Share

Tantangan, Godaan dan Prinsip

          'Syukurlah aku tidak bangun kesiangan, walaupun aku semalaman menangis karena teringat dengan almarhumah Ibuku, tetapi mengapa tadi malam aku bermimpi tentang pria yang seharusnya kupanggil Ayah? Apakah ini merupakan pertanda, kalau pria itu sebenarnya mencariku? Kenangan masa lalu yang coba kusimpan rapat kini kembali hadir semenjak aku menjadi sekretaris Ryan,' batin Karin.

            Dirinya langsung saja menyalakan oven dan memanggang roti di dalamnya. Ia lalu mengoles roti tersebut dengan selai kacang dan sesudahnya menyantapnya dengan nikmat. Dilihatnya jam tangan sudah menunjukkan pukul 07.15 pagi. Masih ada waktu setengah jam baginya untuk sampai ke kantor.

            Selesai sarapan, dengan terburu-buru Karin ke luar dari apartemennya. Ia pun berjalan menuju halte bis dan ia tidak menunggu lama. Bis yang menuju ke tempat kerjanya datang, lalu berhenti di depan halte tempatnya duduk.

            Dirinya pun memilih duduk di bagian tengah yang masih kosong. Sesekali ia melirik ke arah jam tangannya, karena takut terlambat di hari pertama ia bekerja.

            Siapa menyangka, di tengah perjalanan. Bis yang ditumpangi Karin mengalami kecelakaan. Bis yang ditumpanginya bertabrakan dengan sebuah mobil.

            ‘Sial! Aku harus segera sampai ke kantor, kalau tidak mau kena marah pak Ryan,’ gumam Karin dalam hatinya. Tidak mau datang terlambat Karin menghampiri pengemudi bis, yang tengah terlibat pembicaaran dengan sopir mobil yang bertabrakan dengan bis yang dikemudikannya.

              “Permisi, Sir! Saya sedang terburu-buru untuk segera sampai di kantor. Ini nomor telepon saya, kalau Anda memerlukan pernyataan dari saya.” Tidak menunggu jawaban dari sopir bis tersebut, Karin berlari ke arah gedung kantornya.

            Karin tidak menghiraukan panggilan dari sopir bis tersebut, yang memintanya untuk kembali. Karin hanya ingin cepat sampai di kantor, agar ia terhindar dari masalah. Untungnya, jarak yang harus ditempuhnya sudah tidak jauh lagi hanya tinggal beberapa blok saja.

            Dengan napas yang terengah dan pakaian yang basah karena keringat. Karin pun sampai juga di gedung tempatnya bekerja. Namun, sayangnya ia datang terlambat beberapa menit.  Dan ketika ia akan menuju ruangannya, bersamaan dengan wanita dari HRD yang ke luar dari ruangannya.

            Wanita galak, yang namanya tidak mau diingat Karin menatapnya dengan dingin. Ia lalu melipat tangannya di depan dada dan berkata, “Kamu tahu sudah jam berapa ini? Baru hari pertama bekerja dan kamu sudah datang terlambat.”

            Karin yang menyadari kesalahannya, hanya bisa menunduk. Ia tidak bisa membantah, untuk menjelaskan pun ia tidak yakin wanita yang berdiri di hadapannya ini akan menerima penjelasannya.

            Kesialan Karin tidak berhenti sampai di situ saja. Dari arah belakangnya terdengar suara bariton yang membuat jantungnya berdebar kencang.           

            “Kamu langsung masuk ke ruangan saya, Karin! Dan kamu Helda, kembali ke ruanganmu,” ucap Ryan, dengan nada suara yang tegas.

            Karin pun dengan cepat berjalan menuju ke ruangan Ryan, tetapi ia berhenti di depan pintunya. Menunggu yang punya ruangan masuk terlebih dahulu.

            Tak lama berselang, Ryan pun sudah berdiri di samping Karin. Ia lalu merogoh saku jas yang dipakainya dan mengeluarkan anak kunci. Pintu pun terbuka dengan mudahnya.

            Ryan menggeser badannya ke samping dan mempersilakan kepada Karin untuk masuk ke dalam kantornya.

            Karin melihat ke arah Ryan, dengan sedikit ragu. Namun, ia pun melangkahkan kakinya juga untuk masuk. Pada saat melewati tepat di depan Ryan, aroma maskulin begitu terpancar dari tubuhnya. Seakan ada magnet tak kasat mata, yang menarik Karin untuk mendekat.

