Share

2. Menjadi Anjing Rigen Ataraka.

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-04-14 09:40:02

Aku menunduk, jantungku berdegup kencang saat Rigen menatapku dari singgasananya, sofa kulit hitam di sudut ruangan.

Di sebelahnya, berdiri Jovian, sekretaris terpercaya Rigen yang langsung datang begitu tuannya memanggil.

Tatapan tajam Rigen menusuk hingga ke sumsum tulangku, seakan menelanjangiku hanya dengan pandangan itu saja.

"Ariella."

Rigen memanggil namaku, suaranya sangat menakutkan sehingga aku gemetar tanpa sadar.

"Apa yang kamu lakukan saat aku koma?"

Rigen bertanya dengan suara rendah, nyaris berbisik, tapi justru semakin membuat ketakutanku memuncak.

Menelan ludah, aku mencoba menemukan jawaban yang tepat, tapi tubuhku seakan terkunci dalam aura dingin miliknya.

Rigen mengulurkan tangannya, telunjuknya mengarah padaku, lalu dengan gerakan perlahan dia menepuk pahanya sendiri. "Ke sini," perintahnya.

Mataku mengerjap, ragu.

"Aku tidak suka mengulang," tambahnya, lebih dingin kali ini.

Kakiku melangkah dengan gemetar. Begitu sampai di hadapannya, Rigen meraih daguku, memaksaku menatap matanya yang gelap dan penuh misteri.

"Kamu pikir aku tidak tahu, Riel?" bisiknya, ujung jarinya melayang di atas kulit leherku, membuat bulu kudukku berdiri.

"Kamu menikmati setiap detik menyentuh dan menciumku, saat kamu pikir aku tak akan pernah bangun. Benar kan?"

Aku tersentak melihat ekspresi jijik di wajahnya.

"Bukan begitu!" sergahku cepat.

Rigen menyeringai. "Lalu, bagaimana?"

Saat aku menatap seringainya yang menakutkan, aku kehilangan kata-kata.

Rigen melepaskan cengkeramannya dengan kasar, lalu berdiri.

Aku mundur selangkah, tapi dia lebih cepat. Tangannya sudah mencengkeram pergelangan tanganku, menarikku lebih dekat hingga dada bidangnya hampir menyentuhku.

"Aku tidak akan membuatnya mudah untukmu," bisiknya. "Jangan pernah berpikir kau bisa pergi tanpa konsekuensi, Ariella."

Aku tahu, aku dalam bahaya. Tapi entah kenapa, tubuhku justru terasa panas menghadapi tatapan tajamnya itu.

Mencoba menarik napas dalam-dalam, aku mencari ketenangan, tapi udara terasa berat di antara kami. Tatapan Rigen semakin tajam, dan tangannya yang mencengkeram pergelangan tanganku terasa hangat tapi mencekam.

"Kamu ingin tahu apa yang terjadi ketika seseorang berani mempermainkanku, Riel?"

Suaranya dalam, mengalir seperti racun manis yang menusuk ke dalam pikiranku.

Mendengar itu, aku hanya bisa menelan ludah, dengan tenggorokan yang terasa kering.

"Rigen...."

Dia menatapku tanpa berkedip, lalu dengan tiba-tiba, dia menarikku ke bawah, membuatku setengah berlutut di hadapannya.

Jantungku seakan berhenti berdetak. Aku bisa merasakan kehangatan tubuhnya begitu dekat, aroma maskulinnya menguar di sekitarku, membuat pikiranku kacau.

"T-tapi, Rigen. Aku... aku adalah istrimu."

Dengan suara tercekat menahan sakit cengkeraman tangannya di rambutku, aku mengatakan hal itu.

"Istri?"

Rigen yang tampak gila itu tertawa, tangannya yang tadi mencengkeram rambutku kini beralih ke pipiku.

Sakit.

