ホーム / Romansa / Gadis Kesayangan si Raja Neraka / Bangkitnya Raja Neraka Itu

共有

Bangkitnya Raja Neraka Itu

作者: Senjaaaaa
last update 最終更新日: 2025-12-20 21:48:04

Suasana lorong masih membeku saat Jhon kembali.

Langkahnya berhenti ketika melihat Nares. Tangan pria itu sudah diperban, tapi wajahnya lebih menyeramkan dari sebelumnya. Amarahnya tidak lagi meledak. Namun wajahnya ketara menahan sesuatu.

“Tuan… Nyonya,” ucap Jhon pelan.

Semua mata menoleh.

Jhon menarik napas dalam.

“Saya sudah menelusuri lokasi pertama tempat Nona Anya ditemukan,” katanya. “Dan… saya mendapatkan rekaman CCTV.”

Ia mengulurkan ponselnya pada Nares.

Ada dua video.

Nares mengambil ponsel itu tanpa bicara. Amanda berdiri di sampingnya. Kakek Dito mendekat, berdiri tegak dengan wajah dingin.

Jhon memejamkan mata. Ia sudah melihatnya lebih dulu. Dan ia tahu, keluarga ini tak akan sama setelah ini.

Video pertama diputar.

Layar menampilkan sisi belakang gedung acara. Anya terlihat diseret keluar oleh seorang pria. Suara tak terdengar jelas, tapi gerak bibir mereka terbaca.

Anya melepaskan tangannya dengan paksa.

"Lepas. Sakit, tahu."

Pria itu menjawab dingin.

"Sudah aku bilang, menyerah."

"Untuk apa aku menyerah? Ini mimpiku," balas Anya.

Nares menegang.

Pria itu menunjuk wajah Anya.

"Kamu itu cuma gadis manja yang gak berbakat. Kamu pikir pantas bersaing sama Rania?"

Amanda menutup mulutnya. Napasnya tertahan.

Anya menyilangkan tangan di dada. Wajah merajuk itu wajah yang sangat mereka kenal.

"Bersaing ya bersaing aja. Kalau berani. Kenapa aku harus menyerah?"

Anya menghentakkan kaki dan berusaha pergi.

Pria itu menahannya.

"Cukup, Anya. Jangan ganggu kebahagiaan Rania. Biarkan dia menang. Dia lebih pantas."

Detik berikutnya, beberapa motor masuk ke frame. Mengelilingi mereka.

Anya refleks mundur, berdiri di belakang pria itu. Tubuhnya terlihat kecil. Ketakutan.

"Siapa mereka?"

Salah satu dari mereka turun.

"Revaldo… jadi ini gadis yang kamu suka itu?"

Pria bernama Revaldo maju selangkah.

"Iya."

Ia meraih tangan Anya dan mengangkatnya.

"Dia gadis yang selalu aku perjuangkan"

Amanda terisak pelan.

“Itu bohong…” bisiknya.

Anya terlihat kebingungan.

"Kamu ngomong apa sih?"

Namun geng motor itu tertawa.

Salah satu mendekat.

"Gila. Cantik banget, bro."

Anya semakin bersembunyi di belakang Revaldo.

"Jangan mendekat,jangan sentuh aku!."

"Tenang aja," jawab pria itu. "Kita gak cuma bakal nyentuh."

Tangan Anya ditarik paksa.

"Lepasin! Apa salahku? Aku gak kenal kalian!"

"Salahmu," jawab pria itu sambil menunjuk Revaldo, "jadi perempuan yang dia suka."

Anya menggeleng kuat.

"Gak! Kalian salah. Aku sama dia musuh. Dia gak pernah suka aku. Yang dia suka..."

Anya belum selesai dengan kalimatnya...

Revaldo memotong.

"Sayang, tenang. Aku akan hadapi mereka."

Amanda terhuyung.

“Astaga…”

Anya menatap Revaldo. Mulutnya bergerak.

"Kamu sengaja…?"

Revaldo membuang muka.

Tubuh Anya diseret keluar frame.

Revaldo dikeroyok di tempat.

Video pertama berhenti.

