Home / Romansa / Gairah Cinta CEO dan Peramalnya / Bab 4: Rahasia Tak Terduga dari El

Share

Bab 4: Rahasia Tak Terduga dari El

last update Last Updated: 2025-03-18 17:31:59

Aku merebahkan diri di sofa setelah seharian membaca tarot di booth. Ponselku tergeletak di atas meja, masih terbuka di chat terakhir dari El.

"Tetap semangat bekerja."

Pesan singkat yang membuatku kepikiran berjam-jam.

Kenapa dia bisa menemukan nomorku?

Kenapa aku merasa ada sesuatu di antara kami, padahal baru sekali bertemu?

Dan yang paling mengganggu… kenapa aku sampai menangis waktu dia mencium tanganku?

Aku menghela napas.

Tiba-tiba, otakku yang usil mendapat ide.

"Kenapa nggak cari tahu lebih jauh tentang dia?"

Jari-jariku langsung mengetik namanya di G****e.

El*…* Singapore.*

Aku menunggu hasil pencarian muncul di layar. Awalnya hanya LinkedIn dan beberapa berita bisnis. Tapi saat aku menggulir lebih jauh… mataku membelalak.

"Pengusaha Muda Singapura Tersandung Kasus Hukum: Diduga Menyiksa ART karena Tuduhan Racun di Minuman"

Dadaku mencelos.

Aku membaca lebih dalam. Tahun lalu, El dilaporkan ke polisi karena menuduh Asisten Rumah Tangga (ART)-nya meracuni minuman dingin yang diberikan kepadanya. Dalam kemarahan, dia disebut telah menyiksa ART tersebut hingga luka-luka. Kasus itu sempat menjadi skandal besar, dan…

Aku menahan napas. Dia masuk penjara selama 6 bulan.

Tanganku gemetar.

Jadi… orang yang aku pikir punya “ikatan” denganku ini—pria yang mencium tanganku dengan penuh perasaan—pernah dipenjara karena kasus penganiayaan?

Aku terdiam.

Pikiran-pikiran liar mulai bermunculan.

"Gimana kalau dia memang berbahaya? Tapi kenapa aku merasa ada sesuatu yang aneh?"

Aku menatap layar ponsel, lalu ke arah kartu tarotku di meja.

Aku harus mencari tahu lebih banyak.

Tapi pertanyaannya… aku benar-benar ingin tahu, atau aku hanya takut kalau hatiku sudah mulai tertarik padanya?

Malam itu, booth tarotku sudah agak sepi ketika seorang pria duduk di depan meja kasir kafe, memperhatikanku dari jauh.

Aku pura-pura sibuk merapikan kartu tarot, tapi mataku menangkap sosoknya. Reza.

Biasanya dia cuma ngasih kopi gratis dan ngajak pulang bareng. Tapi kali ini, dia melakukan sesuatu yang nggak pernah kulihat sebelumnya.

Dia keluar dari balik meja barista, berjalan santai ke kasir, dan mengeluarkan dompet.

"Apa yang dia lakukan?"

Aku melihatnya berbicara sebentar dengan kasir, lalu menyerahkan beberapa lembar uang. Setelah transaksi selesai, dia berbalik, berjalan ke arahku, dan duduk di kursi klien.

Dia menyilangkan tangan di dada, tersenyum miring. "Gue udah bayar di kasir. Lo nggak bisa nolak."

Aku menaikkan alis. "Lo serius mau diramal?"

Reza mengangguk. "Bayar pake uang sendiri. Gue kan pelanggan resmi sekarang."

Aku menyandarkan diri ke kursi, menatapnya curiga. "Dan lo bayar full price? Bukan minta diskon 'karena gue barista ganteng' atau semacamnya?"

Dia terkekeh. "Lo kepikiran juga gue bakal gitu, ya?"

Aku mendesah. "Oke, Reza. Lo mau nanya apa?"

Dia bersandar santai, menatapku dengan mata yang… berbeda dari biasanya. Lebih tajam. Lebih serius.

"Gue mau tahu soal cinta gue," katanya pelan.

Aku mengangkat bahu. "Oke, spesifiknya?"

Dia menatapku dalam, lalu berkata dengan nada yang lebih rendah, hampir menggoda. "Gue mau tahu… apakah cewek yang gue suka bakal ngebuka pintunya buat gue, atau dia bakal terus nutupin hatinya?"

Oke, suasana mendadak berubah.