"Oh. Itukah alasanmu mencium bibirku, menggerayangi tubuhku, dan melepas bajuku saat aku koma, ISTRIKU SAYANG?"

Kemarahan berkobar di matanya. Seakan-akan dia sangat jijik setiap kali mengingat apa yang telah kulakukan padanya beberapa saat lalu.

"I-itu...!"

Wajahku memanas, tak sanggup menjawab.

"Berani sekali kamu menyentuh tubuhku tanpa izin, Riel. Haruskah aku menelepon polisi sekarang dan melaporkan pelecehan seksual? Atau... langsung kuhabisi saja dirimu, hm?"

"T-tidak. Jangan! Tolong jangan lakukan itu!"

Aku berteriak dengan panik. Dari reaksi Rigen sekarang, dia sepertinya bahkan sangat mungkin melakukan itu semua.

Ya Tuhan, aku masih tak ingin mati!

"A-apa salahku menyentuhmu, Rigen? Kita... kita suami istri."

Dengan suara tercekat, aku mencoba membela diri.

"Karena aku tidak suka. Aku paling benci dengan seseorang yang menyentuh tubuhku tanpa izin. Saking bencinya, aku mungkin bisa menghancurkan orang itu berkeping-keping."

Jawaban dingin Rigen membuat tubuhku gemetar, sehingga dengan suara tercekat aku berkata, "Sekarang... sekarang apa yang harus kulakukan? Aku minta maaf!"

Rigen memandangku dengan tatapan bosan, memanggil namaku dengan suara malas.

"Ariella."

"Y-ya?"

Takut-takut, aku mendongak menatapnya. Pria dengan wajah yang sangat tampan, tapi gila.

"Jadi anjingku."

Rigen berkata dengan tenang, menatap tepat di tengah mataku.

"A-anjing?"

Refleks, keningku berkerut, tak mengerti maksud perkataan Rigen. Sedangkan Rigen melambaikan tangannya ke arah Jovian, seakan tak peduli dengan apa pun reaksiku.

"Jovian."

Dengan sigap layaknya seorang sekretaris profesional, Jovian langsung menyerahkan sebuah tali anjing kepada tuannya, seakan paham apa yang diminta oleh Rigen hanya dengan sebuah lambaian tangan.

"Ini, Tuan."

Rigen memegang tali anjing berwarna merah muda itu dengan senyuman sinis.

Melihat tali anjing yang sudah ada di tangan Rigen, mataku terbelalak kaget. Terutama saat melihat sebuah nama terukir di sana.

T-tunggu, sejak kapan Jovian menyiapkan tali anjing dengan kalung bertuliskan namaku?!

Apakah mereka berdua sudah merencanakan ini sejak lama? Tapi... bukankah Rigen baru beberapa menit lalu terbangun dari koma?

"Pakai sendiri atau kupakaikan, Riel?"

Rigen bertanya dengan nada berbahaya, sehingga aku reflek mengambil tali anjing di tangannya dan menjawab dengan terbata-bata dengan nada yang sangat formal.

"Saya... saya akan memakainya sendiri, Tuan!"

Tergesa-gesa, kukalungkan tali anjing itu di leherku. Begitu melihat liontin dengan namaku bergoyang di leherku, untuk pertama kalinya, aku melihat Rigen tersenyum, tampaknya puas.

Pria gila itu lantas bangkit dari duduknya dan berjalan dengan diikuti sekretarisnya yang setia, Jovian.

Langkah kakinya begitu elegan dan berwibawa, dengan aura berkuasa yang rasanya membuat napasku tercekik.

"Tetap di kamar sampai kemarahanku mereda, Istriku."

Saat Rigen mengatakan hal itu dengan suaranya yang menakutkan, aku segera menjawab dengan patuh.

"B-baik."

Begitu sosok yang sangat berkuasa itu pergi dan pintu kamar tertutup, tubuhku seketika merosot ke lantai, kehilangan tenaga.

