"Setiap hari kamu jualan seperti ini, apa tidak capek??" tanya Bimo, kepada Kanaya.."Sudah biasa, segala sesuatu itu, kalau kita jalani dengan ikhlas, maka semua akan terasa ringan dan mudah. Lain halnya, kalau kita melakukannya dengan terpaksa. Semuanya akan menjadi berat dan sulit." sindir Kanaya, kepada pemuda di depannya itu. Bimo hanya nyengir, mendengar jawaban dari Kanaya barusan."Pandai sekali kamu, kalau suruh menyindir orang." ucap Bimo, menyeringai."Sudah sana, Kak Bimo balik ke kampus aja, betapa ruginya kalau sampai tertinggal pelajaran nanti.!" usir Kanaya, untuk yang ke sekian kalinya.Akhirnya pemuda berkuncir itu menyerah. Kanaya tak sama dengan gadis-gadis yang selama ini selalu mengelilinginya.Gadis di depannya ini, sungguh berbeda. Di matanya, Kanaya tampak begitu bersahaja, dan bukan tipe perempuan yang mudah di goda.Bimo bangkit dari duduknya. "Baiklah, demi bisa menjadi Imam yang baik, aku akan menuruti perintahmu." ucapnya, kemudian berpamitan, untuk k
Seharian Kanaya berjalan, dan bertanya, tentang rumah kontrakan, yang mungkin tersedia.Namun sudah se sore ini, dia belum juga menemukan tempat kost, atau rumah kontrakan yang kosong.Gadis itu tampak putus asa, dan kebingungan, harus menginap dimana nanti malam, jika tak kunjung mendapatkan tempat untuk bermalam."Ya Allah... " gumam nya, sedih.Hari semakin gelap, Kanaya kini tengah berada di sebuah masjid, untuk numpang sholat maghrib, sekaligus menunggu waktu isya.Dapat ia baca dengan jelas, peraturan yang berlaku di masjid itu, tertulis "Dilarang tidur, di dalam masjid" .Niatnya ingin menumpang bermalam di masjid itu, ternyata sudah ada larangan yang tertulis.Naya tampak tepekur, merenungi nasibnya yang terlunta-lunta seperti ini.Begitu selesai sholat isya, dan mendengarkan kultum sejenak, masjid sudah mulai sepi, karena para jamaah, sudah banyak yang pulang. Kanaya semakin gelisah. Dilihatnya takmir masjid, mulai bersih-bersih, dan bersiap untuk mengunci pintu masjid."Mba
Kanaya mulai bangkit dari rasa keterpurukan nya, dia bertekad harus bisa sukses.Dengan di bantu oleh Bimo, kini dia sudah mulai berdagang lagi.Namun ia tak mau memanfaatkan kebaikan Bimo, begitu saja.Sambil berjualan, ia mencari rumah kontrakan lain, untuk ia tinggal. Karena ia tak mau, kejadian seperti di rumah bu Yus, akan terulang kembali. Walaupun sebenarnya, selama dia menempati rumah kontrakan Bimo, pemuda itu tak pernah sekalipun menghampirinya, di rumah kontrakan itu.Akhirnya Kanaya berhasil menemukan rumah kontrakan, yang ditawarkan oleh pasangan suami istri renta, yang hanya tinggal berdua saja.Kanaya di perbolehkan menempati paviliun mereka, yang terletak di sebelah rumahnya.Pasangan itu sebenarnya adalah salah satu pelanggannya, yang hampir setiap hari, membeli lontong pecel buatannya.Karena keasyikan bercerita waktu itu, Bu Maysaroh, yang biasa ia panggil Bu May itu, menawarkan paviliun nya, untuk Kanaya tempati.Pak Tomo, suaminya, yang merupakan seorang pensiuna
"Kak!!" sapa Kanaya, saat melihat pemuda berkuncir rapi, dengan jas almamater nya itu, duduk di atas motor besarnya, sambil memainkan ponsel. "Eh, Nay..! " Bimo tersenyum lebar, saat melihat gadis pujaan nya, sudah berdiri di hadapannya. "Ini Kak, tolong Kakak kasihkan Ibuku ya." ucap Kanaya, menyodorkan sebuah amplop berwarna putih besar, kepada pemuda itu."Baiklah." Bimo mengambil amplop itu, dan menyimpannya ke dalam tas punggung hitam, miliknya. "Oh ya Nay. Apakah kamu punya ponsel?" tanya Bimo, dengan hati-hati. Kanaya tertawa, mendengar pertanyaan pemuda itu."Siapa yang akan aku hubungi, dengan ponsel itu Kak?" tanya nya, tersenyum getir."Tentu saja aku, calon Imam mu." jawab Bimo, menggoda Kanaya. "Ishh... mau apa hubungin Kakak coba?" tanya Kanaya, mencebik kan bibirnya."Ya, kalau kamu sedang rindu kepadaku lah Nay.. " goda Bimo lagi, tersenyum lebar. "Apaan sih Kak Bimo. Udah ah, aku balik dulu Kak, mau jualan setelah ini." pamitnya, segera membalikkan tubuh."Hei,
