LOGINRumah yang disebut Leonardo, sebenarnya sebuah mansion besar bagi Arabella dan bayinya. Gerbang tinggi terbuka lebar menyambut tuan rumah dan tamu.
Dalam perjalanan Lawrence telah memberitahu lebih dulu kedatangan mereka setelah berbulan-bulan pergi berbisnis keluar negeri, kini kembali sekaligus membawa kejutan menghebohkan. Masih terngiang pengakuan sang boss di luar rumah sakit tadi, bahwa Arabella dan bayi baru dilahirkan sebagai istri dan anaknya. Berita panas tersebut sudah pasti terdengar di seluruh jagat raya, termasuk seisi penghuni mansion yang berada di Milan Utara. "Kita berada di mana sekarang? Bukankah sudah aku bilang biarkan kami pulang sendiri!" tuding Arabella tak lagi ingin terlibat lebih jauh dengan bajingan terkenal mengusik kehidupan pribadi. Leonardo tak menjawab sama sekali membiarkannya semakin ketakutan dengan menghadirkan mereka ke lingkungan keluarganya. Mobil dikendarai Lawrence berhenti tepat di depan pilar putih. Sekilas lalu dari depan pintu gerbang, Arabella sudah terhenyak melihat banyak pengawal dan pelayan berdiri menyambut mereka. "Selamat datang, Tuan Leonardo," sapa Lorenzo, kepala pelayan dan rumah tangga. Bersama penghuni lainnya sungguh terkejut, sesaat melihat seorang wanita muda menggendong bayi bersama majikan mereka berjalan beriringan masuk ke dalam mansion. "Lorenzo, apa sudah disiapkan semuanya?" Leonardo melirik tajam ke Arabella yang sedang mengamati penuh kagum keindahan dan kemewahan mansion. Wanita asing berada di tempat asing menggendong bayi erat-erat seolah khawatir dirampas olehnya. Terdengar jawaban kepala pelayan membuyarkan pikiran sang tuan rumah. "Sebentar lagi semua siap seperti yang anda inginkan, Tuan Muda," Lorenzo gugup menjawab. Kamar bayinya belum selesai, permintaannya secara mendadak dan membuat para pelayan kalang kabut. Namun, Leon tak mau menunggu lama setelah kejadian tak menyenangkan bagi mereka di luar rumah sakit tadi, dan memanggil seorang pelayan wanita yang dikenal baik selama ini. "Anna urus bayi ini, sementara ibunya beristirahat di kamar milik-ku!" Lalu, meminta Arabella menyerahkan putranya. Sontak saja, wanita asing itu menolak, "Tidak, aku tak akan biarkan siapapun menyentuh putraku, tidak juga kau!" Langsung berbalik meninggalkan mansion yang tak bersahabat baginya, apalagi dengan pemiliknya. "Tunggu!" Leon menarik lengan menahan untuk tidak pergi. "Apa kau belum tahu yang terjadi di luar sana, bila para wartawan brengsek terus mengintai kita sepulang dari rumah sakit, huh?" Jelas wanita bodoh itu tidak tahu resiko besar mengejar mereka setelah mengeluarkan pernyataan bombastis di depan media. "Itu semua gara-gara kau, Tuan! Kenapa juga bilang ke wartawan, bahwa aku istri dan bayi ini anakmu?" Dia balik menyerang hebat di depan penghuni mansion, "Semua masalah ini bermula darimu, bukan aku!" Pengawal Lawrence, Lorenzo dan Anna terdiam kaku mendengarkan pembelaan wanita asing yang dibawa majikan mereka. Betapa berani menentang Tuan Muda, mempermalukan atas tindakan tak disengaja menutupi rahasia seorang ibu muda dan bayinya. Secara berangsur mereka segera mundur teratur untuk meninggalkan medan pertempuran antara keduanya. Salah sedikit saja mereka kena getahnya. "Anna!" Tiba-tiba saja perintah keras tuan rumah tidak bisa lagi dibantah mengambil paksa bayi sedang digendong Arabella, kemudian menyodorkan padanya. "Kau urus bayi ini sebaik-baiknya, bila sudah waktunya menyusui, bawa dia ke kamar ibunya!" "Oh, tidak-! Jangan-!" tukas Arabella marah. "Jangan kau pisahkan aku dari anakku!" Namun, bajingan itu malah merengkuhnya membopong ke kamar utama di lantai atas. "Kita harus beristirahat dulu, nanti saja diteruskan lagi pertengkaran ini setelah energimu kembali!" balas Leon tak mau kalah. Hari pelik bagi mereka berdua. Kejadian sepulang dari rumah sakit setelah wanita asing melahirkan membuat