Informasi tambahan untuk kalian, kisah Jack ini inspired by a true story. Salah satu keluarga kalangan atas Indonesia. Apa ada yang bisa tebak inspired by ceritanya siapa? Coba tulis di kolom komentar hehe. Kalau kalian tahu, ati-ati besok ilang!
“Namun, saat mengetahui Henry berujung jatuh cinta dengan Rosa dan sang istri selalu membandingkan Helen dengan wanita itu, sisi gelap John kembali menyeruak dan dia memutuskan untuk menyingkirkan Rosa sebagai saingan putrinya.”Ucapan Henry membuat Adam mengernyitkan dahi. “Akan tetapi, Kakek tidak menyetujui niat ayahku untuk menikahi wanita itu.” Pria itu merasa sedikit bingung. “Orang-orang mengatakan bahwa Kakek menolak merestui mereka karena latar belakang wanita tersebut, apa benar?”Saat Noah ingin menjawab, mendadak ada sebuah suara yang menyela, “Tidak.”Semua orang menoleh ke satu arah, pada Evelyn yang mendadak bersuara. Terlihat wanita itu menatap kosong ke udara, memikirkan sesuatu.“Kakek bukan orang yang seperti itu,” ucap Evelyn, menggeser maniknya ke arah Noah. “Apa mungkin … ibuku mengatakan sesuatu?” tebaknya.Mendengar Evelyn menaruh kepercayaan begitu besar pada dirinya membuat Noah sedikit terkejut. Hal itu membuat pria tua itu tersenyum sembari bertanya, “Apa y
“Kakek, kalau John Smith menyingkirkan Rosa karena ayah sempat ingin menikah dengannya, maka Ibu—" Adam tidak mampu menyelesaikan ucapannya, dia merasa tenggorokannya tercekat. Matanya yang biasa dingin, seketika memancarkan ekspresi ketakutan.Takut? Ya, Adam merasa sangat takut dengan pikirannya sendiri. Namun, dia harus menghadapinya.Jikalau memang John Smith menyingkirkan Rosa hanya karena Henry sempat ingin menikah dengan wanita itu, maka bukankah itu berarti … besar kemungkinan apa yang terjadi kepada Diandra juga memiliki hubungan dengan … pria itu? Terlebih karena setelah Diandra meninggal, orang yang dengan cepat menempati posisinya ialah … Helen.Di saat ini, pandangan Noah berubah memancarkan kesedihan. Pria tua itu menundukkan kepalanya, terlihat sangat bersalah akan suatu hal.“Adam, di matamu, ayahmu adalah seorang baj*ngan, bukan?” tanya Noah dengan sebuah senyuman pahit. “Mengenai hal itu, aku tidak bisa mengelaknya, terutama dengan segala keputusan egois yang dia amb
“Ancaman bahwa ahli waris tunggalnya yang akan menjadi korban.” Ucapan Noah membuat wajah Adam berubah kaget. Dia membisu, tidak mengatakan apa pun. Sepertinya, benak Adam mulai mampu menghubungkan benang satu dengan benang lainnya. Di sisi lain, Evelyn juga melakukan hal yang sama. Dia terdiam, berusaha berpikir. ‘John Smith ingin Helen berakhir dengan Henry lantaran itu merupakan hal yang gadis kecilnya inginkan. Selain itu, kalau putrinya itu bisa menjalin hubungan dengan Keluarga Dean, keluarganya jelas tidak akan dirugikan.’ Wajah Evelyn terlihat buruk. ‘Demi semua hal itu, dia rela menghancurkan keluarga orang lain!’ Sementara Adam dan Evelyn sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, Noah lanjut menjelaskan, “Saat Adam berusia tujuh tahun, dia memiliki seorang teman dekat.” Dia melirik kembali calon cucu menantunya dan melanjutkan, “Kakakmu, Dominic.” “Kakak?” Evelyn sedikit terkejut. Akan tetapi, ingatan akan apa yang diceritakan Adam terkait hubungan Dominic dengannya memb
“Henry! Buka pintu ini! Henry!!” Teriakan melengking bergema di dalam sebuah ruang tidur yang luas. “Kamu mengancamku dengan perceraian? Teruslah bermimpi!” teriak Helen sembari menggedor-gedor pintu kamarnya, wajahnya memerah karena amarah. Seisi ruangan Helen telah dipenuhi dengan benda rusak dan pecahan kaca yang berserakan di lantai. Hal tersebut terjadi lantaran dia menjadikan benda-benda malang itu pelampiasan emosi karena dikurung dan diancam oleh Henry. Namun, semakin lama, Helen merasa semakin frustrasi. Alih-alih mengunjungi dan menegurnya seperti beberapa waktu lalu, Henry tidak menggubrisnya. Pria itu membiarkan para pelayan membersihkan kamar Helen dan menggantikan barang-barang yang rusak dengan yang baru, sebuah cara untuk menunjukkan pada wanita tersebut bahwa apa pun yang dia lakukan tidak akan berpengaruh. Teringat akan tekad bulat Henry untuk mengabaikannya, Helen—yang walau sudah cukup lelah menghancurkan barang-barang di kamarnya tadi—kembali mengepalkan tangan
