Share

Bab 05

Author: kodav
last update Last Updated: 2025-04-09 16:43:51

Setelah api menyala, Valdi menarik tangannya perlahan, namun posisi mereka masih sangat dekat.

“Nah, begitu caranya. Mudah kan?” tanya Valdi, suaranya terdengar lebih pelan dan dalam.

“Iya, Om. Ternyata gampang,” jawab Mayang, suaranya terdengar sedikit goyah karena posisi intim mereka. Dia bisa merasakan napas Valdi di lehernya, membuat jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.

Valdi merasa bahwa situasi ini semakin intens. Napasnya berat, dan dia harus menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang lebih. Namun, perasaan yang muncul dari sentuhan tadi masih terus menghantui, membuat pikirannya dipenuhi oleh bayangan-bayangan yang tidak seharusnya ada.

“Baguslah kalau kamu sudah paham,” kata Valdi akhirnya, berusaha mengakhiri momen itu sebelum situasi menjadi lebih canggung. Dia melangkah mundur, memberikan ruang bagi Mayang untuk bergerak lebih bebas.

Setelah situasi di dapur yang baru saja terjadi, Valdi merasa perlu melakukan sesuatu untuk mengalihkan pikirannya dari ketegangan yang masih tersisa. Namun, saat dia melangkah keluar dari dapur, dia teringat bahwa salah satu lampu di dapur itu mati dan harus segera diganti.

“Mayang, Om baru ingat kalau lampu dapur ini mati. Om mau ganti sekarang,” katanya, berusaha terdengar biasa saja meski hatinya masih sedikit berdebar. “Om ambil kursi tinggi dulu, kamu bisa bantu pegangin kursinya nanti?”

Mayang mengangguk cepat, senang bisa membantu Valdi. “Iya, Om. Aku bantu pegangin,” jawabnya dengan semangat yang kembali muncul setelah situasi canggung tadi.

Valdi mengambil kursi tinggi dari ruang penyimpanan dan kembali ke dapur. Dia menempatkan kursi itu di bawah lampu yang harus diganti, lalu meletakkan bohlam baru di dekatnya. Mayang berdiri di samping kursi, siap memegangnya agar stabil saat Valdi naik.

“Pegang yang kuat ya, Mayang,” kata Valdi sambil menaiki kursi, mencoba untuk fokus pada tugasnya dan tidak memikirkan hal-hal lain yang tak seharusnya.

Mayang memegang kursi itu dengan erat, memastikan tidak goyang saat Valdi naik. Namun, ketika Valdi berdiri di atas kursi, tubuhnya yang tinggi dan posisi yang lebih tinggi membuat Mayang secara otomatis mendongak. Saat itulah pandangannya tertuju pada tonjolan di celana Valdi, sesuatu yang tak bisa dia hindari. Pandangan itu membuat darah Mayang berdesir, dan wajahnya tiba-tiba memanas.

Mayang berusaha mengalihkan pandangannya, tapi bayangan itu terus membayang di pikirannya. Perasaan aneh yang mulai muncul sejak tadi kembali menyerang, kali ini lebih kuat. Sementara Valdi sibuk mengganti bohlam, Mayang mencoba keras untuk tidak memikirkan apa yang baru saja dilihatnya, namun rasa penasaran dan ketidaknyamanan itu membuat jantungnya berdebar semakin cepat.

Setelah beberapa saat, Valdi berhasil mengganti bohlam dan lampu pun menyala terang kembali. Dia menghela napas lega dan mulai turun dari kursi dengan hati-hati.

“Oke, selesai. Terima kasih sudah bantu pegangin, Mayang,” katanya sambil melompat turun.

Mayang tersenyum canggung, berusaha menyembunyikan perasaan yang masih bergejolak dalam dirinya.

“Sama-sama, Om,” jawabnya, matanya sedikit menghindari pandangan langsung Valdi.

Valdi, yang kini kembali berdiri di lantai, menangkap sekilas wajah Mayang yang tampak sedikit merah dan canggung. Namun, dia memutuskan untuk tidak menanyakan apa-apa, mengira mungkin itu hanya efek dari keintiman yang tadi terjadi.

“Kamu mau mulai masak sekarang?” tanyanya, mencoba mengalihkan topik.

Mayang mengangguk, meskipun pikirannya masih belum sepenuhnya tenang.

“Iya, Om. Aku mulai sekarang aja, biar nanti kita bisa makan siang bareng,” katanya sambil berjalan ke meja dapur dan mulai menyiapkan bahan-bahan.

