Home / Romansa / Gadis Tanpa Ingatan / 4. pertemuan dengan sang Adik

Share

4. pertemuan dengan sang Adik

Author: Alvarezmom
last update Last Updated: 2025-06-04 09:20:20

B 4 Pertemuan dengan Sang Adik

Angin sore menyusup melalui celah jendela, membawa aroma bunga kamboja yang tertiup dari halaman belakang rumah megah kediaman Elvano. Raina duduk di kursi rotan dekat balkon lantai dua, memandangi langit jingga yang perlahan berubah biru tua. Di tangan nya ia memegang secangkir teh melati sudah mendingin.

Hari-harinya terasa lambat sejak ia tinggal di rumah Elvano. Lelaki itu lebih sering pergi pagi buta, pulang malam hari, dan hanya mengeluarkan sepatah-dua patah kata padanya. Dinginnya bukan seperti angin malam, tapi lebih seperti kaca es yang membeku dan tajam.

Tapi hari ini berbeda.

Suara mesin mobil terdengar di bawah memasuki pekarangan rumah megah Elvano. Tak lama, terdengar tawa ringan dan langkah kaki yang cepat mendekat ke dalam rumah. Raina menoleh, merasa penasaran untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir. Ia mendengar suara tawa di rumah megah ini.

Seseorang terdengar menaiki tangga menuju ke lantai dua. Langkah itu ringan tapi mantap. Ketika sosoknya muncul di balik koridor, Raina sedikit terperanjat.

Lelaki itu…

Siapa dia? Batin Raina.

Wajahnya mirip Elvano, namun ia lebih muda. Lebih hangat. Lebih bersahabat. Mata cokelatnya tidak dipenuhi bayangan seperti milik kakaknya. Bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman kecil. Di lantai dua mata mereka saling bertemu.

"Eh?" Lelaki itu menghentikan langkahnya,

Ia terus menatapku tanpa kedip. Namun sesaat kemudian ia mengernyit lucu. "Kamu bukan Mbak Rani. Ucap nya lalu bertanya.

Siapa kamu?"

Raina berdiri dengan kikuk. Sambil menunduk ia berkata. "Aku… aku Raina."

“Raina?” Lelaki itu berjalan menghampiri nya, menatapnya sejenak dengan mata berbinar bahagia. “Kamu yang tinggal di sini sekarang, ya?tanya pria itu, lalu mengulurkan tangannya dan berkata. Perkenalkan Aku Tristan. Adiknya Elvano.” ucapnya lembut.

Raina mengangguk pelan. Dan tersenyum. “Senang bertemu denganmu…”

“Wah, kamu beneran cantik ya,” gumam Tristan, tanpa basa-basi. “Elvano nggak bilang apa-apa soal kamu. Aku kira dia masih betah hidup kayak pertapa di rumah ini.” cerocos Tristan.

Wajah Raina memerah, ia tak terbiasa dengan sebuah pujian yang dilontarkan begitu santai. “Aku cuma numpang… untuk sementara.” jawab Raina.

Tristan terkekeh. “Kalau numpang tapi bikin suasana rumah jadi hangat begini, aku rasa kamu boleh tinggal lama-lama.”

Ada sesuatu dalam caranya bicara yang menenangkan. Berbeda jauh dari Elvano yang selalu seperti sedang memegang kontrol atas segalanya. Tristan seperti… pelabuhan sementara dari badai.

“ Apakah Kakakmu… selalu seperti itu?” Raina akhirnya memberanikan diri bertanya.

Tristan hanya mengangkat bahu, lalu duduk di kursi di sebelahnya. “Kalau kamu maksud ‘itu’ adalah kayak patung es yang bisa ngomong, ya, sejak dulu memang begitu. Tapi dia nggak jahat kok. Cuma… rusak.”

“Rusak?” bisik Raina.

“Bukan tubuhnya,” sahut Tristan sambil menyender ke kursi, menatap langit. “Tapi hatinya.” jelas Tristan.

Ada jeda sejenak. Hening. Raina memandangi tangan mungilnya yang terlipat di pangkuan nya. Mengapa Rasanya seperti mendengar bayangan dirinya sendiri.

“Aku juga… merasa kalau aku rusak,” lirihnya tanpa sadar.

Tristan menoleh. “Kamu bilang kamu amnesia, kan?”

Raina mengangguk pelan. “Tapi… bahkan sebelum aku lupa, aku merasa kosong. Seperti... tidak ada satu pun yang bisa kusebut milikku. Tidak ada tempat kembali. Tidak ada alasan untuk bertahan.”

Suara itu lirih, namun jelas. Luka-luka itu mengendap dalam setiap jeda kalimatnya. Tristan tidak tertawa, tidak memberi komentar basa-basi. Ia hanya memandang gadis itu dengan sorot yang tidak menghakimi.

“Mungkin kamu pernah punya semuanya,” katanya akhirnya, “lalu kehilangan dalam waktu yang sangat cepat.”