Di dalam ruangan pribadinya, terlihat sosok Henry yang terduduk di sebuah sofa. Sembari bersandar, kepala pria itu menengadah dan pandangannya menatap lurus foto besar sang istri di hadapan. “Diandra, aku sudah melangkah begitu jauh,” ujar pria tersebut dengan tatapan sendu. “Aku tidak menyangka akan tiba hari di mana aku bisa mengancam Helen dengan sebuah perceraian.” Dari bayangan gelap yang berada di bawah kantong mata pria paruh baya itu, semua orang yang melihat pasti tahu bahwa Henry sedang merasa sangat lelah. Kalau seseorang mendorongnya, kepala Keluarga Dean tersebut kemungkinan besar akan tumbang dan jatuh. “Selain itu, apakah kamu tahu bahwa Evelyn sungguh putri dari Rosa?” tanya Henry dengan sebuah senyuman tipis. “Tidak heran mereka berdua sungguh mirip.” Pandangan pria tersebut jatuh pada foto yang ada di tangannya. “Lihat bagaimana Adam tersenyum begitu bahagia,” bisiknya. “Sudah lama sejak aku melihat bocah itu tersenyum seperti itu.” Foto di tangan Henry tidak lain
“Diandra … tidak membunuh dirinya sendiri, melainkan dibunuh.”Pernyataan tersebut membuat seisi ruangan itu diselimuti aura dingin yang menusuk. Evelyn menoleh ke sebelahnya, dan dia pun menyadari bahwa ekspresi Adam telah berubah menjadi sangat gelap.“Apa … buktinya?” tanya Adam dengan suara rendah.“Adam Dean, ibumu adalah wanita yang seperti apa, kamu—sebagai putranya—jelas tahu,” balas suara dari ponsel tersebut, membuat Adam mengerutkan kening. “Diandra bukanlah orang egois yang akan dengan tega meninggalkan putra semata wayangnya sendirian di dunia ini,” tegas orang tersebut. “Terutama ketika dia tahu bahwa nyawamu dalam bahaya dengan kehadiran Keluarga Smith.”Ucapan orang tersebut membuat pandangan Adam menjadi sedikit tidak fokus. Benaknya terlempar ke pagi hari itu, hari di mana dia mengunjungi ruangan sang ibu di rumah sakit, hanya untuk mendapati tubuh Diandra telah bergelantung di tengah ruangan.Adam ingat bahwa pada saat itu, ada lebam dan luka panjang yang menghiasi
“Adam! Adam, tahan emosimu!” Teriakan Evelyn bergema di teras gedung utama. Dari suaranya, kentara bahwa dia sangat panik. Dengan dua tangan menggenggam erat lengan Adam, Evelyn berusaha menahan pria itu dari menerjang dan menerobos kediaman Henry. Akan tetapi, kekuatan wanita tersebut tentunya tidak sebanding dengan kekuatan Adam. Beruntung, pria tersebut lebih khawatir Evelyn akan berakhir terjatuh dalam usaha untuk menahan dirinya. Alhasil, Adam pun menghentikan langkahnya dan berbalik. Raut wajah Adam memancarkan amarah menggebu-gebu, netra birunya tidak sekadar memancarkan aura dingin seperti biasa. Kali ini, dia jelas ingin membunuh seseorang. “Wanita itu telah membunuh ibuku!” ucap Adam dengan suara tertahan. Jari pria tersebut terarah ke kediaman Henry, jelas sedang merujuk ke ruangan Helen. “Evelyn, aku tidak mungkin diam saja setelah mengetahui bahwa ibuku dibunuh dengan begitu keji hanya untuk ... untuk harta dan kuasa!” Pria itu mengepalkan tangannya. “Paling tidak, pri
“Apa yang sebenarnya kamu pikirkan?” Sembari menghadap ke luar jendela, menatap bulan yang bersinar terang malam tersebut, Noah bertanya sembari memasang ekspresi kesulitan. “Kenapa kamu berubah pikiran dan berujung melibatkan Evelyn dan Adam?” Dari ujung telepon yang lain, suara merdu pun terdengar membalas, “Tidakkah kamu mendengar ucapan putriku tadi?” Mendengar balasan Rosa, Noah mengerutkan kening. “Aku akui bahwa tindakan Evelyn berada di luar dugaanku,” ucap pria tua itu sembari menutup mata dan menyandarkan punggung ke sofa. “Menghubungi ketua Pentagram Merah untuk mencari tahu tentang dirimu, sebuah tindakan yang sangat berani mengingat pengalamannya dengan grup tersebut.” Namun, Noah kemudian mendengus. "Akan tetapi, tidak mungkin hanya karena itu, terlebih karena pada akhirnya kamu tidak mengakui apa pun di depan mereka tadi.” Selama sesaat, Rosa terdiam. Dia menghela napas dan berujung menjawab, “Cucumu menemui Tom Smith.” “Apa?” Noah terlihat terkejut. “Kapan?” Sembar