공유

2. Menjadi Anjing Rigen Ataraka.

작가: Lil Seven
last update 최신 업데이트: 2025-04-14 09:40:02

Aku menunduk, jantungku berdegup kencang saat Rigen menatapku dari singgasananya, sofa kulit hitam di sudut ruangan.

Di sebelahnya, berdiri Jovian, sekretaris terpercaya Rigen yang langsung datang begitu tuannya memanggil.

Tatapan tajam Rigen menusuk hingga ke sumsum tulangku, seakan menelanjangiku hanya dengan pandangan itu saja.

"Ariella."

Rigen memanggil namaku, suaranya sangat menakutkan sehingga aku gemetar tanpa sadar.

"Apa yang kamu lakukan saat aku koma?"

Rigen bertanya dengan suara rendah, nyaris berbisik, tapi justru semakin membuat ketakutanku memuncak.

Menelan ludah, aku mencoba menemukan jawaban yang tepat, tapi tubuhku seakan terkunci dalam aura dingin miliknya.

Rigen mengulurkan tangannya, telunjuknya mengarah padaku, lalu dengan gerakan perlahan dia menepuk pahanya sendiri. "Ke sini," perintahnya.

Mataku mengerjap, ragu.

"Aku tidak suka mengulang," tambahnya, lebih dingin kali ini.

Kakiku melangkah dengan gemetar. Begitu sampai di hadapannya, Rigen meraih daguku, memaksaku menatap matanya yang gelap dan penuh misteri.

"Kamu pikir aku tidak tahu, Riel?" bisiknya, ujung jarinya melayang di atas kulit leherku, membuat bulu kudukku berdiri.

"Kamu menikmati setiap detik menyentuh dan menciumku, saat kamu pikir aku tak akan pernah bangun. Benar kan?"

Aku tersentak melihat ekspresi jijik di wajahnya.

"Bukan begitu!" sergahku cepat.

Rigen menyeringai. "Lalu, bagaimana?"

Saat aku menatap seringainya yang menakutkan, aku kehilangan kata-kata.

Rigen melepaskan cengkeramannya dengan kasar, lalu berdiri.

Aku mundur selangkah, tapi dia lebih cepat. Tangannya sudah mencengkeram pergelangan tanganku, menarikku lebih dekat hingga dada bidangnya hampir menyentuhku.

"Aku tidak akan membuatnya mudah untukmu," bisiknya. "Jangan pernah berpikir kau bisa pergi tanpa konsekuensi, Ariella."

Aku tahu, aku dalam bahaya. Tapi entah kenapa, tubuhku justru terasa panas menghadapi tatapan tajamnya itu.

Mencoba menarik napas dalam-dalam, aku mencari ketenangan, tapi udara terasa berat di antara kami. Tatapan Rigen semakin tajam, dan tangannya yang mencengkeram pergelangan tanganku terasa hangat tapi mencekam.

"Kamu ingin tahu apa yang terjadi ketika seseorang berani mempermainkanku, Riel?"

Suaranya dalam, mengalir seperti racun manis yang menusuk ke dalam pikiranku.

Mendengar itu, aku hanya bisa menelan ludah, dengan tenggorokan yang terasa kering.

"Rigen...."

Dia menatapku tanpa berkedip, lalu dengan tiba-tiba, dia menarikku ke bawah, membuatku setengah berlutut di hadapannya.

Jantungku seakan berhenti berdetak. Aku bisa merasakan kehangatan tubuhnya begitu dekat, aroma maskulinnya menguar di sekitarku, membuat pikiranku kacau.

"T-tapi, Rigen. Aku... aku adalah istrimu."

Dengan suara tercekat menahan sakit cengkeraman tangannya di rambutku, aku mengatakan hal itu.

"Istri?"

Rigen yang tampak gila itu tertawa, tangannya yang tadi mencengkeram rambutku kini beralih ke pipiku.

Sakit.

"Oh. Itukah alasanmu mencium bibirku, menggerayangi tubuhku, dan melepas bajuku saat aku koma, ISTRIKU SAYANG?"

Kemarahan berkobar di matanya. Seakan-akan dia sangat jijik setiap kali mengingat apa yang telah kulakukan padanya beberapa saat lalu.

"I-itu...!"

Wajahku memanas, tak sanggup menjawab.

