Share

5. Map Perjanjian

last update Last Updated: 2025-06-13 16:38:20

Tisya menatap Derren dengan mata membelalak tak percaya. Napasnya masih belum teratur sejak mendengar kalimat terakhir pria itu.

"Apa maksud Tuan? Kesepakatan kita, maksudnya apa?" bisiknya lirih penuh keheranan.

Derren tak menjawab langsung. Ia melangkah pelan ke sisi jendela besar di belakang meja CEO, menatap lalu lintas kota London yang padat seperti pikirannya sendiri. Cukup lama ia diam, seakan memilih kata-kata untuk dilontarkan pada Tisya.

"Saat berada di luar ruangan ini, aku minta kita tidak saling mengenal satu sama lain," katanya pelan pada Tisya, tetapi perkataan itu sangat tegas, "di sini, kamu hanya seorang pegawai. Aku atasanmu. Hanya itu status kita di mata dunia dengan wajahmu yang terekspos ini."

Jantung Tisya berdegup kencang, kali ini bukan karena gugup, tetapi marah dan bingung bersamaan. Tisya tak masalah, hanya saja keadaan ini merasa sangat aneh. Benar, Tisya tak memakai topeng masqerade sekarang, ia menjadi dirinya sendiri, tanpa embel-embel status seorang istri.

"Jadi itu rencanamu, Tuan?" tanyanya, suaranya mengeras sedikit, "mendadak menolong, lalu memasukkan saya ke perusahaan, dan bersikap seakan kita berdua orang asing?"

"Kamu sendiri yang ingin bekerja," potong Derren datar, "dan kebetulan, aku membutuhkan seorang pegawai saat ini."

Tisya mengerutkan alis. "Apakah sekretaris?"

Derren menoleh dan menyeringai tipis. Tapi bukan senyum hangat, melainkan sinis pada wanita itu.

Background Tisya seorang sekertaris, harapan yang luar biasa jika ia bisa diterima kerja dengan posisi yang sama.

"Bukan. Aku tidak butuh sekretaris saat ini. Posisi itu sudah ada, dan dia sedang cuti selama satu Minggu. Untuk sekarang, aku butuh ... office girl, karena hanya posisi itu yang sedang kosong."

Seketika, tubuh Tisya menegang. "A-apa?" tanyanya lirih, seperti tak percaya pada apa yang baru ia dengar, "apa Tuan sedang bercanda?"

"Tidak, aku memang butuh office girl untuk sekarang," ulang Derren santai, lalu kembali duduk di kursinya, "kamu akan bertanggung jawab atas kebersihan ruangan ini, ruang meeting, dan mengantarkan dokumen ke divisi lain bila diperlukan. Mulai hari ini, kamu harus bekerja."

Tisya menahan napas untuk sabar, sekarang, Tisya merasa sedang dipermainkan oleh Derren. Tetapi apa yang dikatakan Derren tak bisa dibantah, hanya bagian office girl yang sedang kosong.

"Tapi ... saya melamar sebagai sekretaris, Tuan."

"Dan aku menerima lamaranmu, tetapi sebagai office girl," jawab Derren enteng, membuat Tisya sedikit kesal pada pria yang diam-diam menyebelkan ini.

"Tuan sengaja mempermainkan saya lagi?" desis Tisya, "Tuan tahu sendiri jika saya butuh pekerjaan, dan sekarang Tuan paksa saya untuk ... untuk ...."

"Aku tidak memaksa," potong Derren lagi, suaranya tak berubah sedikit pun. "Kamu bisa pergi sekarang juga. Tidak akan aku halangi. Tapi kalau kamu mau tetap di sini, maka mulai sekarang, bersihkan ruangan ini, Tisya!"

Tisya menunduk. Bibirnya bergetar menahan luapan emosi. Tetapi ia tahu, Derren benar. Ia tak punya pilihan lain. Uang tabungan sudah nol. Neneknya masih dirawat, dan biaya rumah sakit akan terus berjalan. Kalau ia pergi, maka entah kapan lagi bisa dapat pekerjaan lain secepat ini.

Dengan berat hati, ia mengangguk pelan tanda persetujuan.

"Baik, Tuan," katanya pelan, "mulai hari ini, saya akan bekerja."

Derren mengangguk datar, lalu menekan tombol interkom. "Tolong antarkan seragam Office Girl ke Ruanganku, sekarang!"

Satu jam kemudian, Tisya sudah mengenakan seragam abu gelap dengan logo Ribela kecil di dada kiri, staf HRD, hanya tersenyum canggung saat melihatnya.

