Home / Romansa / Gairah Cinta CEO dan Peramalnya / Bab 35: Perasaan yang Semakin Nyata

Share

Bab 35: Perasaan yang Semakin Nyata

last update Last Updated: 2025-03-19 04:01:17

Setelah telepon dari Rina, suasana di apartemen Anya masih terasa hangat, bukan karena coklat yang ia buat, tapi karena sesuatu yang baru saja terjadi antara dirinya dan Reza.

Anya masih berdiri di tempatnya, bibirnya sedikit membengkak akibat ciuman panjang yang baru saja mereka bagi. Reza, yang masih berada di dekatnya, tak melepaskan tatapannya.

Reza: “Aku nggak menyesal melakukannya.”

Anya menggigit bibirnya sendiri, mencoba mencari kata-kata.

Anya: “Reza… aku…”

Reza mengangkat tangannya, menempelkan jari telunjuk ke bibir Anya, menyuruhnya diam dengan lembut.

Reza: “Aku nggak butuh jawaban sekarang, Anya. Aku tahu ini membingungkan buat kamu, dan aku juga tahu kamu butuh waktu. Tapi aku mau kamu tahu satu hal…”

Anya menatapnya dalam diam.

Reza: “…Aku nggak main-main.”

Kata-kata itu menggema di benak Anya, membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menatap pria di depannya, berusaha mencari kebohongan di matanya, tapi tidak menemukannya.

Anya: (menghela napas) “Kenapa harus aku,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 132: Permintaan dari Mami Rio

    Pagi itu restoran maminya Rio tampak lebih ramai dari biasanya. Booth tarot Anya sudah dipenuhi klien yang ingin konsultasi sebelum makan siang. Rio juga datang lebih awal dari kantor karena ada janji bertemu investor di ruang VIP lantai dua.Setelah sesi terakhir, Anya duduk sejenak sambil menyeruput teh hangat. Rina datang tiba-tiba sambil membawa sebuah kotak kecil. “Ini, coba buka. Aku nemu waktu beberes apartemen lamaku,” katanya.Anya membuka kotak itu. Di dalamnya, ada buku catatan kecil berisi sketsa kartu tarot dan catatan prediksi masa lalu. Di halaman terakhir, tertulis tangan Anya sendiri: “Saat bayangan masa lalu muncul kembali, cinta yang sejati akan diuji dengan kesadaran.”Anya terdiam. Lalu tiba-tiba, pelayan restoran datang membawakan secarik surat untuk Anya. “Tadi ada yang titip ini sebelum pergi,” katanya.Surat itu dari Reza.Anya,Aku akan pindah ke luar negeri. Ada peluang baru yang harus kuambil. Terima kasih sudah menjadi bagian dari kenanganku yang paling ha

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 131: Undangan dari Masa Lalu

    Hari-hari setelah percakapan dengan Rina terasa lebih ringan bagi Anya. Ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya, seperti beban yang terangkat, meski hanya sedikit. Ia merasa semakin yakin dengan keputusan yang ia ambil. Rio adalah pilihannya, dan meskipun masa lalunya dengan Reza pernah mewarnai hidupnya, kini ia tahu ke mana arah hatinya.Setelah Rina pulang, Anya memutuskan untuk kembali ke rutinitasnya, membaca tarot di booth restoran. Namun, kali ini ada perasaan tenang yang mengalir dalam dirinya. Ia tak lagi merasa bingung dengan perasaan yang dulu sempat menghantui—apakah yang ia rasakan terhadap Reza adalah cinta sejati, atau hanya perasaan yang muncul karena kedekatannya dengan Reza yang dulu sempat mewarnai hidupnya.Di restoran, suasana masih tetap sama. Anya duduk di meja booth tarot, mempersiapkan kartu-kartu yang biasanya ia gunakan untuk membantu orang lain menemukan jalan mereka. Hari ini, ia merasakan ketenangan lebih dalam, seolah dirinya sedang berada di tempat yang

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 130: Tubuh dan Hati Hanya Untuk Rio