Lorong rumah sakit sunyi mencekam.

Nares tidak bergerak. Rahangnya terkunci. Urat di lehernya menegang.

Video kedua diputar.

Rekaman dari jarak jauh, diambil dari belakang sebuah cafe sebrangnya. Sebuah bangunan setengah jadi yang terbengkalai. Anya terlihat dilempar ke lantai. Beberapa bayangan bergerak mendekat.

Amanda langsung memalingkan wajah. Tangisnya pecah.

“Cukup… cukup…”

Dito mengangkat tangan.

“Matikan.”

Namun Nares sudah melihat cukup.

BRUK!

Ponsel itu dibanting ke lantai. Layarnya retak.

Semua tersentak.

Nares berdiri. Napasnya berat. Matanya hitam, kosong, tapi penuh niat membunuh.

“Revaldo,” ucapnya pelan. Suaranya tenang, terlalu tenang.

“Kau yang menyerahkan Anya, kau yang membuatnya seperti ini!.”

Amanda jatuh terduduk. Bahunya bergetar.

“Anakku… anakku…” isaknya pecah. “Dia cuma mau menari…”

Dito melangkah maju. Wajahnya dingin, rahangnya mengeras.

“Nama,” ucapnya pada Jhon.

Jhon menegakkan tubuh.

“Revaldo dan Geng motor Black Serpent. Beroperasi di wilayah timur.”

Dito mengangguk sekali.

“Musnahkan.”

Nares menoleh. Tatapannya mematikan.

“Aku mau mereka hidup,” katanya pelan.

“Sampai aku selesai.”

Jhon mengangguk pelan. Wajahnya tetap profesional, tapi matanya menyimpan kehati-hatian.

“Saya sudah mengonfirmasi semuanya, Tuan,” ucapnya.

“Revaldo bertindak untuk melindungi Rania.”

Nares tak bereaksi. Tatapannya lurus ke depan.

“Rania adalah saingan utama Nona Anya,” lanjut Jhon. “Bukan hanya di balet. Tapi dalam hal apa pun. Sejak lama Rania selalu menjadikan nona Anya sebagai ancaman.”

Amanda yang masih terisak. Tangannya mencengkeram ujung bajunya.

“Revaldo,” Jhon melanjutkan, “sengaja menyerahkan Nona Anya untuk melindungi Rania. Target sebenarnya geng itu adalah Rania. Dengan menjadikan nona Anya sebagai umpan, Revaldo mengalihkan perhatian mereka.”

Dito menyipitkan mata.

“Dan hubungan Anya dengan pria itu?”

“Tidak pernah baik,” jawab Jhon jujur. “Revaldo selalu mencari masalah dengan Nona Anya. Alasannya satu, demi Rania.”

Nares akhirnya bergerak. Ia berdiri. Perlahan. Aura di sekelilingnya berubah.

“Geng motor itu?” tanyanya.

“Musuh Revaldo,” jawab Jhon. “Mereka mengincar orang-orang terdekatnya.”

Nares menoleh. Tatapannya dingin, tapi suaranya rendah.

“Dahulukan Revaldo,” perintahnya.

“Dan Rania.”

Jhon mengangkat kepala.

“Baik, Tuan.”

Nares menyilangkan tangan.

“Lomba itu,” katanya pelan. “Buat Rania menang.”

Amanda tersentak.

“Apa?”

Nares tersenyum, senyum yang mengerikan.

“Bukankah itu yang dia inginkan?” gumamnya.

"Bisa menang.”

Ia menatap lantai, lalu berujar rendah, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri.

“Maka akan kubuat dia menang.”

Jhon langsung mengerti.

Kemenangan palsu.

Panggung palsu.

Perasaan aman yang disengaja.

Langkah pertama sebelum pintu neraka dibuka.

“Saya paham,” ucap Jhon. “Kami akan atur hasilnya.”

Dito mengangguk satu kali.

“Aku percayakan semua padamu, Nares. Jangan buat aku kecewa. Beri mereka pelajaran yang setimpal!"

Nares mengangkat wajahnya. Matanya hitam, tak berkilat. Wajahnya menyeramkan.

