Share

3

POV Aviasya

"Aku mohon!" katanya memelas, dengan bibirnya yang kering. Matanya sayu mengisyaratkan rasa lelah. William, namanya William, pria yang kucintai selama ini, yang rela melakukan apa saja demi membahagiakanku.

"Wil ...." Aku mengelus pipinya, tak bisa dijabarkan perasaan yang ada di dada. Tak seharusnya dia mendapatkan ini semua. Dia tak bersalah.

"Aku mohon, cabut saja laporan itu, aku tak ingin keluargaku semakin menderita, suamimu bahkan telah memerintahkan orang-orang untuk merusak toko ayahku. Aku mohon, Via! Please!" Dia memegang erat jemariku.

Aku mengenggam tangannya. Tak semudah itu melepaskan manusia psikopat seperti Ronald.

"Hei ...." William kembali menyentak lamunanku. Dia memaksakan senyum di bibirnya yang pucat, bahkan dengan keadaan tak berdaya, dia tetap berusaha terlihat baik-baik saja.

"Ronald itu sakit, dia sakit jiwa, bukankah ini yang kita tunggu? Menyingkirkan Ronald sehingga kita bisa bersama?" tanyaku menahan suara menahan geram. Aku tak ingin mencabut laporan dan membuat Ronald bebas. Tidak.

"Kenyataannya, dia yang menyingkirkanku lebih dulu. Toko kaset itu, adalah harta satu-satunya milik ayahku, toko itu adalah segalanya baginya. Jika kita tak mencabut laporannya dan berdamai, kami akan kehilangan toko itu, Avia. Tak ada yang lebih menyedihkan dibanding itu terjadi."

Aku menatap William gamang. Aku tahu, pria bule yang ditinggalkan oleh ibunya sejak bayi itu, memiliki nasib tak beruntung. Dia dan ayahnya, hidup di sudut kota, tinggal di rumah petak kecil, dan memiliki toko kecil di pinggir pasar tradisional.

"Via, aku mencintaimu, sampai kapan pun aku mencintaimu, tetap ingin bersamamu, tapi untuk saat ini, aku tak bisa membiarkan ayahku lebih menderita lagi karena hubungan kita. Lagi pula ...." William melirik ke dua kalinya yang dibalut. Aku merasakan rasa luka yang amat dalam melihat wajah itu, ini sangat berat, dia akan menghabiskan sisa hidupnya di kursi roda.

"Apa lagi yang bisa aku lakukan, dengan ke dua kaki yang sebentar lagi takkan berfungsi ...."

William tersenyum lagi, tapi matanya berkaca-kaca.

"Aku mencintai hatimu ...."

"Sayang, please! Jika kau mencintaiku, cabut saja laporannya, kita berdamai. Suamimu, adalah ancaman terbesar bagi kita."

Aku merasakan ucapan William bagaikan pengakuan kekalahan. Aku mencintainya, tapi, apakah dengan melepaskan Ronald, semua menjadi benar?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status