Dengan cepat Raina menoleh padanya.

Atau....

“Mungkin juga kamu memang tidak punya siapa-siapa sejak awal. Tapi kamu tetap bertahan sampaj di detik ini, kan?” ucap Tristan.

Hening.. taj ada jawaban .

Sebuah keheningan lagi membentang, sebelum senyum tipis muncul di wajah Raina. Ia tak menjawab. Tak perlu.

Keduanya hanya terdiam beberapa saat, menikmati ketenangan langka itu. Hingga suara berat khas Elvano terdengar dari ujung tangga.

"Tristan," sapanya singkat.

Tristan berdiri dan menyambut kakaknya dengan pelukan cepat. "Lama banget nggak pulang. Kamu kelihatan tua, Van." Ucap Tristan mengolok kakak nya.

“Elu juga masih kayak bocah,” balas Elvano datar.

Lalu matanya bergerak ke arah Raina. Sorot itu lagi. Dingin. Tidak menyukai.

“Kamu udah kenal Raina?” tanyanya, seolah itu sesuatu yang tidak penting.

“Udah,“Dia begitu manis dan lembut. Kamu nyuruh dia tinggal di sini karena kasihan, atau karena… tertarik?”

“Jangan mulai, Tris.” Elvano berbalik, nada suaranya seperti pintu yang ditutup paksa.

Raina tahu dirinya tidak seharusnya mendengarkan percakapan itu. Tapi langkahnya terasa berat untuk pergi.

Setelah Elvano berlalu, Tristan menyenggol bahu Raina. “Maaf ya, kakakku itu memang kayak paku. Nggak fleksibel. Tapi percayalah, dia baik kalau kamu berhasil menembus bentengnya.”

Raina mengangguk pelan. Tapi dalam hati ia bertanya-tanya, apakah ia benar-benar ingin tembus ke dalam benteng itu? Atau… akan lebih aman jika ia tetap berdiri di luar pagar?

Raina bingung Karena ia selalu merasa, jika terlalu dekat, luka-luka lama bisa terbuka. Bukan hanya milik Elvano… tapi juga miliknya sendiri.

Dan mungkin, luka itu bisa lebih dalam daripada yang pernah ia duga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Tanpa Ingatan   8. Pertemuan di rumah tua

    Elvano tidak langsung merespons sentuhan itu. Ia menatap tangan Raina yang menggenggam tangannya dengan pelan, seakan bertanya: Kenapa kau tak pergi saja? Kenapa tetap bertahan di hadapanku yang tak bisa menjanjikan apa pun?Namun, Elvano tahu, ia lelah berpura-pura. Lelah menahan sesuatu yang seharusnya bisa ia ungkapkan sejak lama. Hatinya telah lama beku sejak kehilangan yang dulu, dan ia membiarkan dinding tinggi menutupi segalanya. Tapi malam ini, dinding itu retak—dan Raina berdiri tepat di balik celahnya.“Aku tidak mengerti kenapa aku merasa seperti ini setiap bersamamu,” lirih Elvano akhirnya, suaranya berat. “Padahal aku tahu aku harus menjaga jarak. Tapi saat melihatmu berdiri di jendela malam itu, tampak tersesat dan sendirian… aku tahu aku tak bisa membiarkanmu terus seperti itu.”Raina menatap pria itu tanpa berkata. Di matanya, Elvano bukan hanya lelaki yang sulit ditebak, tetapi juga seseorang yang menyimpan begitu banyak luka dan ketakutan yang belum tersembuhkan. Ia

  • Gadis Tanpa Ingatan   7. ciuman yang tak disengaja

    Hujan turun deras malam itu, menyapu jendela rumah besar Elvano dengan irama yang ritmis dan menyayat. Di balik tirai tipis, Raina berdiri diam memandangi langit yang kelabu. memantulkan kegelisahan yang sejak sore tadi terus menghantui pikirannya.Sejak menerima telepon misterius yang menyebut nama "Amara", pikirannya kacau. Nama itu terdengar begitu akrab, namun saat ia coba menggalinya, hanya kehampaan yang menjawab. Ia merasa seperti seseorang yang berjalan di lorong gelap tanpa tahu ke mana arah pulang.Langkah kaki berat terdengar mendekat ke arahnya. Raina menoleh.. terlihat Elvano sedang berjalan mendekat.“Apa Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya datar, tapi ada nada lembut yang berusaha ia sembunyikan.Raina menatap pria itu yang berdiri tak jauh dari nya. “Apakah menurutmu aku… orang jahat?” tanyanya tiba-tiba.Elvano mengerutkan kening. “Kenapa kau berpikir begitu?”“Aku tidak tahu siapa diriku. Tapi… kenapa ada seseorang yang menyebutku dengan nama lain? Kenapa aku m