lelah dan tak mampu berpikir jernih lagi. Terdengar lirih tangis sesegukan sesaat membaringkan wanita itu di atas ranjang, lalu diselimuti dan menunggu sejenak sampai akhirnya dia tertidur tenang. -------------- Di ruang kerja, dengan sabar Master Anthony menanti kedatangan tuan rumah. Sesekali meneguk minuman tersaji di meja bar, dan dari mulutnya mengepulkan asap putih keluar jendela. Terpampang di dinding berwarna putih, sebuah lukisan besar Tuan Besar Dario Constanzo, ayah Leonardo yang wafat beberapa tahun lalu. Diangkat gelas menyulang menghormati mendiang sang majikan. Tak lama Leon tiba berwajah kusut. "Sorry, aku ketiduran tadi di sofa, apa kau menunggu lama di sini?" Pengawal senior menyambut senang putra Dario sambil tertawa, "Tidak juga, karena ada hiburan yang menarik di bawah tangga tadi membuatku bertahan, dan ingin bertanya. Mengapa kau nekat membawa wanita muda dan bayinya ke mansion ini?" Pertunjukan paling memukau setelah sekian tahun tak ada yang mampu melawan kekuasaan putra mahkota, membentaknya begitu keras dan mempermalukan di hadapan penghuni mansion. "Brengsek kau!" sahut Leon kesal, menuangkan botol ke gelas dan meneguk tandas isinya. Klik-! Anthony menyalakan televisi layar lebar di depan mereka. Berita menghebohkan di luar rumah sakit terus disiarkan. Berita panas, sang pengusaha tampan dan kaya raya yang sering berganti pasangan diperebutkan banyak wanita, ternyata kini telah memiliki anak dan istri. Tak ada yang menduga sama sekali, bila putra Dario Constanzo berani mengambil langkah besar dalam hidupnya saat ini. "Siapa sebenarnya wanita muda itu, Leon?" sidik Master Anthony penasaran. "Aku tidak tahu!" Leonardo lebih kesal, ditanya hal yang sama sekali tidak diketahui. Pengawal keluarga Constanzo langsung menghampiri dan menuding ke wajahnya, "Lalu, bagaimana bisa kau sebut wanita itu, istrimu, dan bayinya anakmu? Jika kau tak tahu siapa dia!" Dari dulu sifatnya memang tidak bisa diduga, sering berbuat seenaknya dan tak bertanggung jawab segala masalah sepeninggal Tuan Besar tiada. Leon mematikan televisi, melempar remote ke dinding hingga pecah tak beraturan. Emosinya memuncak lagi setelah kelelahan beberapa hari mengurus Arabella di rumah sakit. "Aku sungguh tidak tahu siapa wanita itu, identitasnya sama sekali tidak jelas! Yang membuatku heran, tidak ada riwayat keluarga tercatat, atau data di kepolisian. Lalu, Arabella itu putri siapa, huh?" Bingung pada diri sendiri; meneguk habis minuman dan menuangkan isinya sekali lagi. Mabuk, salah satu jalan keluar dari masalah, sebelum menghadapi wanita yang galak seperti ibu singa sedang tidur di kamarnya. "Arabella, singa yang cantik!" guman Anthony dengan nada pelan. Nama yang sering dipakai para wanita di seluruh dunia. "Seharusnya dia memiliki nama keluarga di belakang, kecuali seorang anak yatim piatu dan tidak memiliki kerabat," pungkasnya menyimpulkan, sebelum meminta penjelasan lebih lanjut ke wanita itu sendiri. Namun, Leonardo terlanjur mengangkat bahu, dan mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Jangan coba-coba desak aku lagi membangunkan Bella, cuma untuk menanyakan asal usulnya. Dia sudah lelah setelah melahirkan dan bertengkar denganku gegara ingin menyelamatkan dari amukan wartawan." "Di mana kau bertemu Arabella sebelumnya? Apakah dia hamil karena perbuatan dirimu dengan menjebak demi harta kekayaan Dario Constanzo, setelah tahu siapa kau sebenarnya?" Anthony terus mencecar setiap detil kejadian di antara Leon dan wanita asing itu. Sayang sekali, Leon kembali menggeleng belum tahu motifnya selama empat hari bersama di rumah sakit. "Kami bertemu tanpa sengaja di supermarket, wanita itu sedang mencari susu ibu hamil, dan aku mengambilkan karena rak terlalu tinggi tak bisa dijangkau olehnya. Lalu, mendadak melahirkan di rumah sakit, lalu aku ditunjuk dokter sebagai