"Arrgh, kenapa jadi begini?! Harusnya aku tak pernah menerima tawaran ayah jika akhirnya seperti ini!"

Kuacak rambutku untuk menyalurkan rasa frustrasi.

"Dia sangat menakutkan... Rigen Ataraka, aku tak mengira jika rumor yang mengikutinya ternyata benar-benar nyata!"

Pria ini memang memiliki banyak julukan menakutkan yang terkenal, tapi aku tak menyangka jika itu semua bukanlah rumor biasa!

Melihat bagaimana aku yang awalnya adalah istrinya dan berubah menjadi anjing peliharaannya dalam sekejap, tiba-tiba terpikir.

"Haruskah aku melarikan diri?"

Begitu pikiran itu muncul, kakiku refleks berlari ke arah pintu.

Rumah besar ini sepi, Rigen dan Jovian tampaknya pergi entah ke mana. Sepertinya belum terlambat untuk melarikan diri sekarang...

Dalam sekejap, tanganku sudah memegang pintu kamar. Meski sedikit gemetaran, kubuka pintu dengan maksud melarikan diri secepatnya.

Namun, begitu pintu terbuka dan aku melangkah keluar satu langkah, kalung anjing di leherku berbunyi nyaring. Dan seakan hal itu memicu alarm entah di mana, segerombol pria kekar berpakaian serba hitam berlarian ke arahku.

"Nona, Anda tidak bisa keluar dari ruangan ini."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iklil Mahkota
kasihan istri nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   3. Tandatangani Kontrak Ini!

    Pada akhirnya, Rigen benar-benar mengunciku di kamarnya seharian penuh. Ketika akhirnya pintu terbuka, sosoknya yang tinggi dan dingin melangkah masuk. Dengan santai, dia melemparkan beberapa dokumen ke arahku. Kertas-kertas itu beterbangan, mendarat di atas ranjang tempat aku berbaring karena bosan. "Tandatangani ini." Suara beratnya tanpa emosi, membuat dadaku mencengkeram firasat buruk. Aku bangkit, meraih salah satu dokumen dengan tangan gemetar. Mataku membelalak saat membaca judulnya. "Kontrak tutup mulut? Pernikahan kontrak?" Suaraku bergetar. Aku menatap Rigen, mencari penjelasan. "Kenapa... kenapa aku harus melakukan ini? Apa sebenarnya salahku, Rigen?!" Rigen tak langsung menjawab. Mata dinginnya menatapku dari atas, penuh superioritas. Bibirnya sedikit melengkung ke atas dalam seringai yang membuat bulu kudukku meremang. "Apa otak kecilmu sudah lupa apa yang semalam telah kamu lakukan padaku?" Suaranya tajam seperti belati. Darahku mengalir cepat. Aku men

    Last Updated : 2025-04-14
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   4. Ibu Mertua Datang.

    "Ugh, sial! Tali anjing ini benar-benar menyebalkan!" keluhku sambil menatap bayanganku di cermin. Wajah cantikku tetap memesona, meski ada penghinaan yang mengikat leherku. Pagi hari, aku terbangun di atas ranjang Rigen tanpa tahu siapa yang memindahkanku ke sini. Bibirku mengulas senyum sinis, menyentuh tali itu dengan jari gemetar. Aku mungkin anak haram yang tak diinginkan, tapi sekarang, aku adalah istri Rigen Ataraka—raja takhta tertinggi di negeri ini. "Bahkan dengan tali anjing seperti ini, wajahku masih sangat cantik," gumamku dengan ekspresi bangga. Namun, kegembiraan itu hanya berlangsung sekejab karena suara yang tiba-tiba menyela. "Wah, percaya diri sekali, Riel." Suara tawa rendah itu menghantamku. Aku menoleh, dan di sana, Rigen berdiri di ambang pintu. Mata keemasannya menelanjangiku, menusuk hingga ke dasar keberadaanku. "R-Rigen?" Suaraku nyaris berbisik, malu karena dia mendengar gumamanku. Dia melangkah maju, auranya mendominasi, membuat uda

    Last Updated : 2025-04-14
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   5. Hukuman!