"Maaf ya, Nona. Tuan Derren memang sangat tegas saat menerima karyawan," bisik HRD pria itu setelah melihat Tisya yang baru saja membersikan ruangan CEO.

Tisya tak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan, lalu kembali ke lantai 26 dengan nampan berisi makan siang untuk suami kilatnya itu.

Sepanjang siang, Tisya harus mengepel lantai CEO hingga mengilap seperti cermin, membersihkan meja kerja Derren yang penuh dokumen, dan bahkan menyiapkan kopi untuk tamu yang datang meeting. Derren sendiri nyaris tak bicara padanya, kecuali untuk menyuruh atau memberi perintah dengan nada dinginnya. Seluruhnya telah ia bersihkan, tak ada debu yang menempel sedikit pun di dalam ruangan itu.

Tisya terus menggerutu saat dimintai ini itu oleh atasannya, sedikit menyebalkan memang. Bahkan pekerjaan Tisya belum selesai, Derren telah meminta untuk mengerjakan yang lainnya, sampai Tisya merasa pusing sendiri, yang lebih mirip sebagai asisten rumah tangga, bukannya office girl perusahaan.

"Tisya, ambillah laporan bulanan ke bagian Finance," titah Derren begitu tegas, "oh ya, tolong bersihkan meja meeting juga sebelum jam empat."

Ingin rasanya diri ini marah yang meledak-ledak, tetapi Tisya cukup sadar diri. Ia hanya seorang bawahan yang tak punya kuasa apa pun, bagaimana bisa ia membantah atau tak menurut pada Derren. Mungkin ia bisa saja membantah, sialnya Tisya tak siap jika dipecat begitu saja di hari pertamanya bekerja.

"Baik!" jawab Tisya singkat, "saya akan melakukannya."

Derren mengangguk, sepertinya memang pria itu benar-benar sengaja membuat Tisya kelimpungan bekerja. “Laci ini juga masih berantakan. Rapikan, sekarang!"

Tisya hanya bisa mengangguk. Coba saja lihat. Tisya masih punya tugas. Tetapi bisa-bisanya Derren semena-mena seperti itu pada Tisya. Tetapi baiklah, Tisya harus sabar untuk sekarang.

"Tolong buatkan saya kopi!"

Tisya menghela napas, ia kembali mengangguk. Perlahan keluar untuk membuat kopi yang Derren minta.

Tak lama, sebuah kopi di dalam gelas kecil berwarna putih terletak di atas meja. "Ini kopinya, Tuan."

Derren yang sedang menatap komputer, tangannya meraih kopi tersebut, setelahnya mengatakan."Tolong jangan yang terlalu panas."

"O-oh, baik, Tuan. Saya ambilkan yang baru."

Tisya, mau tak mau harus mengganti kopi tersebut dan kembali ke pantry yang sialnya berada di lantai satu.

Tak lama, kopi dalam gelas berbeda sudah ada di atas meja kembali. Berharap Derren tak melayangkan protes dengan kopinya kali ini.

Sialnya, pria itu mengatakan, "Gulanya sedikit saja."

Hampir saja Tisya emosi tak tertahankan, sudah beberapa kali ia bolak-balik membuat kopi. Menyebalkan, kenapa Derren sangat mempersulit Tisya sekali dalam membuat kopi saja. Namun masih sama, Tisya tetap harus sabar hingga kopi berada di atas meja tanpa Derren minum sedikit pun, yang sepertinya itu memang takaran yang Derren inginkan.

Semua telah dilakukan. Hanya bisa mengeluh dalam hati. Saat jam menunjukkan pukul tujuh malam dan seluruh kantor mulai sepi, hanya tinggal lantai eksekutif yang masih terang, Tisya merasa tubuhnya benar-benar kelelahan. Ia duduk sejenak di pantry kecil, meneguk air mineral yang berada di tangan, lalu kembali ke ruangan Derren untuk mengepel lantai yang terakhir. Sungguh, ini sangat melelahkan.

Ruangan itu sudah lengang. Derren masih duduk di belakang meja, namun kini tampak berbeda. Cahaya lampu gantung memberi siluet tajam di wajahnya. Ia tak sedang bekerja, tapi memandang Tisya dengan sorot yang tak biasa, ada sesuatu yang lebih dari sekadar tatapan atasan pada bawahannya.

Saat Tisya selesai menyimpan alat pel, Derren berdiri dan berjalan ke arah lemari kecil di sudut ruangan. Ia membuka laci, mengambil satu map hitam, lalu menyerahkannya pada Tisya. Yang membuat Tisya menjadi sangat bingung.

