Share

Gadis Tahanan Ceo
Gadis Tahanan Ceo
Author: Veraazuera

Kantor

Swedia, Gavle, 8 oktober 1998.

Derap langkah kaki seorang wanita memakai high heels berbenturan dilantai marmer. Wanita berusia 30 tahun, bernama Amelia Celline. Bermanik mata biru, kulit putih, rambut pirang dan wajah memiliki tulang pipi menonjol, masih sangat cantik. Seperti tergesa menuju sebuah kamar.

Adrian Aaron, anak lelaki berusia tujuh tahun, tengah menimba ilmu di sekolah dasar salah satu yang ada di Gavle. Adrian memiliki iris mata biru, rambut pendek pirang, hidung berbatang, serta bibir atas tipis-mungil.

Tok ...! Tok...!

"Adrian ... Adrian, bangun sayang, sudah siang!" teriak Mama Amelia. Sambil terus mengetuk pintu.

"Iya, Ma!" seru Adrian di dalam kamar. Kakinya melangkah lebar setelah meraih tas di meja belajarnya, menuju pintu.

Ceklek...

Menampakan Adrian di balik pintu yang terbuka itu.

"Mama kira kamu masih tidur sayang." Mama Amelia mengusap puncak kepala Adrian, seraya tersenyum manis pada anak lelaki itu."Ayo, kita sarapan dulu. Daddy sudah menuggu kita di bawah."

"Humm ..." Adrian berdehem. Di sertai anggukan pelan kepalanya. Mereka melangkah bersama menuruni tangga. 

Sesampainya di meja makan, Andreas Aaron telah menanti anak dan sang istrinya. Lelaki berusia 37 tahun, badan tegap Atletis, iris mata biru, kulit putih, Alis mata hitam mempertegas tatapannya.

"Pagi, Daddy!" ucap Adrian. Ia menarik kursi di sebelah Andreas.

"Pagi, jagoan Daddy!" timpal Tuan Andreas. Mengarahkan kepalan tangan pada sang anak.  Sebuah sapaan gaya anak muda.

Mama Amelia tersenyum bahagia melihat ayah dan anak tersebut. Memiliki keluarga kecil yang bahagia, adalah impian semua orang. Hidup di atas kekayaan. Suami tampan, perhatian, penuh kasih sayang, dan anak yang cerdas. Semua lengkap sudah di miliki oleh Amelia di hidupnya.

"Ayo, kita sarapan dulu!" ujar Amelia. Setelah mengambilkan roti dan susu untuk anak dan suami tercinta.

Setelah menikmati sarapan pagi itu, Andreas dan Adrian pamit pergi. Mengantarkan Adrian ke sekolah terlebih dulu. Sebelum menuju kantornya. Lambaian tangan Amelia mengudara. Seiring mobil Andreas keluar dari rumah bertingkat dua lantai itu. Memiliki perkarangan yang sangat luas. Dan tanaman bunga yang sangat indah menghiasi halaman.

Ya, Amelia sangat menyukai bunga. Hobinya yang suka menanam bunga, membuat dia memanfaatkan perkarangan rumah. Menyulapnya menjadi sebuah kebun bunga yang indah.

***

Di kantor

Pagi itu, Andreas tengah fokus pada layar komputer, mengalihkan pandangannya pada sosok lelaki yang kurang sopan, setengah jangkung itu. Tanpa mengetuk pintu, ia menyelonong masuk.

Andreas mencoba menahan emosinya. Dan bersikap santai di depan lelaki yang bernama Alberto. Tidak jauh beda usianya dari Andreas. Bermanik mata coklat, kulit sawo matang.

"Selamat pagi, Tuan Andreas!" ujarnya. Mengulurkan tangannya, untuk di jabat oleh Andreas.

Andreas menyambut baik tangan Alberto. Ia tahu, bukan tanpa maksud lelaki itu datang ke kantornya pagi ini. Sudah berapa kali lelaki itu mendatanginya dan membujuknya untuk menjual saham restauran-Andreas yang ada di Visby. Tapi, di tolak mentah-mentah oleh Andreas. Letaknya yang strategis, dengan berkembang pesat di kota itu, membuat Alberto mengincarnya.

Ya, lelaki itu mengetahui bahwa Andreas tengah mengalami masalah di anak perusahaannya. Tapi, bagi Andreas ia masih sanggup untuk mempertahankan semuanya itu. Tanpa ada yang harus di jual.

"Pagi, Alberto!" sahut Andreas. Dengan tampang dingin.

"Semoga kau selalu di berikan kesehatan, Tuan Andreas. Aku suka sekali dengan semangat kerjamu," Puji Alberto. Ia menarik kursi untuk di duduki. Tidak lupa, senyuman yang mengembang ikut menyertai raut wajahnya.

"Tidak perlu berbasa-basi Alberto. Langsung saja, apa maksud kedatangan mu kemari?" tanya Andreas. Menatap datar lelaki itu. 