    "H-hah? Tidak. Rigen, tunggu, aku bisa menjelaskan! Tadi…!" Suara panikku terdengar lemah dibandingkan aura mengerikan yang terpancar dari pria itu. Langkahnya panjang, anggun, dan mengancam. Tatapannya menusuk hingga meremukkan keberanianku. Refleks, aku mundur. Namun, tiap langkahku ke belakang, Rigen semakin mendekat. "Penjelasan seperti apa?" Nada suaranya tenang, tapi justru itulah yang membuat bulu kudukku meremang. Ketakutan mencengkeramku lebih kuat daripada rantai anjing yang pernah dipasangkan di leherku. "I-Itu.…" Tenggorokanku tercekat. Aku ingin menjelaskan, tapi suaraku lenyap begitu saja. Sebelum aku sempat mengucapkan satu patah kata— Jemari Rigen yang kuat mencengkeram daguku, mengangkat wajahku paksa. Napasnya yang panas menyentuh kulitku saat jarak di antara kami menguap menjadi hampir nol. "Wajahmu tampak begitu polos, tapi ternyata kamu licik juga, ya?" Matanya bersinar keemasan, tajam, dan berbahaya. Aku seperti tikus kecil yang terperangkap di depa

    Last Updated : 2025-04-14
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   6. Jangan Memancing Kemarahanku.

    “Ini. Sudah kutandatangani semuanya.” Esoknya, tanpa ekspresi, aku menyerahkan beberapa dokumenpada Rigen. Jemariku sedikit gemetar, tapi aku menahannya agar tak terlihat lemah di hadapan pria itu. Rigen menerima dokumen itu dengan tenang, tanpa sepatah kata. Tatapan dinginnya menelusuri tulisan di atas kertas, seolah memeriksa setiap detailnya. “Cukup bagus.” Itu saja yang keluar dari mulutnya. Tak ada pujian. Tak ada sindiran. Tak ada reaksi yang bisa memberiku sedikit kepastian bahwa sikapku yang berubah lebih dingin ini berpengaruh padanya. Dan seperti biasanya, Rigen berbalik dan berjalan pergi. Sama sekali tak peduli pada apa pun yang ada di ruangan ini. Tak peduli padaku. Aku memandang punggung tegapnya yang menjauh, rasa frustrasi dan sakit hati memenuhi dadaku. Bagaimana mungkin pria ini bisa begitu acuh? Padahal, kemarin… bibirnya ada di bibirku. Tangannya menelusuri wajahku. Napasnya menyentuh kulitku. Namun, sekarang? Seakan semua itu tak ada arti

    Last Updated : 2025-04-29
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   7. Ciuman Berbahaya.

    Meski takut, aku mencoba tenang dan menjawab dengan suara menantang. "Itu bukan urusanmu, Rigen. Kita hanya menikah kontrak," ucapku lirih, mengingatkan bahwa hubungan ini tidak seharusnya penuh dengan keterikatan seperti ini. Namun, kata-kataku justru menjadi pemicu yang membuatnya bergerak cepat. Dalam sekejap, rahangnya mengeras, dan sebelum aku sempat menarik napas, bibirnya sudah menabrak bibirku dengan kasar. Ciumannya tidak lembut, tidak penuh kasih—ini adalah tanda kepemilikan. “R-Rigen!” Aku terkejut, tanganku mendorong dadanya, berusaha menjauh, tapi tubuh Rigen seperti batu, tak bergeming sedikit pun. Bibirnya terus memburu bibirku, menekan, menuntut, menandai. Ia tidak memberiku kesempatan untuk bernapas, untuk berpikir, seolah ingin menghancurkan semua pertahananku. Aku merintih pelan di antara lumatan panasnya. Aku ingin melawan, mengingatkan bahwa pernikahan ini hanyalah kontrak, tapi bagaimana aku bisa bertahan saat ia terus menenggelamkanku dala

    Last Updated : 2025-04-29
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   8. Hukuman Panas!