suaminya." Anthony menyimak cerita menarik darinya; menduga wanita itu mungkin tahu siapa sebenarnya Leonardo Dario Constanzo yang ternyata pewaris harta terbesar dan pengusaha kaya raya. "Apa kalian pernah berhubungan belakangan ini, atau mungkin sebelum akhirnya kau tahu, dia mengandung anakmu?" Mengorek keterangan putra mahkota, namun lagi lagi jawabannya buntu. Anak muda itu terus menggeleng tak tahu sampai Anthony akhirnya menyerah. "Entah bagaimana lagi bisa membantu, jika kau sendiri tak mengingat apapun!" Kemudian beranjak dari sofa meninggalkan ruang kerja. "Zio, apa kau tega meninggalkan putra Dario Constanzo sendiran lagi?" Leon menuduh di belakang punggung pengawal ayahnya. "Semua gara-gara kau melarikan diri setelah Papa terbunuh, tak mau bertanggung jawab atas sesudahnya termasuk mengurus bisnis-ku!" Pernyataan yang menyakitkan keluar dari mulut orang yang sangat percaya pria paruh baya itu memang tak bersalah, tapi sedang ketakutan terhadap sesuatu yang membuat lari dari kenyataan. Master Anthony mencengkram leher putra Dario dengan marah, "Apa kau bilang tadi, aku pria tidak bertanggung jawab atas kematian ayahmu, Dario Constanzo?" Matanya tajam menatap putra mahkota yang terus menantang sampai akhirnya kalah, menunduk sejenak, lalu dia melepaskan cengkramannya. "Pembunuh ayahmu bukan orang sembarangan, Leon! Kasusnya ditutup sejak Dario dimakamkan; sengaja aku pergi karena tak ingin kau terluka, ketika tak mampu lagi menyelamatkan pewaris berikutnya." Leon tersadar, pengakuan Anthony cukup mengejutkan. Pria paruh baya yang sudah dianggap ayah pengganti baginya, beralasan pensiun dini membangun karir di tempat lain. Padahal sesungguhnya, dia sangat mengkhawatirkan putra DarioConstanzo, dan akhirnya kembali bekerja untuk melindungi sang pewaris yang tersisa. ***Don Riccardo yang berada di Roma langsung kembali ke Napoli. Perjalanan bisnisnya dipersingkat membantu Leonardo menemukan sepupu yang diculik seseorang tak diketahui. Di ruang kerja, mereka berkumpul mengatur strategi. Pengawal Julian di Milan sedang meretas lokasi terakhir dari nomor gawai Marilyn yang digunakan. "Tuan Leonardo, posisi mereka masih di luar apartemen bukan wilayah yang jauh. Setelah itu nomornya tak bisa dihubungi kembali, musuh sengaja membuang gawai untuk menghilangkan jejak," melapor dengan cepat. Bastardo! umpatnya kesal. "Kita kehilangan jejak penculik Marilyn sejak empat jam lalu, semakin lama tidak terlacak, kesempatan mereka terus menyakiti adik sepupuku!" "Tenanglah Leon, pengawalku menyisir apartemenmu. Kita tunggu laporannya dulu," tukas Don Riccardo. Raut Benedict muruny. Nyawa Marilyn diujung tanduk. Bingung menyelamatkan hidupnya jika mereka belum bergerak mengejar musuh. "Apakah tak sebaiknya ikuti perintahnya saja, menukar aset warisan
Mansion berubah ramai, Zio Enzo disambut baik semua orang setelah sebulan penuh dirawat di rumah sakit. Leonardo bersikeras paman dan keluarganya berlibur panjang di kediaman Dario Constanzo. "Kenapa Papa tak boleh pulang ke Napoli?" sungut putri bungsu sebal. "Daripada kami harus bolak balik untuk menjenguk ke Milan." "Hey!" Don Constanzo mengomel. "Kami tak kembali ke sana jika kalian belum mampu mengurus perusahaan ayahmu!" Benedict membela Marilyn, "Tapi, II Nonno, sepenuhnya manajemen bisnis masih dipegang Xavier. Dasar Leon brengsek! Gara-gara merger perusahaan, kami malah jadi budaknya!" Plak-! Dengan cepat mengeplak kepala. "Perusahaan ayahmu tak akan pernah aku kembalikan ke kalian jika memakai gaya bisnis seperti ibumu lagi!" Ketiga anaknya langsung tertawa melihat ayah dan sepupu terus berseteru di depan mereka. Raut Arabella merengut perlakuan suaminya memang kasar meski mereka bersaudara. "Leon, jangan begitu! Kakakku pasti mau mengajarinya sampai Ben dan Mar