    Rio mengangguk. “Tapi aku lihat kamu dari atas tadi.”Anya menahan napas sejenak, menebak arah percakapan ini.“Kamu lihat aku sama Reza?” tanyanya.Rio tak langsung menjawab. Ia hanya menarik kursi dan duduk di seberangnya. “Ya. Aku lihat. Tapi aku nggak dengar.”Anya menatap mata Rio, lembut namun tegas. “Kami hanya ngobrol. Dia cerita tentang masa lalu... tentang perasaan yang pernah dia simpan.”Rio mengangguk perlahan, tapi matanya menyimpan ragu.“Kamu masih menyimpan sesuatu untuk dia?” tanyanya akhirnya.Anya tersenyum lemah. “Yang aku simpan hanya kenangan. Tapi hatiku sekarang… milik kamu. Seluruhnya.”Rio menghela napas, lega sekaligus haru. Ia menggenggam tangan Anya di atas meja tarot.“Aku percaya sama kamu. Cuma kadang, rasa takut itu datang sendiri.”Anya mengelus jari Rio dengan lembut. “Kita sama-sama pernah luka. Tapi sekarang, ayo kita saling jaga.”Dan senja di luar jendela restoran menjadi saksi, bahwa cinta sejati bukan tentang siapa yang datang duluan, tapi sia

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 129: Pengakuan yang Tertunda

    Pagi itu setelah sarapan bersama, Anya dan Rio bersiap kembali ke aktivitas masing-masing. Anya mengenakan blus putih sederhana dengan rok panjang warna krem, tampil anggun seperti biasanya. Rio mengenakan setelan kerja abu-abu muda, wajahnya bersinar dengan ketenangan yang tak biasa—efek dari malam yang penuh cinta dan kehangatan.Rio mencium kening Anya sebelum berangkat.“Jaga dirimu di booth ya,” ujarnya lembut.Anya mengangguk. “Kamu juga, jangan stres di kantor.”Mereka turun bersama ke lobi apartemen, lalu berpisah di pelataran. Rio menuju mobil kantor yang menunggunya, sementara Anya memanggil taksi online menuju restoran milik maminya Rio—tempat di mana booth tarotnya berada, tempat di mana semuanya bermula.Sesampainya di restoran, suasana masih seperti biasa. Aroma masakan, obrolan pelanggan, dan tawa para staf menyambut kedatangannya. Anya berjalan ke booth tarot yang berada di pojok, dihiasi lilin-lilin kecil dan kristal. Ia menata kembali kartu-kartunya, menyalakan aroma

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 128: Malam yang Menggoda

    Langit mulai gelap ketika Anya dan Rio kembali ke apartemennya Anya. Hari itu terasa panjang, penuh kejutan dan emosi yang membuncah. Saat pintu apartemen tertutup di belakang mereka, suasana terasa hening, terlalu hening. Anya meletakkan tasnya, lalu menatap Rio sambil tersenyum lembut. Rio membalas dengan senyuman tipis, meski dalam hatinya masih ada kegelisahan yang belum reda sejak pertemuan tadi dengan Reza.Tanpa banyak kata, Rio mendekat dan menarik Anya ke pelukannya. Ia menatap mata perempuan yang kini telah menjadi istrinya, lalu menunduk dan mengecup bibirnya. Lembut, hangat, namun... terasa berbeda.Rio perlahan melepaskan ciuman itu. Matanya menatap Anya dalam-dalam, mencoba membaca sesuatu di balik matanya. Tapi Anya hanya menatap Rio dengan senyum biasa, seolah tak menyadari apapun.Namun bagi Rio, ciuman tadi tak seperti biasanya. Tidak ada getaran. Tidak ada gairah. Hanya seperti menyentuh permukaan datar, hambar... dingin.Anya berjalan ke dapur, mengambil air minum

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 127: Kenangan yang Terungkap

    Mereka duduk berdampingan di meja kecil di samping jendela yang menghadap ke pemandangan kota. Percakapan ringan mengalir di antara mereka, diselingi tawa dan tatapan penuh cinta."Ini pagi yang sempurna," kata Anya dengan lembut, menatap Rio. "Aku merasa seperti semua yang terjadi adalah mimpi."Rio meraih tangan Anya, menggenggamnya erat. "Ini bukan mimpi, Anya. Ini adalah kenyataan kita. Aku janji akan selalu membuatmu bahagia."Anya tersenyum, merasa hangat di hatinya. Mereka menghabiskan sarapan itu dengan penuh keakraban, saling berbagi cerita dan tawa, merayakan hari pertama mereka sebagai suami istri yang sah.Hari ini adalah awal dari kehidupan baru mereka bersama.***Hari itu terasa begitu cerah dan penuh harapan bagi Anya dan Rio. Setelah sarapan bersama di hotel, mereka memutuskan untuk menikmati sisa pagi dengan berjalan-jalan santai. Rio mengajak Anya ke taman kota yang tidak jauh dari hotel. Udara pagi yang segar dan pemandangan hijau menambah kedamaian yang mereka ras