    Rigen melepas kemejaku dengan sekali tarik, kekuatannya membuat seluruh kancingnya berterbangan. "Riel, ingat-ingat. Beginilah hukumanmu kalau tidak patuh." Setelah berkata seperti itu, Rigen lantas menempelkan bibirnya kembali ke dadaku. Kelembutan bulat payudaraku menghilang di antara bibirnya, yang hangat dan lembap. "R-Rigen.... " Napasku seakan tertahan, sehingga mengeluarkan suara seperti tercekik. "Ah-Ahh!" Tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat saat Rigen mulai menjilati ringan puting ku dengan lidahnya, sebelum ia secara bertahap meningkatkan kecepatannya, menghisapnya dengan penuh semangat seperti anak kecil yang sedang menyusu pada ibunya. “Ah! Hnng, mmnh…” Kututup mulut rapat-rapat dengan tangan, saat suara desahan yang memalukan bocor keluar. Sensasi sentuhan Rigen sungguh aneh dan tak terlukiskan. Rasa panas yang menusuk menjalar dari dadaku, menyebar ke seluruh tubuh. Kehangatan yang tak biasa itu menetap di perut bagian bawahku, membuat jari-jar

    Last Updated : 2025-04-29
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   9. Berhenti Menggoda Laki-laki Lain

    Mataku seketika membelalak kaget, tidak terima dengan tuduhannya. "Hey, siapa pun yang di sentuh seperti itu...!" Aku hendak mengajukan sederet alasan, tapi wajahku memerah karena malu. Apalagi ketika aku menyadari tatapannya, yang tertuju tajam di antara kedua kakiku. Bingung, secara naluriah aku mencoba menutupnya, tetapi tangan kokoh Rigen menghentikannya, dengan lembut menahannya agar tetap terbuka lagi. “Jangan… jangan lihat. Itu memalukan.” Aku mengeluarkan suara merintih. “Kenapa? Kamu sudah lihat punyaku. Lagipula… aku harus melihatnya jika akan memasukkannya.” Mendengar jawaban blak-blakannya, aku mengerutkan kening. Dia tidak salah, tetapi apakah dia benar-benar perlu mengatakannya dengan begitu gamblang? "Ta, tapi, Rigen.... " Aku merasa kehilangan kata-kata saat jari-jari panjang Rigen dengan lembut membelah daging sensitif ku. Kehangatan sentuhannya menyusul, menekan kulit licin yang sudah basah karena gairah. “Ah! Berhenti, jangan—hnng!”

    Last Updated : 2025-04-30
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   10. Ditinggalkan Di Tengah Puncak Gairah.

    Lidah Rigen yang kasar kini menggoda kemaluanku dengan rakus, memutar dan menjentikkannya dengan penuh semangat. Mulutnya yang panas menutup puncak kemaluanku yang sensitif, mengisap dengan keras seolah menikmati hidangan penutup yang manis. Tak puas hanya fokus pada satu bokong, tangan Rigen yang bebas menjelajahi lekuk tubuh wanita itu yang lain, dengan penuh semangat menggenggamnya. “Haa, ahh, Rigen. Tidak, tidak. Tolong berhenti!” Mukaku merah padam antara rasa malu dan gairah, tapi Rigen sepertinya tak ada niatan menghentikan hukuman ini. Tangan besar Rigen meremas pantatku yang lain dengan posesif, jari-jarinya mencubit dan memutar-mutar kemaluanku dengan intensitas yang semakin meningkat. Saat rangsangan yang tak henti-hentinya berlanjut, aku merasakan cairan lengket yang basah berkumpul di antara kedua kakiku. Sensasi aneh itu membuatku kehabisan napas, napasku semakin berat setiap detiknya. Mulut Rigen bergerak dengan penuh nafsu, bibirnya terbuka untuk mengh

    Last Updated : 2025-04-30

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   34. Bisakah Bersikap Manis Sedikit Saja?