Harusnya ia sudah pulang, ini telah malam hari. Pekerjaan Tisya sudah selesai, tak mungkin Derren menyuruh Tisya lembur, kan?

Seluruh keringat Tisya sudah keluar, malam ini cukup melelahkan. Tak ada tenaga yang tersisa, keadaan ini. Tisya hanya ingin tidur dengan tenang, tetapi Derren yang memberikan map misterius hitam itu membuat Tisya bergetar hebat.

“Ini untukmu,” ucapnya tegas, tangannya sudah dimasukan ke dalam kantung celana.

“Apa ini?” Tisya menatap map itu dengan ragu, map itu sudah berada di tangan Tisya. Tak berani membuka isinya.

"Lihatlah sendiri!" balas Derren dengan alis terangkat.

Jujur Tisya merasa takut, tetapi ada rasa penasaran yang luar biasa dengan isi map tersebut.

"Kenapa diam saja? Bukalah!"

Tisya meneguk ludah. Tangan gemetar saat hendak membuka map itu, rasa takut sudah Tisya coba hilangkan. Dengan berani Tisya buka untuk membacanya. Mengerutkan kening, bola matanya membelalak sempurna, ketika membuka halaman pertama dalam map itu yang ternyata ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Mr Presdir-ku   19. Rahasia Thalia

    "Apa aku harus memuaskan dia malam ini?" Ide gila macam apa ini? Oh, astaga, bisa-bisanya Tisya memikirkan hal yang tak akan pernah terjadi di antara mereka berdua. Yah, setahu Tisya suaminya sangat anti dengan sentuhan. Untuk itulah, dia sangat yakin, jika di dalam pernikahan kontrak keduanya tak akan pernah terjadi hal-hal demikian. Akan tetapi, entah kenapa pipinya tiba-tiba memerah dan refleks mengembung, dengan bibir bergetar, menahan rasa aneh yang baru pertama kali ini dia rasakan. "Aku dulu pernah menikah, tetapi aku tidak pernah merasakan jantungku berdetak kencang seperti ini, saat mengingat suamiku dulu," celetuk Tisya, yang benar adanya. Karena selama dia menjalani pernikahan sirinya dulu, seingatnya dia tak pernah saling menyentuh. Jika Tisya sedang berjibaku dengan pikiran absurdnya, maka bebeda dengan Derren yang sedang berjalan mondar-mandir, layaknya setrikaan rusak. "Sial!" umpat Derren yang kembali mengingat bebda pusakanya sempat nyaris kehilangan kendali, d

  • Gairah Liar Mr Presdir-ku   18. Apa Aku Harus Melayaninya?

    Aryesta? Nama itu membuat Tisya flashback pada kejadian beberapa bulan terakhir, ketika dirinya menikahi laki-laki beristri. Dan wanita yang menjadi istrinya bernama Aryesta. Lalu apa ini? Kenapa para pelayan berkata seperti itu? Apakah ada hubungan antara Aryesta— madunya dulu dengan Derren suaminya? Tapi ada hubungan apa? Kenapa semuanya seperti sebuah kebetulan yang sulit Tisya pahami. Oh astaga, kepala Tisya seolah nyaris pecah, hingga bisik-bisik para pelayan langsung menghilang, dan membuat Tisya mengerjapkan matanya bingung. Namun, akhirnya mengabaikan keanehan itu. Menghela napas, dan mulai melangkah kembali meminum air dingin, tetapi belum juga air itu melewati kerongkongan, tiba-tiba saja ekor matanya melihat sosok Derren yang sedang menatapnya tajam. Byur! Refleks mata kedua anak manusia itu membulat sempurna. Tisya yang terkejut air minumnya menyembur, sementara Derren melotot, kaus hitamnya basah karena ulah istrinya. "Apa yang kamu lakukan, Tisya!" geram Derre

  • Gairah Liar Mr Presdir-ku   17. Aryesta?

