Share

4

POV Ronald

Dia lebih kurus, bahkan terlihat pucat. Wanita yang statusnya itu adalah istriku, terlihat sangat kacau.

Apa kubilang, kami juga memiliki kekuasan yang lebih tangguh dibanding keluarga Avia. Tak segampang itu membuatku membusuk di penjara. Ini adalah pertemuan pertama kami, setelah beberapa hari aku meninggalkan sel tahanan. Jangan bilang ini adalah keluarga Ronald, jika tak mampu memberikan jawaban cerdas ke publik, dan menutup mulut-mulut yang akan menyebarkan gosip dengan uang dan kekuasaan. Sangat hebat, ayahku mengatakan, bahwa tabrakan itu adalah kecelakaan yang tidak disangaja.

Selepas makan malam, aku dan Avia belum beranjak dari tempat duduk kami. Sementara ke dua keluarga seperti tengah berpesta, tertawa bersama di ruang tengah, seakan sama-sama merayakan kebebasanku.

"Selamat! Kau sukses menghancurkan hidupku!" katanya sinis.

Aku menaikkan alis, lalu memperbaiki letak kaca mataku. Aku tahu betul, kalimat itu bernada sindiran yang terasa mengancam.

"Tidak, aku belum melakukan apa-apa."

"Setelah merusak toko ayah William, kau mengaku tak melakukan apa-apa?"

Avia mendesis. Matanya memancarkan sinar kebencian yang amat dalam.

Aku menggeleng, aku tak melakukan itu. Aku hanya memberi pelajaran pada selingkuhannya, tanpa menyentuh usaha milik mereka. Aku belum sekejam itu. Siapa pelakunya?

"Aku tahu, kau takkan berhenti setelah ini, apa lagi yang ingin kau lakukan? Niat jahat apa lagi yang kau rencanakan? Jika kau berpikir, dengan menyingkirkan William akan membuat aku jatuh cinta padamu, kau salah, Ronald!"

"Apa?" Aku mencerna apa yang dikatakan wanita itu. Setelah memahami, aku malah merasa geli.

"Apa kau berpikir, aku tengah berjuang agar mendapatkan cintamu? Mimpimu terlalu jauh, aku tak tertarik padamu, Aviasya."

Wanita itu menatapku tajam. Mungkin, jika dia tak menahan diri, dia akan mencingcangku saat ini juga.

"Dengar, aku melakukan ini, hanya untuk harga diri, bukan untuk cinta, kau mengerti?"

"Cih! Harga diri? Berapa harga dirimu? Aku akan membelinya, tapi setelah itu lepaskan aku!"

Aku semakin geli dengan semua ucapan Aviasya.

"Membeli? Memakai apa? Apa kau lupa, keluarga kalian tengah mengemis pada kami, karena perusahaan ayahmu hampir bangkrut. Dengan apa kau akan memberi harga diriku, bahkan kau sendiri tak memiliki harga apa pun."

Sengaja kupindai wanita itu dari atas sampai bawah. Semua bagian tubuhnya tak lagi berharga karena bekas laki-laki lain. Hanya tubuh kurus yang berkulit pucat. Dia tak memiliki apa-apa lagi selain rasa percaya diri yang tinggi.

Avia menatapku tajam, lalu di menit berikutnya, cairan bening meluncur dari ke dua matanya.

Aku berdiri, mendorong kursi meja makan.

"Kita takkan pernah berpisah, takkan bisa bercerai, karena ayahmu, memohon padaku, agar tetap menjadi suamimu, bahkan setelah dia tahu, anaknya tak lebih dari seorang jalang."

Aku berbalik, meninggalkan Avia sendiri. Aku butuh kesepianku kembali, sendiri, di ruangan gelap yang tak memiliki bunyi dan cahaya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status