    Aku menatap Rigen yang kini mengenakan kemeja putih yang sedikit terbuka di bagian dada, memperlihatkan bekas cakaran yang kutinggalkan semalam. Rambutnya sedikit berantakan oleh angin pagi, dan tatapan matanya menyapu tubuhku dengan cara yang membuat kulitku meremang. "Kenapa... kamu menyiapkan ini semua?" tanyaku pelan, suaraku sedikit bergetar. Rigen menatapku lama, lalu melangkah masuk mendekat. Setiap langkahnya menimbulkan tekanan yang aneh di dadaku, seolah udara menghilang bersamaan dengan jaraknya yang menyempit. "Apa kamu berharap aku akan bersikap dingin dan membuangmu setelah tadi malam, Ariella?" tanyanya dengan senyum samar yang tak bisa kutebak. "Sayangnya, aku bukan pria murahan yang memperlakukan wanitanya seperti barang bekas." Kalimatnya menusuk sesuatu dalam diriku. Tapi bukankah aku hanya istri kontrak? Menunduk, aku menatap jemariku sendiri, berusaha menenangkan gemuruh dalam hati. "Rigen…" bisikku. "Kamu sudah pernah melakukan ini sebelumny

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   33. Apakah Ini Bukan Pertama Kalinya?

    Aku bangun sangat kesiangan. Saat membuka mata, yang pertama kali kulihat adalah langit-langit yang sedikit kukenal, kamar tidur Rigen. Seluruh tubuhku sakit seperti dipukuli dan rasa sakit dapat kurasakan di perut. 'Dan apa yang terjadi kemarin di sofa ruang kerja Rigen….' Wajahku memerah ketika dia teringat tertidur di sofa setelah berhubungan seks dengan Rigen. Aku memutar mata dan mengamati sekeliling, mendapati diriku kini berada di tempat tidur yang nyaman, terbungkus selimut tebal. Cuacanya terlalu hangat untuk musim panas, pikirku, namun anehnya, aku merasa nyaman. Sisi lain tempat tidur itu kosong. Aku tidak menganggap Rigen sebagai tipe pria romantis yang akan bangun bersamaku setelah bercinta, tetapi aku masih merasakan sedikit penyesalan. "Kami hanya tidur bersama. Tidak lebih." Aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkan kejadian menginap tadi malam. Kami adalah dua pria dan wanita dewasa, yang terikat sebagai suami istri, meskipun secara kontrak. K

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   32. Sisi Liar Rigen (21+)

    Aku masih berbaring di atas sofa ruang kerja Rigen yang lembut, dengan rambut acak-acakan, napas berat dan tidak teratur. Air liur berkilauan di payudaraku saat payudaraku naik turun mengikuti irama napas yang terengah-engah. Itu pemandangan yang tidak senonoh. Rigen yang sudah membasahi sekujur tubuhku dengan ludah dan air mani, menatapku dengan malu, tetapi sensasi penisnya yang mencengkeram erat terlepas dari tubuhku, terlalu kuat untuk membuat aku menyadari hal lain. "Ugh, Rigen!" "Sedikit lagi, Ariella. Ayo sedikit lagi." Kami masih terus melanjutkan aktivitas itu sampai tengah malam. Rigen benar-benar tak bisa berhenti, dia terus mengisiku lagi dan lagi. Aku memohon untuk berhenti tapi Rigen terus berkata sedikit lagi dan lagi. Bagaimanapun juga, hubungan intim itu akhirnya berakhir, setelah aku hampir pingsan karena kelelahan. Aku terengah-engah dan menangis, pikirannya kacau karena kebingungan. Itu adalah campuran antara rasa sakit, kesenangan, dan pengkhia