    Sialan! Dengan tangan mengepal kencang, Derren mencoba menyingkir ke sisi kiri. Akan tetapi, bukannya Tisya menjauh, dia justru semakin menempel layaknya lem super kuat yang tak bisa Derren tepis agar menyingkir. Yang makin parahnya lagi, gairahnya sebagai pria dewasa entah mengapa langsung terusik, padahal hanya gara-gara ketempelan istrinya, dan embusan napas hangat Tisya, tetapi Derren kini justru tengah mati-matian menahan diri. "Apa aku sudah gila?" umpat Derren pada dirinya sendiri yang merasa jika celana bahannya sudah sangat sesak di bawah sana. Dan akhirnya, mereka tidur dengan keadaan bertolak belakang. Jika Tisya tidur sangat nyenyak, karena memang dia belum bisa beristirahat dengan benar selama dua hari ini, maka berbeda dengan Derren, pria itu justru terjaga semalaman, dan baru bisa nyenyak, ketika menjelang subuh. Istri dadakannya ini memang benar-benar sialan. Mana bisa membuat Derren tak tidur semalaman, hanya karena wanita itu menempel layaknya prangko. Kini

  • Gairah Liar Mr Presdir-ku   16. Tidur 1 Ranjang

    "Jatuh cinta sepuasmu. Tapi ...." Ucapan Derren menggantung, memberikan ruang untuk istrinya berbicara, tetapi yang ada justru tatapan bingung yang Tisya berikan. Tapi apa? Kalimat tersebut hanya ada di dalam pikiran Tisya, tanpa mampu dia utarakan. Wanita itu memilih untuk bungkam, dan menunggu kalimat selanjutnya. Melihat istrinya tak ada respon, akhirnya Derren melanjutkan, "Tapi aku tidak akan bertanggung jawab jika kamu terbawa perasaan pada pernikahan ini." Deg! Saat itulah, jantung Tisya seolah diledakan dari dalam, sehingga membuatnya mematung. Apa katanya tadi ... Derren enggan bertanggung jawab, jika dirinya terbawa perasaan? Apakah dia sejelek itu? Sampai-sampai suami mendadaknya ini terlihat seperti tak sudi memiliki hubungan lebih, daripada hanya pernikahan kontrak ini saja? Tetapi kalau dilihat-lihat dirinya tak sejelek itu. Namun, kenapa Derren terlihat sangat membencinya? Oh, sungguh demi apa pun, Tisya sangat penasran pada background story suaminya. Siap

  • Gairah Liar Mr Presdir-ku   15. Takut Jatuh Cinta

    "T–Tuan tahu dari mana?" gagap sudah suara Tisya, akibat rasa syok yang dia terima dari suaminya. Dari mana pria di atasnya ini tahu semua tentang masa lalu Tisya? Padahal Tisya menutupnya serapat mungkin. Dia pun memutuskan pindah ke London, ikut bersama nenek kandungnya, karena ingin menghindari konflik di Indonesia. Lantas apa yang dia hadapi sekarang, kenapa terkesan jauh lebih mengerikan daripada saat dirinya tinggal di Indonesia? Apalagi melihat Derren, entah kenapa aura suaminya ini sangat mendominasi, dan sangat misterius. Bahkan, Tisya tak paham akan tujuan Derren sebenernya memperistri dirinya. Tisya tahu pernikahan mendadak keduanya memang atas kesepakatan bersama, dan Tisya yang kala itu merasa terpojok, karena dikejar renternir, hingga membahayakan nyawanya. Namun, pertemuan tak terduga dia dengan Derren seolah takdir memang mempertemukan mereka. Yang akhirnya Tisya merasa sedikit ada kejanggalan. Kejanggalan itu Tisya rasakan saat Derren yang langsung meminta hak

  • Gairah Liar Mr Presdir-ku   14. Dia Tahu Semuanya?

    "Layani aku malam ini!" Satu kalimat yang memuat dada Tisya berdebar sangat kencang. Hingga jari-jarinya saling dan tubuhnya sedikit gemetar. Rasa takut menyelusup masuk ke dalam dadanya, hingga bayangan ketika dirinya beranjak remaja kembali ternging. Bayangan ketika dirinya hendak dirubah paksa oleh laki-laki yang usianya di atas dia, seketika itu juga Tisya merasa ulu hatinya mual, yang spontan menutup mulut. Kemudian Tisya segera berbalik menuju kamar mandi, memuntahkan isi dalam perutnya. Hal tersebut tentu saja membuat Derren terkejut, kenapa istrinya mual-mual begitu? Apakah Tisya sedang hamil? Tapi mana mungkin bisa? Karena penasaran, akhirnya Derren menghampiri pesan istri yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Sejak kapan kamu hamil?" Kalimat tersebut membuat Tisya melotot tak percaya dengan perasaan bingung. "M–maksud Tuan, apa?" Bingung Tisya. Kenapa pula suami dadakannya ini bertanya hal demikian? Di saat Tisya merasa bingung, maka Derren justru mendecih sin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status