  • Gadis Tanpa Ingatan   6. telepon dari masa lalu

    Sudah lewat tengah malam ketika Raina terbangun karena mimpi yang sama untuk ketiga kalinya di minggu ini.Tangisan. Kilat. Bunyi klakson. Dan jeritan seseorang yang memanggil nama… Amara.Ia terduduk dengan napas memburu. Keringat membasahi pelipis dan lehernya. Ia begitu gelisah, ia buru buru ke dapur untuk mencari air minum. Berharap bisa mengurangi kegelisahan yang sedang ia rasa. Ia langsung menegak habis air putih di tangan nya. Setelah sedikit tenang ia kembali ke kamarnya. Ia duduk bersandar di sofa kamar. Berusaha mengingat suara dan nama yang di panggil lewat mimpinya.Amara.. ia mulai kembali gelisah mengingat nama itu. Namun bukan hanya mimpi itu yang membuatnya gelisah malam ini.Sebuah ponsel asing bergetar di bawah laci meja samping tempat tidurnya. Ia bahkan tidak tahu kapan benda itu ada di sana. Elvano tak pernah memberinya ponsel. Dan ia sendiri yakin bahwa ia tidak pernah menyimpannya.Dengan tangan gemetar, ia menarik laci. Sebuah ponsel hitam, model lama, menyala

  • Gadis Tanpa Ingatan   5. bekas luka di pergelangan tangan

    Hujan semalam meninggalkan aroma tanah basah yang pekat di udara. Raina terbangun lebih pagi dari biasanya. Udara masih dingin saat ia melangkah pelan keluar kamar menuju dapur kecil di sisi barat rumah. Tangannya gemetar ringan, bukan karena suhu, tapi karena mimpi semalam yang begitu mengguncang pikirannya. Wajah-wajah seseorang. tanpa nama kembali menghantui mimpi mimpinya.Ia bahkan tidak tahu mengapa wajah-wajah itu sering hadir di mimpi-mimpinya.apakah itu bayangan masa lalu atau hanya imajinasi dari otak kosongnya.Tenggorokannya kering. Ia membuka lemari kaca untuk mengambil gelas.Ketika ia membuka lemari, tangannya tanpa sengaja menyentuh gelas yang licin karena embun. Benda itu meluncur dan pecah menghantam lantai.Praang.....“Ah!” serunya pelan, refleks Raina menarik tangannya. Tapi serpihan kecil sempat menggores pergelangan kirinya.Darah menetes. Luka itu dangkal, tapi cukup membuatnya panik.“Dasar ceroboh…” gumamnya sendiri, buru-buru membungkus tangan dengan tisu.T

  • Gadis Tanpa Ingatan   4. pertemuan dengan sang Adik

    B 4 Pertemuan dengan Sang AdikAngin sore menyusup melalui celah jendela, membawa aroma bunga kamboja yang tertiup dari halaman belakang rumah megah kediaman Elvano. Raina duduk di kursi rotan dekat balkon lantai dua, memandangi langit jingga yang perlahan berubah biru tua. Di tangan nya ia memegang secangkir teh melati sudah mendingin.Hari-harinya terasa lambat sejak ia tinggal di rumah Elvano. Lelaki itu lebih sering pergi pagi buta, pulang malam hari, dan hanya mengeluarkan sepatah-dua patah kata padanya. Dinginnya bukan seperti angin malam, tapi lebih seperti kaca es yang membeku dan tajam.Tapi hari ini berbeda.Suara mesin mobil terdengar di bawah memasuki pekarangan rumah megah Elvano. Tak lama, terdengar tawa ringan dan langkah kaki yang cepat mendekat ke dalam rumah. Raina menoleh, merasa penasaran untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir. Ia mendengar suara tawa di rumah megah ini.Seseorang terdengar menaiki tangga menuju ke lantai dua. Langkah itu ringan tapi m

  • Gadis Tanpa Ingatan   3. ujian membuat kopi dan rahasia yang tersembunyi

    Hujan masih berjatuhan pelan ketika pagi menjelang. Cahaya matahari enggan menembus pekatnya awan, menyisakan warna abu-abu yang dingin menyelimuti kota. Raina berdiri di depan cermin, menatap dirinya sendiri dengan rasa tidak percaya. Gadis yang menatapnya kini masih asing, dan pikirannya penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.Namun di dalam dada, ada benih harapan yang tumbuh namun begitu samar, benih yang mulai tumbuh sejak malam tadi. ketika Elvano, pria dingin itu, memberinya pilihan.Di pagi hari setelah sarapan yang begitu hening dan canggung, Raina mulai bersiap untuk pergi ke kantor Elvano. Ia mengenakan pakaian sederhana yang disediakan mbok Ira, pakaian yang terlihat terlalu besar untuk tubuhnya yang kurus dan lelah. Dengan langkah ragu, ia meninggalkan kamarnya lalu menuruni tangga menuju ruang utama rumah megah itu.Sementara Elvano sudah menunggu di pintu masuk, berdiri tegap dengan tangan disilangkan di depan dada. Saat Raina berjalan semakin mendekat, Tatapannya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status