Kanaya tampak menangis tersedu-sedu, memunggungi suaminya.Bimo sendiri jadi kebingungan, dan berusaha menenangkan istrinya itu.Usia Kanaya yang baru 21 tahun, membuat gadis itu tampak kekanakan, saat menangis seperti ini."Sayang, udah donk nangisnya." bujuk Bimo, mengusap usap punggung istrinya yang terbuka."Sakit Kak!!" seru gadis yang memiliki wajah mirip Intan Nuraini itu, ketus."Iya sayang, maafkan aku ya, gimana kalau sekarang aku tiup aja, supaya berkurang sakitnya?" ucap Bimo, sangking paniknya.Kanaya yang tengah berbaring menyamping itu, jadi tertawa di buatnya."Kok di tiup sih!!" protes gadis berwajah cantik itu, tampak geli, sekaligus dongkol."Ya kan katanya sakit sayang.." jawab Bimo, tanpa merasa bersalah."Auk ahh!!" seru Kanaya, kesal.Setelah beristirahat beberapa lamanya, Kanaya akhirnya tertidur.Bimo memeluk tubuh istrinya itu, dengan resah, karena tugasnya tadi, masih belum usai.Tubuh istrinya yang hanya tertutup selimut, membuatnya tergoda, untuk melakukan
"Di dalam tas ini ada baju-baju, ijazah dan surat-surat penting lainnya Nduk. Nanti malam Bu Lely menunggumu di persimpangan jalan, tepat pukul 10 malam. Kamu harus kejar cita-cita kamu" ujar Bu Tuti, kepada Kanaya putrinya, yang baru lulus SMA. "Tapi Ibu dan adik bagaimana?" tanya Kanaya, dengan mata yang mulai berkaca-kaca, hendak menangis."Jangan pikirkan Ibu Nduk, yang terpenting sekarang itu kamu" ucap bu Tuti, membingkai wajah putrinya, menatap manik hitam putrinya, yang mulai merebakkan air matanya."Ibu tidak rela, anak gadis ibu di nikahkan dengan Juragan tua, yang lebih pantas menjadi kakekmu itu " ucap bu Tuti lagi, segera melanjutkan mengemas barang-barang milik putri semata wayangnya itu.Seminggu yang lalu, ayah Kanaya memang sudah mengungkapkan rencananya itu kepada sang istri."Kita tidak ada pilihan lagi Bune, Juragan Sugito akan merampas rumah ini jika kita tidak segera membayar hutang hutang kita" ucap Slamet, ayah Kanaya."Apa Kang?? hutang kita?? itu semua adala
"Apa ini Kang?" tanya bu Tuti, yang baru saja selesai menjemur cucian di belakang. "Nih lihat! ini dari Juragan Gito, untuk keperluan acara lamaran Kanaya minggu depan" ujar Pak Slamet tertawa lebar.Kanaya dan bu Tuti tampak shock mendengar itu."Masya Allah Kang!!! aku kan sudah bilang malam itu, kalau aku tidak akan pernah menikahkan anakku kepadanya!! apalagi Kanaya mau di jadikan istri yang ke empat! sampai mati pun, aku tidak akan pernah rela Kang!!" seru bu Tuti marah."Arghh, aku ora perduli, pokoknya minggu depan Kanaya akan menikah, titik!!! Nih uang buat belanja keperluan minggu depan !!" pak Slamet melemparkan segepok uang ke wajah istrinya dengan kesal."Masak yang enak, jangan sampai kita mengecewakan calon menantu kita yang kaya raya itu!" ujar pak Slamet, kemudian masuk ke kamar, untuk beristirahat. Bu Tuti tampak sangat gusar, dia menatap wajah Ayu putrinya, dengan perasaan yang tak karuan.Sungguh dia tak rela, putrinya yang cerdas dan pintar itu, harus berakhir me
"Rencananya, kamu mau kuliah di mana Nduk? biar besok pagi, setelah selesai kulakan, Ibu antar ke sana" ujar bu Lely, kepada Kanaya."Naya juga belum tahu Bu, semuanya begitu mendadak. Naya juga tidak tahu, Ibu membawakan uang berapa untuk Naya" jawab Kanaya, dengan wajah yang murung.Bu Lely tampak iba, dengan anak langganan pecelnya itu. Bu Lely memang sering kali membeli pecel, yang sering di jajakan secara keliling oleh bu Tuti. Karena hampir setiap hari, bu Tuti pasti akan lewat di depan tokonya.Dari situlah akhirnya bu Tuti tahu, kalau setiap dua minggu sekali, bu Lely akan pergi ke kota, untuk mengantarkan sayuran, dan berbelanja kebutuhan tokonya.Setelah berpikir matang-matang, bu Tuti akhirnya memberanikan diri, untuk meminta tolong kepada bu Lely, untuk menitipkan putrinya saat pergi ke kota, yang memang sangat jauh, dari desanya yang cukup pelosok."Ya sudah, biar besok ibu juga tanya-tanya dulu ya Nduk, kata Ibumu, kamu itu adalah gadis yang cerdas dan pintar, makanya i