Hari berduka kembali bagi keluarga Enzo Constanzo setelah Caterina mengakhiri hidupnya secara tragis. Jasadnya ditemukan di apartemen bersama dua orang tanpa busana. Leonardo menyuruh pengawal memendam mereka di tempat yang jauh tak diketahui orang banyak, kecuali Zia Caterina yang dikremasi, lalu abunya dilarung ke Teluk Napoli. Benedict, putra sulung, terus termenung sejak semalam melihat kenyataan pahit ibunya berkhianat terhadap keluarganya sendiri. Bajingan Raffaele menjerumuskan istri Enzo Constanzo ke dalam jurang yang dalam setelah diselidiki aliran dana ke bisnis properti yang tak menguntungkan. Semua karena harta ayahnya dikeruk habis demi cinta bertepuk sebelah tangan. Isabelle, gadis muda lebih bodoh dari Caterina terjerat pesona pria paruh baya, atasannya. "Sudahlah, semua telah terjadi," hibur Leonardo. "Kau sekarang masih memiliki adik yang perlu dijaga sampai dia dewasa." "Mengapa kau tak mencegahnya sebelum itu terjadi?" Benedict menuding. "Ibuku seperti
Caterina mencoba menghubungi Raffaele namun tak diangkat panggilannya beberapa kali. Mengajaknya bertemu di apartemen rahasia mereka. Dasar brengsek! umpatnya bertambah marah setelah pertemuan merger perusahaan yang menyesakkan hatinya. Kegagalan menguasai aset Enzo membuatnya kalang kabut tak bisa mendanai bisnis properti mereka. Baru saja dia membuka pintu mobil, sebuah pesan penting dikirimkan oleh Raul. "Nyonya, kekasihmu sedang bercumbu di apartemen saat ini! Sebaiknya kau segera ke sana memeriksanya." Bajingan kau, Raffaele! desisnya kencang. Kemudian menelepon pembunuh bayaran pernah disewa dua minggu lalu. "Darimana kau tahu hal itu? Jangan macam-macam jika berani berdusta padaku!" Dengan serius dia menjawab, "Aku melakukan ini tanpa dibayar menyelidiki siapa sesungguhnya bajingan yang kau cintai sampai suamimu sendiri harus dihabisi!" "Lalu, apa buktinya dia mengkhianatiku?" Caterina tidak mau dipermainkan lagi. "Okay, aku kirimkan photo mereka bermesraan saa
Jejak pembunuh bayaran ditemukan hampir melintasi bandara Napoli menuju Spanyol. Master Anthony dan dua pengawal Don Riccardo menyeretnya ke mobil. "Hey, siapa kalian?" Raul memberontak. Master Anthony menodong senjata ke musuh, "Diamlah bedebah!" "Apa yang kalian inginkan dariku?" tanyanya tanpa bersalah mengira mereka salah tangkap. Bugh-! Sebuah tinju melayang membuatnya pingsan. Setengah jam kemudian dibawa ke sebuah gudang di pelabuhan menemui tuan mereka, terbangun dengan kaki dan tangannya diikat di sebuah kursi, mulutnya disumpal kain. "Leon, ini orangnya yang menembak pamanmu, Enzo!" "Biarkan dia bicara sebelum kalian menembaknya!" Raul ketakutan membela diri. "Hey, aku hanya disuruh seseorang, dan tak tahu jika itu pamanmu!" Bugh-! Leonardo menghajar kembali. "Jalang keparat yang menyuruhmu, bukan?" "Ampun Tuan!" meminta agar tak dipukul lagi. "Tugasku menghabisi dua orang bernama Enzo, dan Carlotta. Dia membayarku sangat banyak." Bukti transfer di ga
Raffaele tak menduga Caterina berani datang ke rumah selepas Carlotta tiada. "Seharusnya kau tak perlu ke sini, keluargaku dapat memergoki perbuatan kita!" Rumah yang luas dengan interior menarik. Pandangan Caterina menyapu ke sekeliling bermimpi menjadi ratu dalam kehidupan kekasih gelapnya berikutnya. "Sudah seminggu pasangan kita meninggalkan dunia, kenapa kau masih bermuram durja huh?" ketusnya. "Hey, dia istriku, merasakan kesedihan setelah tiada betapa aku benar-benar mencintainya!" Dengan marah janda Enzo menarik bajunya, "Apakah kau lupa siapa yang membiayai kebutuhan istrimu huh? Dia sudah mati, begitupun suamiku!" Tuan rumah terperangah, "Dasar kau wanita aneh! Enzo mati kecelakaan, tetapi tidak nampak kesedihan sama sekali. Terbuat apa hatimu yang sebenarnya?" tanyanya heran. Caterina berterus terang, "Aku sudah lama tidak peduli dengannya, apalagi keluarga Constanzo! Beruntung dia tewas di meja operasi membuatku bebas untuk tinggal bersamamu sekarang." "