"Berani sekali kamu menyentuh tubuhku tanpa izin, Riel. Haruskah aku menelepon polisi sekarang dan melaporkan pelecehan seksual? Atau... langsung kuhabisi saja dirimu, hm?"

"T-tidak. Jangan! Tolong jangan lakukan itu!"

Aku berteriak dengan panik. Dari reaksi Rigen sekarang, dia sepertinya bahkan sangat mungkin melakukan itu semua.

Ya Tuhan, aku masih tak ingin mati!

"A-apa salahku menyentuhmu, Rigen? Kita... kita suami istri."

Dengan suara tercekat, aku mencoba membela diri.

"Karena aku tidak suka. Aku paling benci dengan seseorang yang menyentuh tubuhku tanpa izin. Saking bencinya, aku mungkin bisa menghancurkan orang itu berkeping-keping."

Jawaban dingin Rigen membuat tubuhku gemetar, sehingga dengan suara tercekat aku berkata, "Sekarang... sekarang apa yang harus kulakukan? Aku minta maaf!"

Rigen memandangku dengan tatapan bosan, memanggil namaku dengan suara malas.

"Ariella."

"Y-ya?"

Takut-takut, aku mendongak menatapnya. Pria dengan wajah yang sangat tampan, tapi gila.

"Jadi anjingku."

Rigen berkata dengan tenang, menatap tepat di tengah mataku.

"A-anjing?"

Refleks, keningku berkerut, tak mengerti maksud perkataan Rigen. Sedangkan Rigen melambaikan tangannya ke arah Jovian, seakan tak peduli dengan apa pun reaksiku.

"Jovian."

Dengan sigap layaknya seorang sekretaris profesional, Jovian langsung menyerahkan sebuah tali anjing kepada tuannya, seakan paham apa yang diminta oleh Rigen hanya dengan sebuah lambaian tangan.

"Ini, Tuan."

Rigen memegang tali anjing berwarna merah muda itu dengan senyuman sinis.

Melihat tali anjing yang sudah ada di tangan Rigen, mataku terbelalak kaget. Terutama saat melihat sebuah nama terukir di sana.

T-tunggu, sejak kapan Jovian menyiapkan tali anjing dengan kalung bertuliskan namaku?!

Apakah mereka berdua sudah merencanakan ini sejak lama? Tapi... bukankah Rigen baru beberapa menit lalu terbangun dari koma?

"Pakai sendiri atau kupakaikan, Riel?"

Rigen bertanya dengan nada berbahaya, sehingga aku reflek mengambil tali anjing di tangannya dan menjawab dengan terbata-bata dengan nada yang sangat formal.

"Saya... saya akan memakainya sendiri, Tuan!"

Tergesa-gesa, kukalungkan tali anjing itu di leherku. Begitu melihat liontin dengan namaku bergoyang di leherku, untuk pertama kalinya, aku melihat Rigen tersenyum, tampaknya puas.

Pria gila itu lantas bangkit dari duduknya dan berjalan dengan diikuti sekretarisnya yang setia, Jovian.

Langkah kakinya begitu elegan dan berwibawa, dengan aura berkuasa yang rasanya membuat napasku tercekik.

"Tetap di kamar sampai kemarahanku mereda, Istriku."

Saat Rigen mengatakan hal itu dengan suaranya yang menakutkan, aku segera menjawab dengan patuh.

"B-baik."

Begitu sosok yang sangat berkuasa itu pergi dan pintu kamar tertutup, tubuhku seketika merosot ke lantai, kehilangan tenaga.

"Arrgh, kenapa jadi begini?! Harusnya aku tak pernah menerima tawaran ayah jika akhirnya seperti ini!"

Kuacak rambutku untuk menyalurkan rasa frustrasi.

"Dia sangat menakutkan... Rigen Ataraka, aku tak mengira jika rumor yang mengikutinya ternyata benar-benar nyata!"

Pria ini memang memiliki banyak julukan menakutkan yang terkenal, tapi aku tak menyangka jika itu semua bukanlah rumor biasa!

Melihat bagaimana aku yang awalnya adalah istrinya dan berubah menjadi anjing peliharaannya dalam sekejap, tiba-tiba terpikir.

"Haruskah aku melarikan diri?"

Begitu pikiran itu muncul, kakiku refleks berlari ke arah pintu.