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   31. Kenikmatan Tiada Tara (21+)

    Rigen membelai payudaraku dengan penuh kasih sayang dan perlahan mendorong penisnya di sepanjang jalan masukku yang santai. Begitu yakin berada di tempat yang tepat, ia menurunkan berat badannya dan menekan pinggangku dengan kuat. Alat kelaminnya bergerak maju, membelah celah sempit itu. Dengan satu gerakan cepat, Rigen meluncur di bawahku, yang masih basah kuyup karena belaian lembutnya. Tubuh bagian bawah kami pun bersentuhan penuh. "Haah!" Aku spontan mendesah karena rasa sakit yang menyerang. Terlalu sakit untuk berteriak, hanya suara napas yang terdengar seperti angin yang bertiup kencang. Tubuhku bergetar, dan air mata menggenang di mataku. Aku pernah diajarkan bahwa pengalaman pertama biasanya menyakitkan, tetapi ini jauh dari imajinasiku. Aku bertanya-tanya apakah wanita menahan rasa sakit seperti ini setiap kali berhubungan seks, atau apakah penis pria ini luar biasa besar. Pikiran-pikiran berkecamuk dalam benakku, tetapi tidak ada yang masuk akal. Aku tidak m

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   30. Malam Pertama! (21+)

    Rasanya otakku meleleh. Lalu, Rigen mendekatkan bibirnya ke dadaku. Jari-jarinya yang tadinya meremas-remas pintu masukku, ditarik kembali, digantikan oleh bibirnya yang dengan lembut membungkus kuncup yang sensitif itu. Sensasi diselimuti oleh panasnya yang lembut dan basah membuat air mataku mengalir deras. Perlahan, lidahnya menjilati kemaluanku yang menegang. Panas yang lembut dan lembap mengusap lembut, lalu menekan lebih kuat pada daging yang sensitif, menyebarkan ketegangan ke seluruh tubuhku dengan setiap gerakan. “Hah… ah… ahh…!” Kehangatan lembut mulutnya yang menyelimuti kemaluanku yang mengeras membuat bulu kudukku merinding. Seolah ingin menghiburku, Rigen mulai memijat dadaku dengan lembut. Mungkin itu dimaksudkan untuk membantuku rileks, tetapi efeknya justru sebaliknya. Aku menegang sampai ke ujung kaki. Meskipun tekanan yang menyesakkan itu tampaknya mereda, itu tidak membantu. Malah, debaran jantungku bertambah kuat, dan sensasi melayang menj

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   29. TERLALU BESARR!! (21+)

    "Rigen.... " Dengan lengannya yang mengurungku, dan napasnya mengalir di pipiku—panas dan lembap, seperti api neraka, Rigen mendorongku lembut, tubuhku terjatuh ke sofa empuk dekat meja kerja Rigen. "Diam, Riel." Perlahan, Rigen menurunkan bibirnya ke tengkukku. Panas yang menyentuh kulit tipisku membuat bahuku tanpa sadar bergidik lagi dan lagi. Rigen lantas membuka kancing celananya. Begitu ia menurunkan celana dalamnya sedikit, penisnya menyembul keluar seolah-olah sudah menunggu. Mulutku perlahan menganga saat melihat penis yang tegak kaku itu, sedangkan Rigen malah tampak menyeringai senang. “Lihat, Riel. Gara-gara provokasimu, penisku sudah ereksi. Bagaimana kamu harus bertanggung jawab sekarang?" Rigen bertanya dengan ekspresi santai. "A-apa itu?" Aku benar-benar tercengang karena melihat penis Rigen yang luar biasa besar. Alis Rigen tampak sedikit berkerut saat menyadari bahwa itu sebenarnya bukan respons yang baik. Aku masih menatap kemaluannya denga