            Ceklek!

            Suara pintu yang ditutup membuat Karin menjadi terlonjak terkejut. Ia menjadi was-was, terlebih saat melihat Ryan memainkan anak kunci yang dipegangnya ke udara, sebelum dimasukkannya ke dalam saku kemeja di balik jas yang dikenakannya.

            “Duduklah, Karin! Kamu pasti tahu bukan, alasan kenapa saya memerintahkan kepadamu untuk masuk ke dalam ruangan saya?” Ryan sendiri berjalan menuju kursi kerjanya dan duduk di sana.

            “Kamu sudah melakukan kesalahan di hari pertama kamu bekerja, dengan datang terlambat. Apa kamu pikir, kamu bisa seenaknya saja melakukan hal itu, tanpa mendapatkan hukuman?” bentak Ryan galak.

            Karin menundukkan wajahnya, tangannya saling bertautan di atas pangkuan. “Maaf, Pak! Tadi di jalan bis yang saya tumpangi mengalami kecelakaan dan saya pun sudah berlari-lari, agar bisa tepat waktu datang ke kantor.”

            Tatapan mata Ryan menyelidik ke wajah Karin, yang memang terlihat berkeringat. Pandangannya kemudian turun ke bagian dada Karin, di mana kemeja yang dikenakannya terlihat lembab dan menempel.

            “Kamu berniat untuk menggoda saya? Dengan berpenampilan seperti itu?” tanya Ryan galak. Namun, matanya tidak beralih memandang tubuh Karin.

            “Saya tidak bermaksud untuk menggoda bapak. Pakaian saya basah, karena habis berlari dan saya juga tidak membawa kemeja ganti, karena saya tidak menduga akan ada kejadian seperti ini,” sahut Karin. Ia melihat kemejanya yang tembus pandang dan memperlihatkan bra-nya.

            Didengarnya suara kursi yang diduduki Ryan bergeser dan dilihatnya bos nya itu berjalan masuk ke dalam sebuah ruangan. Tak lama kemudian, ia ke luar lagi dan berjalan menghampiri Karin.

            Ryan berdiri tepat di belakang kursi yang diduduki oleh Karin. “Saya akan meminjamkan kemeja saya untuk kamu pakai. Mungkin saja, sebenarnya kamu itu secara tidak langsung memberikan kode kepada saya untuk mengajak tidur bersama.” Bisik Ryan di telinga Karin.

            Sontak saja Karin menjadi emosi, ia menegakkan duduknya dan ternyata itu merupakan suatu kesalahan untuknya. Kepalanya secara tidak sengaja mengenai dagu bos-nya tersebut, hingga terdengar suaranya mengaduh.

            “Kamu ini, pasti sengaja ya, melakukannya? Dan semua ini kamu lakukan untuk mencari perhatian saya!” tegur Ryan. Ia lalu berjalan kembali untuk duduk ke kursinya.

            “Ganti sana kemejamu! Atau kamu mau saya turut membantu memakaikan kemeja itu? Dengan senang hati, saya akan membantu melepasnya,” ucap Ryan, dengan nada suara mengejek.

            Karin pun berdiri dari duduknya dan melihat ke arah Ryan dengan berani. “Terima kasih atas pinjaman kemejanya, pak! Saya akan mengembalikannya besok, karena saya tidak mau bapak memiliki alasan untuk datang ke apartemen saya, seperti yang tadi bapak tuduhkan.”

            Ryan menatap dingin Karin. Ia tidak suka apa yang tadi dikatakannya diputarbalik oleh Karin. Dilambaikannya tangannya dengan gerakan mengusir Karin dari ruangannya.

            Karin pun dengan cepat berjalan menuju pintu, kemudian ia berbalik menghadap ke arah Ryan. Ia teringat, kalau tadi terdengar suara pintu dikunci, ditambah dengan Ryan yang mengacungkan kunci di tangannya.

            “Bagaimana saya bisa ke luar, kalau pintunya bapak kunci?” tanya Karin.

            Ryan menyunggingkan senyum misterius di bibirnya. “Saya lupa, kalau kamu mau membukanya. Silakan ambil kunci yang ada di dalam saku kemeja saya,” ucap Ryan.

            “Kamu juga bisa berganti pakaian di dalam kamar mandi, yang ada di ruangan saya.” Tambah Ryan lagi, dengan tatapan mata yang menggoda.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status