"Ya Allah, jagalah putri hamba di luar sana, pertemukan lah dia dengan orang-orang baik, yang mau membantunya.. Lancarkan lah setiap langkahnya dalam meraih cita-cita nya ya Robby..." doa bu Tuti, terus melantunkan doa-doa nya, untuk Putri tercintanya.Hingga larut malam, suaminya belum juga pulang. Bayu putranya sudah tertidur di kamarnya, setelah mulai tadi bersedih dan menangis dalam diam, karena berpisah dari kakaknya."Jangan kamu tangisi kakakmu Le, tapi doakan dia, agar menjadi orang yang berhasil di kemudian hari, kamupun kelak juga harus bisa sekolah setinggi mungkin" ucap bu Tuti, mengusap punggung putra bungsunya itu.Bayu memeluk ibunya erat, dan terisak."Bayu janji akan selalu jaga Ibu, seperti yang diminta oleh Mbak Naya" ucap Bayu, membuat bu Tuti merasa terharu."Jadikan anak-anak hamba sebagai orang yang berguna kelak ya Allah... Kanaya, Bayu, berikanlah kebahagian dan keberuntungan untuk mereka, di dunia maupun di akhirat...." Bu Tuti setiap hari, tak pernah lupa
Pagi harinya, bu Tuti sudah sibuk menyiangi sayuran, untuk membuat pecel seperti biasanya.Perempuan paruh baya itu, jadi teringat dengan putrinya, biasanya Kanaya lah yang akan membantunya membersihkan sayuran, dan mengulek bumbu kacangnya.Lagi-lagi netra nya mulai berair, teringat dengan putrinya itu.'Aku tidak boleh menangisinya, aku harus kuat' gumam bu Tuti lirih.Slamet suaminya masih belum bangun, seperti biasanya, lelaki itu akan bangun ketika matahari sudah tepat berada di atas kepala.Bayu juga baru saja selesai menyapu halaman rumah, yang selalu kotor, karena guguran daun pohon nangka dan rambutan, yang tumbuh rindang di pekarangan nya."Mandi dulu Le, setelah itu sarapan" perintah bu Tuti, kepada putranya itu.Tanpa menjawab, bocah lelaki berusia 9 tahun itu, segera meraih handuk yang tergantung di dekat kamar mandi, dan langsung masuk untuk mandi.Setelah selesai mengenakan seragam sekolah nya, anak itu segera memakan sarapan nasi goreng dengan telur ceplok kesukaannya,
Kanaya akhirnya mendapatkan sebuah tempat kost yang berjarak sekitar 10 menit saja jika berjalan kaki, dari kampus di tempat itu. Tempat kostnya sederhana, hanya terdiri kamar yang berderet-deret memanjang, sekitar 50 kamar single.Kamar berukuran kecil itu, hanya ada kasur busa tipis di dalamnya, dengan sebuah lemari plastik susun 3 baris."Perbulannya 350rb ya dek Kanaya, semoga dek Kanaya betah di sini" ucap Rani sembari tersenyum."Terimakasih Mbak .." jawab Kanaya."Ya sudah, Mbak ndak bisa lama-lama, soalnya setelah ini mau masuk" ucap Rani, berpamitan."Ya Mbak, sekali lagi terima kasih" ucap Kanaya, tulus.Setelah kepergian Rani, Kanaya segera membereskan barang bawaannya.Untuk satu bulan ini, dia bisa tenang, karena sudah membayar sewa kost nya.Dia hitung kembali lembaran-lembaran lusuh, yang di bawakan ibunya tadi malam, sebagai bekal hidupnya, di tempat asing ini."Dua juta lima ratus, kira-kira untuk mendaftar kuliah, habisnya berapa ya??" gumamnya, sambil memandangi t
"Jadi paling tidak harus punya 7 juta ya, untuk daftar dan lain-lainnya?" ulang Kanaya, kepada seorang perempuan muda, bernama Wati, yang kuliah di semester 3 dan juga penghuni kosan itu.Perempuan itu mengangguk."Tidak hanya itu saja lo Nay, waktu kerjakan tugas, dan yang lainnya, itu satu bulannya, aku bisa habis 3 jutaan, itu pun aku sudah super ngirit" ucap Wati, teman baru Kanaya, di kosan.Kanaya tampak terdiam, uang yang sekarang ada di tangannya, takkan cukup untuk membayar, bahkan untuk uang pangkalnya sekalipun."Kalau mau ajukan beasiswa bagaimana Mbak caranya?"tanya Kanaya, menatap ragu, wajah lawan bicaranya."Bisa saja sih Nay, tapi tidak akan semudah itu. Kebanyakan, orang yang ambil beasiswa, ada orang dalam yang membantu, atau dari pihak gurunya dulu, waktu masih di sekolah. Kamu kira-kira ada tidak, orang yang bisa kamu pintai tolong?" tanya perempuan itu lagi, sambil menyampirkan handuk, di pundaknya, bersiap untuk ambil antri mandi. Kanaya menggeleng lemah, "Tid