat-cepat menghapus segala kesedihan yang melintas di wajahnya. Ia tidak ingin membuat mereka kembali mengkhawatirkannya. "Aku hanya ... sedikit melamun," ujarnya, tersenyum tipis. "Terima kasih sudah mengobati punggungku."

Talia mengangguk, mengerti benar kalau Bella lagi-lagi menutup diri. "Tidak masalah. Kalau begitu istirahatlah, Nak."

Mereka kembali ke kasur masing-masing dalam diam untuk beristirahat. Bekerja seharian membuat mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk jatuh terlelap sebab lelah.

Bella sendiri berbaring miring sembari menarik selimut tua yang dipenuhi lubang dan tambalan di mana-mana. Pikirannya kembali terlempar ke pusaran kenangan antara dirinya dan ibunya.

Seharusnya ia langsung tidur supaya bisa bangun tepat waktu. Tetapi, ia sama sekali tidak mengantuk. Dipandanginya bulan sabit yang mengintip dari celah di atas kusen, menggantung sendirian—kesepian seperti dirinya.

Bella merindukan ibunya. Ia ingin melihat wajahnya sekali saja.

Mereka dipisahkan saat ia masih berumur 13 tahun. Enam tahun telah berlalu. Meski ketiga budak lainnya memberinya banyak kehangatan, tetap saja Bella merindukan kasih sayang ibunya.

Bella masih ingat benar apa yang ibunya katakan sebelum dibawa pergi:

"Ibu percaya kalau suatu saat nanti, kau bisa memiliki kehidupan yang lebih baik."

Sesuai namanya yang berarti 'manusia bebas', ibunya berharap ia bisa memiliki kehidupan yang indah di luar sana.

Bella tidak pernah mempercayainya. Harapannya sudah lama dikubur bersama asa yang telah mati. Di dunia yang keras ini, harapan yang tinggi akan menjatuhkan kamu ke hantaman yang paling sakit.

Nyatanya, ia hanyalah budak yang terkungkung dan terikat dengan pemiliknya untuk selamanya.

Undang-undang yang melarang perbudakan telah disahkan sejak tahun 1865, tetapi bahkan berabad-abad setelahnya perdagangan itu masih berlangsung di pasar gelap. Orang-orang dengan uang melimpah lebih suka membeli budak yang bisa menyimpan rapat rahasia mereka, dibanding asisten rumah tangga biasa.

Seandainya ia bebas, ia juga tidak tahu akan kemana. Ia mungkin hanya akan terlantar di jalanan dan mati dengan mengenaskan.

Dulu sekali, ibunya pernah bilang kalau ayahnya adalah orang bebas dan mempunyai kedudukan yang tinggi di kota ini. Tetapi, kenapa ia tidak datang untuk menyelamatkan Bella dan ibunya?

Bella merasa kalau apa yang ibunya katakan hanyalah penghibur semata. Pria itu tidak mungkin mau mengakui mereka yang statusnya sangat rendah dan hina. Sampai kapan pun, Bella juga tidak akan pernah mau mengakuinya sebagai ayah. Dalam pandangan Bella, pria itu sudah lama mati.

Bella menarik napas panjang ketika rasa sesak itu kembali menghampiri. Ia menarik selimut hingga lehernya dan memejamkan mata, tetapi mendadak saja terdengar suara umpatan keras dari luar gudang.

"Ck, ke mana pria itu pergi?"

Siapa itu? Suara beratnya yang terdengar bukan milik Tuan Hugo. Apakah pelayan pria yang disewa? Kenapa mereka bisa sampai ke gudang?

Bella melirik budak lain yang tertidur pulas, kemudian beranjak dari tempatnya. Sambil menahan ringisan, ia berjalan ke pintu dan menempelkan telinganya di sana.

"Aku harus menemukannya sebelum pesta ini berakhir. Hugo benar-benar keterlaluan." Pria itu kembali berbicara dengan kesal.

Tuan Hugo? Apa yang dia bicarakan?

Bella menunggu, tetapi kemudian hening.

Tiga menit berlalu tanpa suara dan Bella bertanya-tanya apa pria itu sudah pergi. Entah apa yang ada dipikirannya, tangannya malah memutar kunci gudang hingga terbuka. Kepalanya mengintip ke luar dan ia membelalak melihat presensi si pria.

Dia belum pergi.

Pria itu menoleh dengan cepat dan pandangan keduanya bersirobok. Iris pria itu begitu gelap layaknya langit malam tanpa bintang. Ia terlihat memperhatikan penampilan Bella dari atas sampai ke bawah.

Bella sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan besar dengan menampakkan diri pada orang asing. Matanya memperhatikan tato yang ada di leher si pria. Sebuah simbol organisasi gelap yang tidak asing.

"Damian!"

Panggilan itu seketika membuat Bella berjengit. Ia bergegas menutup pintu ketika suara langkah terdengar mendekat.

Ya ampun, apa yang baru saja ia lakukan?

Bella menggigit bibir bawahnya dengan ketakutan dan berharap pria itu mengabaikan kejadian barusan. Jika majikannya tahu, ia akan berada dalam masalah besar. Bella hendak kembali ke tempat tidurnya ketika mendengar pria itu berbicara lagi.

"Jadi benar Hugo memiliki budak."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mery Syafitry
Sangat menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status