Aku mengocok kartu dengan gerakan lebih pelan dari biasanya. "Baiklah. Kita lihat apa kata tarot."

Reza tetap menatapku, membuatku sedikit salah fokus.

Aku membalik kartu pertama. The Lovers.

Kartu kedua. The Hanged Man.

Kartu ketiga. Knight of Cups.

Aku terdiam.

Reza tersenyum. "Jadi? Apa artinya?"

Aku mengangkat tatapanku ke arahnya. "Lo lagi ada di posisi nunggu. Lo udah siap maju, tapi ada sesuatu yang bikin lo nggak bisa langsung dapetin orang yang lo suka."

Reza mengangguk pelan. "Dan dia? Orang yang gue suka?"

Aku mengetuk kartu The Lovers dengan jariku. "Dia tahu lo ada. Dia sadar lo deket. Tapi dia masih ragu buat buka pintu."

Reza tertawa kecil. "Hmm… masuk akal."

Aku menelan ludah, lalu menambahkan, "Tapi, kalau lo terus usaha dengan cara yang nggak terlalu maksa, mungkin akhirnya dia bakal buka pintunya."

Reza menatapku lama. "Mungkin gue harus sering-sering bayar buat diramal."

Aku mendengus. "Atau lo bisa cari cewek lain yang lebih gampang dideketin."

Dia menyandarkan diri ke kursinya, tersenyum lebar. "Masalahnya, gue nggak tertarik sama yang gampang."

Aku kehilangan kata-kata.

Reza berdiri, memasukkan tangan ke saku celana. "Thanks buat bacaannya, Anya. Worth every penny."

Lalu dia berbalik dan berjalan pergi.

Aku melihat punggungnya menghilang di kafe, sementara pikiranku masih berusaha mencerna semuanya.

Reza… serius?

Atau ini cuma caranya buat bikin aku goyah?

Aku menatap kartu The Lovers di meja.

Aku tahu tarot nggak pernah bohong.

Tapi kali ini, aku berharap aku salah baca.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 121: Perubahan yang Tak Terduga

    Pagi itu, Reza baru saja menerima telepon dari pamannya. Suaranya terdengar serius, meminta Reza datang ke kantor pusat perusahaan keluarga besar mereka. Setelah beberapa bulan meninggalkan dunia korporasi demi membangun Ruang Harmoni bersama Anya, Reza merasa ada sesuatu yang penting.Sepulang dari pertemuan itu, Reza duduk berhadapan dengan Anya di ruang tamu rumah mereka. Wajahnya tenang namun penuh pertimbangan.“Ada apa, Mas?” tanya Anya pelan.Reza menarik napas dalam. “Om meminta aku kembali ke perusahaan keluarga. Kondisi internal sekarang cukup rumit. Om sudah sepuh dan ingin ada regenerasi. Aku diminta pegang posisi CEO lagi untuk membenahi semuanya.”Anya terdiam sejenak, mencoba mencerna berita itu. “Jadi… Mas akan kembali ke dunia korporasi?”Reza mengangguk. “Iya, Sayang. Aku sudah pertimbangkan matang-matang. Aku tidak bisa tolak tanggung jawab ini. Tapi itu berarti, aku tidak bisa aktif di Ruang Harmoni. Aku akan serahkan semua pengelolaan ke kamu.”Anya menunduk, hati

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 120: Kenangan Lama yang Muncul Kembali

    Sore menjelang malam, setelah kegiatan selesai, Anya dan Reza duduk berdua di teras Ruang Harmoni. Angin sore berhembus pelan, menyejukkan suasana.“Mas,” ucap Anya perlahan, memecah keheningan. “Aku senang kita bisa membangun semua ini bersama. Meski sempat ada banyak ujian, aku merasa tenang sekarang.”Reza menoleh dan menggenggam tangan Anya. “Kita memang nggak bisa menghindari cobaan, Sayang. Tapi aku percaya, asal kita terus terbuka dan jujur satu sama lain, semua bisa kita hadapi.”Anya tersenyum, hatinya menghangat. Ia tahu, perjalanan mereka masih panjang, tetapi dengan pondasi yang kuat seperti ini, mereka bisa menghadapi apapun bersama.Senja perlahan meredup. Lampu-lampu di Ruang Harmoni menyala, menerangi ruangan yang kini menjadi simbol perjalanan baru bagi banyak orang, termasuk mereka berdua.***Malam itu, setelah pulang dari Ruang Harmoni, Anya duduk sendirian di ruang baca rumahnya. Reza sudah lebih dulu tertidur karena kelelahan setelah seharian memandu pelatihan vo