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 126: Malam Pertama yang Penuh Rasa

    Ketika tangan Anya digenggam Rio, seakan seluruh dunia berhenti sejenak. Suara pembawa acara mengantar mereka pada janji suci, disaksikan oleh alam semesta dan orang-orang tercinta."Aku berjanji mencintaimu, dalam sadar dan dalam diam, dalam bahagia dan dalam gelisah," ucap Rio."Aku berjanji memilihmu, setiap hari, dalam nyata... bukan lagi mimpi," balas Anya dengan mata berkaca.Tepuk tangan riuh menyambut kecupan pertama sebagai suami istri. Langit tampak semakin terang, seolah memberkati awal yang baru.Hari itu, tidak hanya menjadi perayaan cinta, tapi juga perayaan sebuah perjalanan panjang—antara alam sadar dan bawah sadar, antara kehilangan dan harapan—yang kini menemukan tujuan akhirnya.***Setelah pesta pernikahan yang meriah, Anya dan Rio pulang ke rumah keluarga Rio terlebih dahulu untuk berganti pakaian dan berpamitan dengan keluarga. Malam mulai turun, angin sejuk berembus dari jendela saat mereka berdua akhirnya tiba di hotel butik mewah dekat kawasan rumah Rio—tempat

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 125: Ciuman Kejutan

    Anya menunduk. Hatinya bergejolak. Setelah semua kenyataan yang terbuka, kenyataan bahwa semua yang selama ini ia pikir nyata—pernikahan, Ruang Harmoni, bulan madu, semuanya hanya mimpi panjang saat koma—Anya tahu hidupnya kini benar-benar dimulai dari titik nol.“Aku butuh waktu,” ucap Anya pelan. “Tapi bukan untuk menolak kamu… justru karena aku ingin jujur sama diriku sendiri.”Rio mengangguk pelan. “Aku akan menunggu. Seperti dulu. Waktu kamu belum sadar, aku tetap jaga kamu. Sekarang kamu sadar… aku akan tetap ada. Tanpa menuntut.”Anya tersenyum samar. “Aku nggak mau kehilangan kamu lagi. Tapi aku juga harus menemukan kembali diriku sendiri, Rio.”Rio menatapnya lembut. “Kita bisa mulai pelan-pelan. Nggak usah buru-buru.”Anya mengangguk.Lalu, perlahan Rio berdiri dan menarik Anya ke dalam pelukannya. Bukan pelukan penuh nafsu, tapi pelukan yang menjanjikan perlindungan, kepercayaan, dan waktu yang tak akan terburu-buru.Dan ketika hari mulai gelap di luar jendela, dua insan ya

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 124: Deja Vu di Dalam Ciuman

    Sore itu, mentari mulai condong ke barat ketika suara ketukan lembut terdengar di pintu ruang CEO lantai paling atas. Rio yang tengah fokus menelaah laporan keuangan mengerutkan alis, lalu tersenyum begitu melihat siapa yang muncul.“Anya?” ujarnya dengan nada terkejut dan bahagia.Anya masuk dengan senyum hangat, membawa paper bag berisi camilan dan dua gelas kopi. “Kamu pasti belum sempat makan, kan?” katanya sambil meletakkan semuanya di meja Rio. “Aku lewat tadi, sekalian bawain ini.”Tanpa menjawab, Rio segera berdiri dan menutup pintu ruangannya—lalu menguncinya. Ia tahu, begitu Anya hadir, waktunya adalah milik mereka berdua. Ia ingin sejenak lepas dari tekanan dunia kerja dan menikmati momen kecil ini.“Kenapa dikunci?” tanya Anya, mengerling geli.“Aku butuh waktu hanya untuk kita berdua. Lima belas menit saja tanpa gangguan,” jawab Rio sambil tersenyum nakal.Mereka duduk berdampingan di sofa kecil dekat jendela, menikmati camilan buatan tangan Anya. Ada roti isi keju, poton

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status