Rumah besar ini sepi, Rigen dan Jovian tampaknya pergi entah ke mana. Sepertinya belum terlambat untuk melarikan diri sekarang...

Dalam sekejap, tanganku sudah memegang pintu kamar. Meski sedikit gemetaran, kubuka pintu dengan maksud melarikan diri secepatnya.

Namun, begitu pintu terbuka dan aku melangkah keluar satu langkah, kalung anjing di leherku berbunyi nyaring. Dan seakan hal itu memicu alarm entah di mana, segerombol pria kekar berpakaian serba hitam berlarian ke arahku.

"Nona, Anda tidak bisa keluar dari ruangan ini."

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
댓글 (4)
goodnovel comment avatar
Lil Seven
iyaaa maaf ya
goodnovel comment avatar
Maha Bintang
bahasanya kasar. ndak jadi baca
goodnovel comment avatar
Lil Seven
hahahaha sabar yaaa bacanya
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   284. Gila Karena Kamu

    Cahaya matahari pagi merembes masuk melalui tirai tipis kamar besar itu. Udara masih hangat, penuh aroma bercampur antara parfum Rigen dan peluh semalam. Ariella membuka matanya perlahan. Tubuhnya terasa letih, bahkan untuk sekadar menggerakkan jari. Ia masih berada dalam pelukan Rigen. Lelaki itu memeluknya erat, wajahnya menempel di rambut Ariella, napasnya teratur, berat namun damai. Seakan badai semalam tidak pernah ada. Ariella menatap wajahnya yang tertidur. Ada ketenangan di sana, sesuatu yang jarang ia lihat ketika lelaki itu bangun. Hatinya meremas. Perasaan benci, cinta, takut, dan rindu bercampur jadi satu. Ia berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi pelukan Rigen terlalu erat. “Jangan bergerak, Riel." Suara berat itu tiba-tiba terdengar, serak dan masih mengantuk. Rigen membuka mata setengah, menatapnya. “Tetap di sini.” Ariella terdiam. “Aku harus bangun…” “Tidak.” Rigen menutup matanya lagi, menariknya lebih dekat. “Kamu tetap di sini. Aku belum selesai memeluk

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   283. Belenggu Cinta

    Rigen menunduk, bibirnya menelusuri leher Ariella, meninggalkan jejak panas di kulit yang bergetar. “Karena aku keras kepala. Karena aku mencintaimu dengan cara yang salah. Tapi malam ini, aku akan buat kamu merasakannya, bukan hanya mendengarnya.” “Rigen… jangan…” Ariella merintih, napasnya tersengal, tubuhnya bergetar di bawahnya. “Jangan apa?” tanya Rigen, mengangkat wajahnya, tatapannya tajam menembus mata Ariella. “Jangan mencintaimu? Jangan gila karena kamu? Itu mustahil.” Ariella menggigit bibir, air matanya jatuh satu per satu. “Aku takut… kalau kamu bohong…” Rigen menunduk, mencium bibirnya dengan brutal, menelan tangisnya. “Aku akan cium kamu sampai kamu tidak bisa lagi meragukanku, Riel," jawabnya tanpa ragu. Ciuman itu panjang, dalam, menuntut. Ariella terengah, suaranya pecah di sela bibir yang disergap. “Rigen… ahh…” Rigen melepaskan tangannya hanya untuk menarik pinggang Ariella lebih dekat. “Aku ingin dengar suaramu. Aku ingin kamu teriak namaku. Biar semua

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   282.

    “Kenapa… kenapa selalu aku yang harus menanggung ini?” Ariella terisak di sudut ranjang, lututnya ditarik ke dada. Air matanya tak berhenti, matanya bengkak, suaranya parau. Gambar Rigen dan Lily yang keluar dari mobil dengan baju berantakan terus berputar di kepalanya, menusuk jantungnya tanpa ampun. Tangannya gemetar memegang dada sendiri. “Aku bodoh… percaya pada janji yang bahkan tidak bisa dia jaga semalam pun…” Pintu kamar tiba-tiba terbuka keras. Rigen masuk, langkahnya berat dan tidak stabil. Wajahnya merah, kemejanya berantakan, napasnya bau alkohol. “Ariella…” suaranya rendah, serak. Ariella langsung mendongak, matanya merah basah. “Jangan panggil namaku!” ia berteriak, suaranya pecah. “Kamu… kamu benar-benar tega, Rigen. Malam kemarin kamu bilang aku satu-satunya, kamu janji selalu di sisiku… tapi hari ini aku melihat kamu… dengan dia!” Rigen menutup pintu di belakangnya, menunduk, lalu perlahan melangkah mendekat. “Itu tidak seperti yang kamu pikirkan.” “Tida