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 119: Langkah Baru Ruang Harmoni

    Keesokan paginya, suasana di Ruang Harmoni terasa lebih tenang. Surat perpisahan dari Rio sudah dibaca oleh hampir semua anggota tim, dan meski ada yang terkejut, sebagian besar menerima keputusan Rio dengan lapang dada. Mereka paham, Rio punya mimpi besar yang harus diraih di perusahaannya sendiri.Anya datang sedikit lebih awal dari biasanya. Ia mengenakan blouse putih sederhana dan celana kain abu-abu, wajahnya tampak lebih segar meski hatinya masih menyimpan gumpalan rasa yang belum sepenuhnya tuntas.Begitu memasuki ruang kerja, ia langsung disambut Wina, salah satu terapis senior. "Mbak Anya, pagi! Oh ya, aku sudah beresin laporan klien minggu ini, tinggal tanda tangan Mbak aja."Anya tersenyum hangat. "Terima kasih, Wina. Nanti aku cek, ya."Setelah beberapa saat berkutat dengan berkas, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada pesan masuk dari nomor Rio.> Anya, maaf aku nggak pamit langsung sama kamu. Aku takut kalau lihat kamu lagi, aku nggak bisa tegas sama diriku sendiri. Aku perg

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 118: Perpisahan Tanpa Kata

    Pagi itu, sinar matahari yang hangat masuk melalui celah tirai kamar. Reza sudah beranjak lebih dulu, terdengar suara halus alat dapur dari arah dapur. Biasanya Anya akan tersenyum melihat suaminya menyiapkan sarapan. Tapi pagi ini, dadanya terasa berat. Tidurnya semalam tidak nyenyak. Bayangan kejadian bersama Rio terus menghantui.Anya duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke lantai. Ia meremas jemari sendiri. Ada dorongan kuat untuk bicara jujur pada Reza, tapi ada ketakutan yang lebih besar jika kejujurannya malah menghancurkan semua.Reza muncul dari balik pintu, membawa nampan berisi roti panggang dan teh hangat. “Pagi, sayang. Aku bawain sarapan di kamar, biar kamu nggak terlalu capek. Semalam kayaknya kamu lelah banget.” Wajah Reza penuh perhatian, senyum tulusnya seperti biasa.Anya mencoba membalas senyuman itu meski kaku. "Terima kasih, Mas." Suaranya pelan. Ia menerima nampan itu dan meletakkannya di pangkuan.Reza duduk di sebelahnya, mengusap lembut punggung Anya. “Ada y

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 117: Rahasia yang Mengganggu Hati

    Anya terus berjalan cepat menyusuri lorong klinik yang kosong. Langkah kakinya terasa berat, seolah ada beban tak kasatmata yang menghimpit dadanya. Ia berhenti sejenak di depan ruang konsultasi yang kosong, menyandarkan punggungnya di dinding, mencoba menenangkan napas yang memburu.Pikirannya berputar cepat, kembali melompat ke masa lalu. Ia teringat saat-saat dulu sebelum menikah dengan Reza—ketika ia masih membuka layanan tarot kecil di booth restoran milik maminya Rio. Saat itu, Rio sering mampir. Diam-diam ia memperhatikan Anya dari kejauhan, seolah selalu memastikan Anya baik-baik saja, namun tak pernah berani mendekat terlalu dekat.Dan saat-saat itulah Rio pernah memberanikan diri. Ia pernah mengungkapkan perasaannya secara jujur dan terbuka. Waktu itu, suaranya bergetar namun tegas."Aku sudah lama menyimpan rasa ini, Anya. Sejak pertama kali aku lihat kamu baca tarot di booth itu, aku tahu... aku ingin kamu dalam hidupku."Namun Anya saat itu tidak bisa membalas. Hatinya su

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 116: Ciuman yang Mengejutkan