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   28. Konsekuensi Membangunkan Macan Tidur

    "R-Rigen.... "dan sebelum aku sempat memahami maksudnya, tubuhku kembali tertarik ke dalam dekapannya. "Diam dan nikmati, Riel," bisik Rigen, menyisir rambutku dengan jarinya. Bibirnya kembali menemukan milikku, kali ini lebih dalam, lebih menuntut, seakan dia ingin memastikan bahwa aku tidak bisa berpikir tentang hal lain selain dirinya. Aku tidak bisa melawan. Tanganku tanpa sadar meraih kerah bajunya, menariknya lebih dekat, membiarkan panas tubuhnya menyelimutiku sepenuhnya. Ciumannya semakin dalam, semakin membara, seolah ingin mencuri seluruh kesadaranku. Aku kehilangan kendali atas tubuhku, atas pikiranku—semuanya hanya tersisa satu hal: Rigen. Saat Rigen akhirnya menarik diri, aku terengah-engah, menatapnya dengan mata yang masih dipenuhi euforia dari ciumannya. Dia menatap bibirku yang sedikit bengkak sebelum matanya kembali mengunci milikku. "Bagaimana? Masih bosan?" tanyanya, suaranya serak. Tidak bisa menjawab, aku hanya menatapnya, dengan tubu

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   27. Jangan Berani Memprovokasiku.

    Kurasakan cengkeramannya mengerat di pinggangku, dan seketika seluruh tubuhku dipenuhi oleh sensasi panas yang menggetarkan. Aku ingin menantangnya, ingin tetap bermain dengan api ini… tapi dalam posisi seperti ini, aku tidak yakin bisa memenangkan permainan. “Aku hanya bercanda,” bisikku, suaraku mulai bergetar. Dia terkekeh, tapi tidak ada tawa di matanya. “Bercanda, ya?” tangannya naik, ibu jarinya mengusap bibirku yang masih berlapis lipstik merah. Gerakannya lambat, nyaris menyiksa, sebelum akhirnya dia menarik daguku, memaksaku menatapnya. “Kalau begitu, aku juga ingin bermain-main sebentar.” Dan sebelum aku bisa bernapas, bibirnya sudah melumat milikku dengan penuh intensitas. "R-Rigen!" Aku berteriak terkejut, tapi tubuhku seakan sudah mengenali sentuhannya—responku datang secara alami, tanganku tanpa sadar meraih kerah bajunya, menariknya lebih dekat. Ciuman ini berbeda. Bukan hanya penuh gairah, tapi juga… menuntut. Seolah dia ingin membukti

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   26. Menggoda Gairah Rigen

    "Ahhh. Aku ingin keluar. Aku ingin menghirup udara segar, berjalan-jalan, melakukan apa saja yang bisa mengalihkan pikiranku dari percakapan pagi tadi. Tapi.... " Kuhela napas, berat. Langit cerah, matahari bersinar hangat, tapi suasana hatiku gelap dan berantakan. Menggigit bibir, sejak tadi aku terus berusaha mengendalikan emosi yang bergejolak di dalam dadaku tiap ingat percakapan antara Jovian dan Rigen tadi pagi. Rigen. Jovian. Perkataan mereka masih terngiang di kepalaku, berputar tanpa henti. "Apakah Rigen benar-benar bosan denganku?" Pertanyaan ini terus menggangguku seharian. Apakah aku hanya permainan baginya, sesuatu yang bisa dia buang begitu saja ketika sudah tidak menarik lagi? Kugelengkan kepala, mengepalkan tangan. "Tidak. Aku tidak boleh berpikir seperti itu!" Kututup mata, mencoba menenangkan diri. Jika aku tidak bisa keluar dari rumah ini, maka aku harus menemukan cara lain untuk mengalihkan pikiranku. Tapi bagaimana? Aku membuka mat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status