"Sepertinya Anda sangat bersemangat pagi ini, Tuan Andreas. Ah, aku lupa, memang harus begitu untuk membuat anak perusahaan mu kembali normal, iya 'kan?" kata Alberto tanpa rasa bersalah.

"Itu bukan urusanmu!" sanggah Andreas."Jika kedatangan mu kemari hanya membujuk untuk menjual saham itu, keputusan ku masih sama Alberto. Sekarang, dari pada kau membuang waktu ku, lebih baik keluarlah dari ruangan ini."

Bukannya segera beranjak, lalu pergi dari ruangan itu, Alberto malah tertawa lebar. Menjadikan perkataan Andreas sebagai lelucon. 

"Tenanglah, Tuan Andreas. Aku datang kemari bukan dengan penawaran yang biasa lagi untukmu." Alberto memperbaiki posisi duduknya. Menatap lekat pada Andreas yang sangat dingin padanya.

"Kali ini, aku akan membeli saham mu dengan harga yang kau inginkan. Asalkan restauran mu yang ada di Visby, menjadi milikku. Dan... Kau juga bisa menutupui kerugian yang di alami anak perusahaan mu." Lanjutnya. Dengan begitu enteng.

Andreas tersenyum kecut mendengar ucapan Alberto yang hanya sampah baginya."Kau tenang saja, aku masih bisa menanganinya dengan baik. Kau tak perlu cemas!"

"Berpikirlah dengan baik, Tuan Andreas. Apa kau mau membuat anak dan istrimu terseret dalam kesengsaraan hidup? Aku berbaik hati padamu, sebagai teman lama." Titah Alberto. Membayangkan pada Andreas jika mereka sampai jatuh miskin.

Sebagai pengusaha yang hebat, membuat  orang berlomba-lomba  hendak menjatuhkan Andreas yang selalu memenangkan tander. Dan salah satu yang di alami Andreas, tak lain adalah permainan dari pesaing bisnisnya.

Entah dari siapa, yang pasti Andreas tengah menyelidiki kasus itu. Tidak menutup kemungkinan, orang terdekat dapat menjadi musuh.

"Apa pun yang kau tawarkan dan harga yang menyejukkan mata, sampai kapan pun aku tidak akan menjualnya, Alberto." Andreas melonggarkan dasi yang tiba-tiba merasa gerah. Merasa muak dengan tawaran yang tidak sama sekali membuat Andreas goyah. Baginya, jika masih bisa di pertahankan, dia tidak akan menjual apapun aset yang dia miliki.

Mendengar ucapan Andreas yang masih tidak membuahi hasil, membuat Alberto tersulut amarah di dada yang mulai membusung. Rahangnya mulai mengeras menaham geram terhadap Andreas. Tidak ada penolakan dalam hidup Alberto.  Ia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkannya.

Hanya kepada Andreas, dia masih mau berbicara baik-baik. Kenyataannya, lelaki itu sampai detik ini juga tidak mengubah keputusannya.

"Pikirkan baik-baik, Andreas. Jangan sampai keputusanmu salah. Dan ingat! Kesempatan itu tidak datang dua kali. Jangan menyia-nyiakan kesempatan baik yang aku tawarkan ini. Jangan sampai menyesal nantinya!!" kata Alberto. Mengeluarkan selembar cek kosong untuk diisi oleh Andreas berapa nominal angkanya. Meletakan kertas itu dimeja Andreas.

"Kertas ini masih kosong, kau tinggal tulis berapa yang kau inginkan." Lanjutnya. 

Andreas yang tidak bisa lagi bersahabat dengan amarahnya, ia beranjak dari kursi. Tangannya menelusup masuk ke saku celana bahan nan panjang, membaluti kaki jenjangnya. 

"Aku katakan sekali lagi padamu, Alberto. Sampai kapan pun aku tidak akan menjualnya padamu. Dan... Jangan pernah kau datang jika hanya membahas soal itu lagi. Ingat itu baik-baik!" tegas Andreas. Membuang pandangan kesembarangan arah, ia tidak sudi lagi melihat lelaki itu.

"Pintunya masih di sana." Tangan Andreas mengarah ke pintu. Ia berucap."Silahkan, keluar dari ruangan ini!"

Alberto yang merasa terhina,ia beranjak dari kursi itu. Memperbaiki jasnya yang tidak lagi baik. Begitu dengan hati yang mulai memendam amarah. Tatapan mata, menyimpan ke bringasan. Seolah siapa dia, orang lain harus mengenali itu.

"Jangan menyesali keputusan yang telah kau buat ini, Andreas! Semoga kau baik-baik saja." Titah Alberto. Menatap tajam pada Andreas yang membuang muka padanya. Seakan ada maksud dari ucapannya itu.

"Silahkan!" Andreas mempersilahkan Alberto meninggalkan ruangannya.

Bersambung...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nanas Cute
kereeeen 😍 saya suka saya suka
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status