"Mbak? Mbak yu sakit apa?" tanya Pak Hasan, kepada Kakaknya itu."Cuma demam biasa Le, mungkin karena kehujanan." jawab bu Tuti, segera bangun, dari tidurnya."Sudah, istirahat saja Mbak yu." tahan, Pak Hasan."Ada apa, kamu kemari?" tanya bu Tuti, menatap wajah adik lelakinya itu."Sebenarnya, ada mahasiswa KKN, yang nyariin sampean. Katanya kepengen makan pecel buatan Mbak." jelas, pak Hasan."Mulai kemarin, aku ndak jualan. Gak kuat yang mau masak." ucap bu Tuti, terlihat sangat pucat."La memangnya sudah periksa?" tanya Pak Hasan. "Belum, biar saja sudah, aku sudah minum obat warung kok, besok juga sembuh." jawab bu Tuti. "Ya sudah, kalau ada apa-apa, kabarin aku Mbak. Aku tak kasih tahu Mas Bimo dulu, kalau pecelnya ndak ada." pamit Pak Hasan. "Pecel nya ndak ada Mas. Mbak Yu saya, sedang sakit, jadinya gak jualan." ucap pak Hasan. "Ooh, begitu ya. Sebenarnya saya bukan mau beli pecel, saya ada urusan sebentar sama beliau." ucap Bimo."Boleh saya bertemu dengan beliau??" tany
"Mbak Kanaya, Ibu sekarang masuk rumah sakit." Kanaya yang siang itu sedang mangkal, di tempat ia biasa jualan, begitu terkejut membaca pesan itu.Dengan segera, gadis berwajah imut, dan cantik itu, memencet tombol memanggil dengan video, pada ponselnya.Berkali kali dia memencet tombol itu, untuk menelepon adiknya, tapi tak juga diangkat oleh Bayu, yang tadi mengiriminya pesan."Kenapa tidak dijawab Bayu? kalian sekarang ada dimana?" tulis Kanaya panik, dan segera mengirimnya. "Jangan telpon Mbak, aku sekarang lagi di UGD, bersama dokter, yang menangani Ibu." Kanaya segera mendapatkan balasan."Puskesmas mana, biar Mbak bisa kesana.!" tulis Kanaya, panik. "Puskesmas desa sebelah Mbak, Mbak cepatlah kemari, aku tunggu di dekat pintu masuk, nanti." tulis balasan itu, kepada Kanaya. Kanaya tampak begitu khawatir.."Sakit apa Ibu, ya Allah.. " gumam nya, segera membereskan dagangannya, yang tinggal sedikit lagi."Nay..! kok sudah di bereskan?" tiba-tiba Bimo datang, menghampirinya.
"Antar kan aku ke sana sekarang Kak!" pinta Kanaya, kembali menangis."Jangan sekarang Nay, aku yakin, Ayahmu sekarang pasti akan kembali ke rumah itu, dan mencari mu." ucap Bimo."Lalu kapan Kak?" "Tunggu dulu, biar aku telepon Pak Hasan, aku akan minta beliau untuk melihat situasi di sana dulu." jawab Bimo, mengambil ponselnya."Aku akan meminta Pak Hasan, untuk menyuruh Ibu, supaya berkemas, supaya nanti kita bisa langsung pergi." ucap Bimo lagi, lalu menelepon Paman dari Kanaya.---Tak beberapa lama, Pak Hasan menelepon nya, setelah tadi menerima perintah darinya."Hallo Mas, Bapaknya Kanaya sekarang sedang mengamuk di rumah, tapi saya sudah panggil warga, buat usir dia." lapor Pak Hasan, dari seberang telepon. "Baik Pak Hasan, terimakasih informasinya. Tolong Bapak bantu Ibu, buat berkemas. Begitu situasi aman, saya segera ke sana untuk menjemput Ibu." ucap Bimo."Baik Mas." jawab Pak Hasan, kemudian menutup panggilan nya."Bapak kamu, masih ada di rumah kontrakan ibumu Nay.
Dua tahun berlalu, semenjak kepergian Bimo melanjutkan studi nya ke negara lain.Kanaya tetap pada profesinya, sebagai seorang penjual pecel bersama ibu, dan juga adiknya.Namun bedanya kali ini, dia sekarang sudah memiliki tempat, sebuah rumah makan yang lumayan besar, untuk menjual nasi pecel nya, sehingga tidak perlu berkeliling lagi.Rumah makan pecel nya, hampir setiap hari, selalu ramai. Baik orang yang makan di tempat, ataupun yang order via online.Karena ramainya rumah makan miliknya, Ibu Kanaya juga menambahkan beberapa menu yang lain, yang ia kuasai. Seperti ayam bakar, ayam ungkep, aneka ikan air tawar, dan lain sebagainya.Kini Kanaya bahkan sudah memiliki 6 orang karyawan, yang membantunya."Alhamdulillah ya Nak, usaha kamu sekarang sudah semakin maju." ujar bu Tuti, kepada putrinya."Kamu tidak mau kuliah Nak? sekarang kamu sudah sangat mampu untuk itu." ujar sang ibu lagi, yang masih tetap menginginkan putrinya, agar bisa berkuliah.Kanaya merenungi permintaan ibunya