Share

Bab 3

Aku meregangkan tubuhku. Hari ini aku sudah selesai dengan tugasku membersihkan taman. Saat pertama kali masuk ke tubuh ini, aku masih tidak percaya dan mengira ini mimpi. Aku masih ingat saat dimarahi oleh pelayan tua itu karena tidak tau apa yang harus dikerjakan. Namun sekarang aku sudah mahir dan ingat apa yang harus kukerjakan selanjutnya.

Setelah membersihkan taman, seharusnya aku pergi ke dapur untuk membantu mencuci piring.

"Hei, pembantu kecil di sana!" panggil seseorang.

Aku menoleh ke belakang dan menemukan beberapa pelayan tengah membawa buku di atas kereta kecil yang mereka dorong. Mau tak mau aku pun menghampirinya.

"Iya?"

"Apa kau sudah selesai dengan tugas membersihkan taman?" tanya salah satu dari mereka.

"Iya, sudah kukerjakan." 

"Bagus. Kalau begitu bantu kami untuk membawa ini ke perpustakaan istana."

"Maaf? Tapi aku hanya seorang pembantu. Mana mungkin aku diperbolehkan masuk ke perpustakaan istana."

Oh ayolah. Bahkan hanya pelayan yang dipilih saja yang boleh masuk ke perpustakaan istana, tapi kalian menyuruhku yang hanya pembantu ini masuk ke sana? Ada perbedaan jauh antara pelayan istana dan seorang pembantu. Pembantu lebih seperti pekerja lepas atau freelancer jika di jaman modern.

"Perpustakaan istana tidak mempunyai penjaga, kau tidak tau?" ucap mereka.

"Benarkah?"

"Benar, tapi perpustakaan istana memiliki sihir penghancur bagi mereka yang mengancam nyawa keluarga Kaisar atau bangsawan," lanjut mereka dengan santai.

"Apa?!" jeritku.

"Kau tak keberatan, kan?"

"Kami akan meninggalkan buku ini. Langsung kau susun saja menurut list yang ada di sini."

"Tu-tunggu, aku tidak bilang-" ucapanku terpotong saat mereka memberiku tumpukan buku.

"Kalau begitu kami serahkan padamu, ya? Kami harus mengejar toko kue yang baru buka."

Aku melongo melihat kepergian mereka yang begitu cepat. Sial, aku dikerjai! Aku melirik tumpukan buku di atas kereta dan di tanganku. Aku menghela napas dan menaruh buku yang di tanganku ke atas kereta. Aku memutuskan untuk cepat menyelesaikannya.

Karena taman istana dan perpustakaan berada di istana Kaisar, kupikir tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai. Ternyata aku salah. Istana Kaisar hampir sama dengan jarak aku pulang pergi kuliah di kehidupanku sebelumnya, padahal rumahku cukup dekat dengan universitas. Terlebih dengan kaki kecil ini, rasanya aku akan mati karena dehidrasi.

"Aku sampai." 

Aku berlutut di depan perpustakaan. Aku benci ini. Kembalikan aku ke jamanku. Aku rindu dengan transportasi umum yang membuatku sampai lebih cepat walau harus mencium bau ketiak lelaki tua!

"Sudahlah, tidak ada gunanya." 

Aku menghela napasku dan segera menyingkirkan pikiranku. Aku pun membuka pintu perpustakaan yang seperti gerbang itu. Wajahku seketika berseri melihat luasnya tempat itu.

"Wajar untuk istana negara seperti ini bukan? Apa di sini juga ada semacam novel atau sejenisnya?" ucapku asal.

Aku mulai merapikan buku-buku dan menyusunnya di rak mengikuti list yang diberikan para pelayan. Sesekali aku membaca isi buku tersebut. Aneh sekali karena aku mengerti tulisan yang belum pernah kulihat ini. Akan wajar jika Irish seorang bangsawan, tapi Irish hanya seorang anak dari rakyat biasa.

Tidak mungkin baginya untuk mengetahui tulisan ini kecuali belajar. Apa orangtuanya pernah mengajarinya tulisan? Aku terdiam dan berpikir. Seketika itu aku seperti tersengat listrik. 

"Ugh... Sakit," rintihku sembari memegangi kepala.

Apa itu tadi. Aku tak dapat mengingat apapun sebelum 2 bulan yang lalu, seperti ada yang menghalangiku. Kurasa itu wajar, mungkin tubuh ini hanya membutuhkan jiwa yang cocok untuknya. Itu adalah bentuk pertahanan diri. Juga, mungkin aku tidak memasuki tubuh ini seminggu yang lalu, tapi 2 bulan yang lalu saat aku mulai menyadari keberadaan Irish.

"Ini sangat membingungkan," gumamku.

"Apa yang kau bingungkan?" 

Aku tersentak dan menoleh untuk memastikan siapa yang berbicara. Wajah tampan nan rupawan, rambut dan mata berwarna emas, jelas sekali dia adalah seorang bangsawan. 

"Ah, maafkan saya Tuan."

Aku segera menyusun buku terakhir di rak dan berniat pergi. Tidak ada bagusnya berurusan dengan para bangsawan yang angkuh.

"Kau tidak diajarkan tata krama, ya? Siapa yang menyuruhmu pergi?" tanyanya.

Aku menghentikan langkahku dan berbalik lagi ke arahnya. Saat ini ia tengah berada di atas tangga kayu untuk menjangkau rak teratas. Mungkin karena rak buku di istana lumayan tinggi dan pemuda itu tampaknya masih berumur belasan tahun.

"Siapa kau? Apa kau tau perpustakaan istana tidak boleh dimasuki oleh sembarangan orang?"

"Saya minta maaf, saya hanya membantu para pelayan."

Pemuda itu melihatku dari ujung rambut hingga kaki. Ia mendecih dan memalingkan wajahnya. "Tak kusangka penjagaan di istana semakin buruk. Mereka sekarang membiarkan budak masuk ke sini."

"Maaf?"

Aku mengerutkan keningku. Budak katanya? Budak adalah orang yang kehilangan identitasnya dan tidak diakui oleh negara. Entah karena negeri si budak telah hancur atau ia yang memang tidak punya identitas. Bahkan untuk rakyat jelata sendiri, budak adalah orang rendahan.

"Bukankah aku benar? Pakaian dan wajah jelekmu itu. Sudah cukup untuk mengatakan kau rendahan."

"Begitu, ya?" Aku terdiam, tanganku mengepal kuat. Jadi seperti ini perasaan Irish setiap harinya? Dicaci maki dan direndahkan.

"Lantas kenapa jika aku seorang budak?"

"Apa?" Pemuda itu terlihat kebingungan dengan sikapku.

"Hanya karena kau seorang bangsawan, kau pikir dirimu hebat? Dasar menyebalkan." Aku menatapnya sinis dan berbalik tak peduli. 

"Hei! Apa kau tau siapa aku?! Beraninya mengatakan aku menyebalkan!" teriak pemuda itu.

Ya, ya, terserah. Kuyakin dia adalah tuan muda dari keluarga bangsawan yang sangat manja hingga tidak tau kepahitan hidup itu seperti apa. Aku ini lebih tua darimu tau!

"Hei! Tu-tunggu!" 

Huft... Aku menoleh untuk melihat apa yang ingin ia tunjukkan kali ini karena ia sangat berisik. Betapa terkejutnya aku saat melihat ia tampak kehilangan pijakan di anak tangga.

"Hei kau, awas!" jeritku. Aku berlari dan merentangkan tanganku. Sial, tubuh ini terlalu kecil. Setidaknya, setidaknya biarkan aku melindungi kepalanya!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status