"Aku tidak akan melepaskan mereka. Aku akan buat mereka memohon untuk mati!"

Amanda menghapus air matanya. Dia tahu langkah yang diambil Nares akan berbahaya, namun dia juga mau keadilan untuk putrinya.

"Lakukan dengan bersih!" ujar Amanda.

***

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Gadis Kesayangan si Raja Neraka   Siasat Dendam dan Kondisi Anya

    Hari perlombaan akhirnya tiba. Di balik panggung, Rania berdiri di depan cermin besar. Kostum baletnya berkilau, riasan wajahnya sempurna. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu melirik ke arah celah tirai, matanya sibuk memindai barisan kursi tamu kehormatan. Di mana Tuan Mahesa itu? Wajah-wajah yang ia lihat hanyalah para pejabat, sponsor, dan tokoh seni. Tak satu pun tampak seperti penguasa kejam yang sering dibicarakan orang. Atau cuma omong kosong, batinnya meremehkan. Tepuk tangan tiba-tiba menggema ketika pembawa acara naik ke panggung. “Dan pada malam ini,” suara itu menggema mantap, “pemenang lomba akan menerima penghargaan langsung dari pemberi dana terbesar acara ini… Tuan Mahesa.” Sorotan lampu berpindah ke barisan paling depan. Seorang pria berdiri. Jas hitamnya rapi, potongannya tegas. Tubuhnya tinggi dan tegap, posturnya lurus tanpa cela. Rahangnya keras, bahunya bidang. Namun yang membuat seluruh ruangan seketika hening... wajahnya tertutup topeng hitam

  • Gadis Kesayangan si Raja Neraka   Kenaifan Rania

    Jhon kembali menemui Nares, wajahnya lelah tapi tetap tegap. Dia begitu setia dengan keluarga Mahesa ini. “Tuan, semuanya sudah saya atur. Dipastikan Rania akan memenangkan lomba itu,” lapornya. Nares mengangguk. Matanya masih kosong menatap jauh. “Bagus,” ucapnya. “Sekarang… cari berandalan sebanyak mungkin. Cari yang reputasinya paling buruk. Aku akan memilih sendiri.” Jhon mengangguk, paham maksud tuannya, lalu bergegas pergi. Nares duduk di sisi ranjang Anya, menatap wajah pucatnya. Amanda dan Dito ia suruh pulang untuk istirahat. Ruang itu kembali hening, hanya suara monitor detak jantung dan napas Nares yang terdengar berat. Bayangan itu kembali menghantui pikirannya. Di kantor, Nares baru saja masuk ruang meeting. Semua sudah berkumpul. Lalu… dari bawah meja, celananya ditarik-tarik perlahan. Nares menoleh, rahangnya mengeras bukan karena marah, tapi karena “kenapa sih bocah ini gak ada habisnya.” Anya, bersembunyi di bawah meja, terus menarik-narik celananya,

  • Gadis Kesayangan si Raja Neraka   Mimpi Anya

    Seorang gadis kecil mengayuh sepeda tuanya di jalan sempit menuju pasar. Keranjang di depan sepeda itu penuh sayuran. Tubuhnya kecil, tapi kayuhannya kuat. Usianya baru delapan tahun. Dia adalah Anya Pricilla. Di tengah jalan, tiga anak laki-laki menghadangnya. Wajah mereka penuh senyum mengejek. “Heh, Anya miskin lewat,” kata salah satu. Anya mengerem mendadak. Sepedanya oleng. Tubuh kecil itu terjatuh ke aspal. Lututnya lecet, darah mengalir tipis. Ketiganya tertawa. “Miskin! Miskin! Miskin!” Mereka mengelilinginya. Salah satu menginjak sayuran di keranjang. Yang lain menendang tomat hingga pecah. Anya tidak melawan. Ia hanya menunduk. Memunguti sayuran yang masih utuh dengan tangan gemetar. Tiba-tiba salah satu dari mereka menendang sepedanya hingga terbalik. “Jangan!” teriak Anya panik. “Jangan rusak sepeda Anya!” Tawa mereka semakin keras. Tak lama kemudian, ketiganya pergi sambil tertawa. Jalan kembali sepi. Barulah Anya menangis. Ia pulang dengan