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   281. Jebakan

    “Ayo, Rigen.” Suara lembut itu terdengar dari ambang pintu ruang kerja. Lily berdiri di sana dengan senyum yang seolah penuh ketulusan. “Sudah lama sekali kita tidak keluar bersama. Hanya sebentar. Anggap saja… reuni kecil," bujuknya sekali lagi dengan suara lembut. Rigen yang sedang memandangi layar laptopnya mengangkat alis, wajahnya dingin. “Aku tidak punya waktu untuk keluar, Lily. Ada urusan yang lebih penting," jawabnya, tegas. Lily melangkah masuk tanpa meminta izin, gaun sifon yang ia kenakan bergerak mengikuti langkahnya. “Selalu saja begitu. Sibuk, dingin, menutup diri. Padahal dulu…” Lily sengaja berhenti tepat di samping meja kerja, menyandarkan tangan di permukaan kayu, lalu lanjut bicara. “Dulu kau selalu menemaniku. Kau ingat? Kita berdua melawan dunia bersama. Kau bilang, aku satu-satunya yang benar-benar mengenalmu.” Rigen menutup laptopnya dengan satu hentakan. Tatapannya menusuk. “Itu dulu. Keadaannya sudah berbeda.” “Berbeda bagaimana?” Lily

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   280. Obsesi

    “Aku benci kamu, Rigen… lepaskan aku!” Suara Ariella pecah, terdengar serak karena tangisan. Tubuhnya masih bergetar saat Rigen mendorongnya ke ranjang. Tatapan hitam Rigen menajam, tapi bukan dingin—ada api, ada luka, ada rasa ingin menelan bulat-bulat wanita di hadapannya. “Benci aku? Kau pikir aku akan diam saja setelah melihatmu hampir disentuh orang lain?” “Aku tidak melakukan apa-apa dengan Ror!” Ariella menjerit, mencoba menepis tangan Rigen di pergelangan tangannya. “Kamu selalu menuduh, selalu tidak percaya. Kamu tahu betapa hancurnya aku melihat Lily di sisimu? Kamu—” Sebuah ciuman kasar menghentikan kata-katanya. Rigen mendominasi bibir Ariella dengan paksa, mencuri napasnya, hingga gadis itu hanya bisa mengerang tertahan. Ia berusaha memalingkan wajah, tapi tangan besar Rigen menahan rahangnya. “Jangan sebut nama perempuan itu di hadapanku lagi,” desis Rigen di sela ciuman, nadanya rendah, nyaris bergemuruh. “Aku tidak peduli pada Lily. Yang kubenci ha

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   279. Ini Cintaku

    “Ariella!” Suara Rigen menggelegar di halaman taman itu, tajam dan penuh bara. Ariella tersentak, tubuhnya menegang. Ia baru saja mendorong lengan Ror yang hendak menyentuh wajahnya. Bukan ciuman sungguhan, hanya gerakan spontan Ror saat melihat air mata yang nyaris jatuh dari mata Ariella. Namun tepat di saat itu, Rigen muncul. Mata suaminya memancarkan api. Nafasnya berat, dada bidangnya naik turun cepat. “Rigen… bukan seperti yang kamu lihat,” ucap Ariella dengan suara lirih, terbata. “Bukan seperti yang aku lihat?” Rigen mendengus, melangkah maju. Tangannya langsung menarik pergelangan Ariella kasar, membuat tubuh wanita itu hampir terjerembab ke dadanya. “Aku melihat jelas, Ariella! Dia hampir mencium kamu!” “Bukan!” Ariella berusaha melepaskan diri, tapi genggaman Rigen terlalu kuat. “Ror hanya—” “Diam!” bentaknya. Tatapan Rigen menusuk tajam ke arah bodyguard-nya. “Keluar dari sini sebelum aku benar-benar menghabisimu!” Ror mengepal tangannya, wajahnya tegang. “Tua

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status