    Sore itu, suasana Ruang Harmoni mulai lengang. Para klien sudah pulang sejak satu jam lalu. Ayu dan Reza pun sudah beranjak lebih dulu setelah membereskan sebagian peralatan. Hanya tinggal Anya dan Rio yang masih merapikan beberapa dokumen di meja resepsionis.Anya sibuk memeriksa berkas pendaftaran klien baru untuk minggu depan. Suara jam dinding terdengar jelas, menandakan senja hampir habis. Di luar, langit mulai berganti warna jingga.Saat Anya asyik merapikan map, ia tidak menyadari langkah pelan Rio yang mendekat dari sisi belakang. Begitu ia menoleh, Rio sudah berdiri sangat dekat, matanya menatap Anya lekat-lekat—penuh emosi yang sulit terbaca.“Rio?” suara Anya pelan, bingung.Tanpa sepatah kata pun, Rio meraih wajah Anya dengan kedua tangannya, lalu dengan cepat bibirnya mendarat di bibir Anya. Sentuhan itu cepat namun jelas, membuat Anya membeku di tempat. Matanya terbelalak, hatinya berdegup keras, tak sempat bereaksi ataupun menolak.Beberapa detik kemudian, Rio melepaska

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 115: Jadwal Baru, Tantangan Baru

    Reza datang menghampiri, mengenakan kemeja linen abu muda yang senada dengan nuansa interior Ruang Harmoni. Tatapannya penuh kekaguman saat melihat Anya. “Kamu cantik sekali hari ini,” bisiknya lembut.Acara pembukaan dimulai pukul 10 pagi. Undangan yang hadir tidak hanya teman dekat dan keluarga, tetapi juga mantan klien Anya yang pernah merasakan manfaat dari sesi konsultasi dengannya. Beberapa tokoh di bidang pengembangan diri dan spiritualitas pun hadir, termasuk Guru Adarma yang telah menjadi mentor Anya selama ini.Ruang utama dipenuhi wewangian lembut lavender dan suara musik instrumental yang menenangkan. Di dinding, terpampang tulisan “Tempat bertumbuh dalam ketenangan, ruang menemukan kembali diri sendiri.”Anya memulai acara dengan pidato singkat. Suaranya jernih dan penuh ketulusan.“Ruang Harmoni lahir dari perjalanan batin saya, perjalanan menemukan ketenangan setelah badai kehidupan. Tempat ini kami dedikasikan untuk siapa pun yang ingin menemukan kembali dirinya sendir

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 114: Bulan Madu dan Rencana Masa depan

    Setelah pesta pernikahan yang hangat dan penuh tawa, Anya dan Reza memulai babak baru dalam kehidupan mereka dengan perjalanan bulan madu. Mereka memilih tempat yang sederhana namun tenang: sebuah villa kecil di kawasan pegunungan yang dikelilingi hamparan kebun teh dan hutan pinus. Tempat itu jauh dari hiruk-pikuk kota, memberikan ketenangan yang mereka butuhkan setelah perjalanan panjang yang penuh liku.Perjalanan menuju villa memakan waktu beberapa jam dengan mobil. Sepanjang jalan, Reza sesekali melirik Anya yang duduk di sebelahnya. Wajah Anya tampak damai, rambutnya ditiup lembut angin dari jendela yang sedikit terbuka."Terima kasih sudah mau ikut aku ke tempat sederhana ini," kata Reza sambil tersenyum.Anya menoleh dan membalas senyum itu. "Kebahagiaan kita bukan soal kemewahan tempatnya, tapi siapa yang menemani. Selama bersamamu, di mana pun aku merasa nyaman."Setibanya di villa, pemandangan yang mereka lihat melebihi ekspektasi. Kabut tipis menyelimuti lereng gunung, aro

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 113: Persiapan Pernikahan yang Penuh Harapan

    Dua minggu setelah Bintang ditahan, kehidupan Anya dan Reza mulai kembali normal. Tidak ada lagi ancaman, tidak ada lagi bayang-bayang masa lalu yang menghantui mereka. Kali ini, mereka bisa benar-benar fokus mempersiapkan pernikahan mereka yang tinggal dua bulan lagi.Pagi itu, Anya dan Reza mengunjungi wedding organizer yang sudah mereka pilih sebelumnya.“Jadi konsepnya tetap intimate garden party, ya, Mbak Anya, Mas Reza?” tanya Maya, wedding planner mereka.“Iya, tamunya nggak banyak, hanya keluarga dan teman dekat saja,” jawab Anya sambil tersenyum. Ia merasa hatinya ringan. Tidak ada lagi rasa was-was.Reza merangkul bahu Anya.“Yang penting kita nyaman dan bisa menikmati hari itu.”Hari-hari mereka diisi dengan memilih undangan, mencicipi menu catering, mencoba gaun dan jas, serta memotret prewedding di Bandung. Anya merasa sangat bahagia, karena semua proses berjalan lancar dan penuh dukungan dari orang-orang terdekat.Suatu sore, Reza membawa Anya ke sebuah galeri seni kecil

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status