  • Gadis Kesayangan si Raja Neraka   Bangkitnya Raja Neraka Itu

    Suasana lorong masih membeku saat Jhon kembali. Langkahnya berhenti ketika melihat Nares. Tangan pria itu sudah diperban, tapi wajahnya lebih menyeramkan dari sebelumnya. Amarahnya tidak lagi meledak. Namun wajahnya ketara menahan sesuatu. “Tuan… Nyonya,” ucap Jhon pelan. Semua mata menoleh. Jhon menarik napas dalam. “Saya sudah menelusuri lokasi pertama tempat Nona Anya ditemukan,” katanya. “Dan… saya mendapatkan rekaman CCTV.” Ia mengulurkan ponselnya pada Nares. Ada dua video. Nares mengambil ponsel itu tanpa bicara. Amanda berdiri di sampingnya. Kakek Dito mendekat, berdiri tegak dengan wajah dingin. Jhon memejamkan mata. Ia sudah melihatnya lebih dulu. Dan ia tahu, keluarga ini tak akan sama setelah ini. Video pertama diputar. Layar menampilkan sisi belakang gedung acara. Anya terlihat diseret keluar oleh seorang pria. Suara tak terdengar jelas, tapi gerak bibir mereka terbaca. Anya melepaskan tangannya dengan paksa. "Lepas. Sakit, tahu." Pria itu menj

  • Gadis Kesayangan si Raja Neraka   Fakta Mengerikan

    Langkah tergesa terdengar di lorong rumah sakit. Amanda datang hampir berlari, diikuti seorang pria tua dengan tongkat hitam di tangannya. Wajah Amanda pucat, napasnya tak teratur. Matanya langsung tertuju pada satu sosok di ujung lorong. Nares duduk di lantai. Punggungnya bersandar ke dinding. Rambutnya berantakan. Kemeja mahalnya berlumuran darah. Wajahnya sembab, matanya merah, kosong. “Nares…” suara Amanda bergetar. “Ya Tuhan…” Ia menghampiri cepat. Begitu berdiri di hadapan putranya, Amanda terdiam. Melihat kondisi Nares seperti itu membuat dadanya sesak. “Nares, apa yang terjadi?” tanyanya lirih. Nares mendongak. Tatapan kosong itu runtuh seketika. “Ma…” Ia bangkit setengah berlutut dan langsung memeluk Amanda. Tubuhnya bergetar. Untuk kali ini, ia tak peduli siapa yang melihat. Wibawanya sebagai si Raja Neraka yang kejam lenyap seketika. “Ma… Anya, Ma...” gumamnya terputus-putus. Air mata jatuh. Bahunya naik turun. Tangisnya tertahan, tapi nyata. Amanda

  • Gadis Kesayangan si Raja Neraka   Anya Kritis

    Gadis itu tergeletak tak bergerak. Rambutnya kusut menutupi sebagian wajahnya. Kulitnya pucat, penuh luka dan kotoran. Bajunya putih. Baju balet. Dari pahanya mengalir darah segar, menodai kain putih itu. Dan wajah itu... “Kak?” suara itu keluar lirih. Hampir tak terdengar. Dunia Nares berhenti. Suara Jhon terdengar dari belakang, panik. “Tuan…?” Kotak beludru merah terlepas dari genggaman Nares, jatuh ke aspal dengan bunyi pelan. Ia tak peduli. Mulutnya terbuka, tapi tak ada suara yang keluar. Dadanya sesak. Napasnya berat, seperti ada tangan yang menekan lehernya dari dalam. Lampu mobil terus menyorot wajah gadis itu. Wajah yang seharusnya berada di atas panggung. Bukan di jalanan gelap. Bukan dalam kondisi seperti ini. Nares berlutut. Gerakannya cepat, tapi tangannya gemetar saat menyentuh tubuh itu. “Anya…” suaranya pecah. Ia mengangkat tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Terlalu ringan. Terlalu dingin. “Anya, sayang,” ucapnya tergesa. “Apa yang

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status