Valdi menatap Mayang sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk meninggalkan dapur dan memberikan gadis itu ruang untuk bekerja.

“Oke, kalau gitu Om tinggal dulu ya. Om balik ke ruang kerja, ada yang perlu Om selesaikan,” ujarnya sambil berjalan keluar dari dapur.

Mayang terus memotong sayuran dengan tangan yang sedikit gemetar, mencoba mengalihkan pikirannya ke tugas di depannya. Namun, semakin dia mencoba untuk fokus, bayangan tonjolan di celana Valdi yang tak sengaja dilihatnya tadi terus mengganggu pikirannya. Setiap kali dia berkedip, gambar itu kembali muncul, seperti sebuah kilasan yang terus mengusik.

"Apa tadi itu...?" pikirnya, tak bisa menahan rasa penasaran yang mulai membesar. Dia mencoba mengusir pikiran itu, tapi otaknya terus-menerus kembali ke momen tersebut.

"Kenapa aku jadi mikirin hal kayak gitu...? Nggak mungkin... nggak mungkin, kan?" Dia menggigit bibir bawahnya, merasa malu pada dirinya sendiri, tapi sensasi aneh yang muncul dalam tubuhnya justru makin kuat.

"Aku cuma… salah lihat," dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri, tapi pikirannya menolak untuk mendengarkan. "Tapi… kalau memang benar… apa maksudnya?"

Mayang menggeleng pelan, berusaha menyingkirkan bayangan itu lagi, tapi hatinya berdebar lebih kencang. Ada bagian dari dirinya yang ingin tahu lebih banyak, yang ingin memahami apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa dia merasa seperti ini.

"Apa yang dirasain Om Valdi tadi? Apa dia juga ngerasain sesuatu yang sama kayak aku?" pikirnya lagi, kali ini sedikit lebih lama, matanya melirik ke arah pintu dapur seolah berharap Valdi kembali.

Perasaan penasaran dan gelisah itu semakin menguasainya, dan dia tahu, meskipun dia tidak menginginkannya, pikirannya tidak akan berhenti memutar pertanyaan-pertanyaan itu sampai dia mendapatkan jawabannya. "Kenapa aku jadi penasaran begini...? Ini aneh… tapi kenapa rasanya aku pengen tahu… lebih?"

Jantungnya berdegup semakin cepat, dan meskipun tangannya tetap memotong sayuran, pikirannya sudah jauh dari dapur itu, terperangkap dalam bayangan dan pertanyaan yang terus berputar tanpa henti.

*****

Malam itu, setelah makan, Valdi duduk di meja makan dengan wajah puas. Masakan Mayang benar-benar enak, lebih dari yang dia harapkan. Valdi tersenyum hangat sambil menatap gadis muda itu, merasa ada sesuatu yang menyenangkan melihat Mayang begitu antusias dalam menyiapkan makanan.

“Masakan kamu enak sekali, Mayang. Jarang sekali Om bisa makan seenak ini,” katanya, suaranya terdengar tulus.

Mayang tersipu malu, pipinya merona merah, merasa senang mendapat pujian.

“Terima kasih, Om… Saya senang kalau Om suka,” jawabnya pelan, matanya sesekali melirik ke arah Valdi, tetapi segera dialihkan lagi.

Valdi mengangguk dengan ekspresi lembut, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh punggung tangan Mayang, sebuah sentuhan yang lembut namun penuh makna.

“Jujur, sudah lama Om nggak pernah merasa rumah ini jadi lebih hangat. Kamu… bikin suasana jadi beda. Mayang,” ucapnya sambil menatap Mayang dalam-dalam.

Mayang menahan napas sejenak, merasakan kehangatan merambat dari tangan Valdi yang menyentuhnya.

“Makasih, Om…” jawabnya dengan suara bergetar, merasa ada sesuatu yang aneh tapi menyenangkan dalam dadanya.

Setelah makan, dan Mayang selesai membereskan semuanya, Valdi naik ke kamarnya sendiri. Sesampainya di kamar, Valdi menatap bayangannya di cermin. Dia mengeluarkan botol kecil dari laci samping tempat tidur — botol pheromone yang telah lama disimpannya untuk momen-momen seperti ini. Dengan hati-hati, ia menyemprotkan beberapa kali di titik-titik tertentu pada tubuhnya: di pergelangan tangan, di leher, dan sedikit di belakang telinga. Aroma khas yang samar tapi memikat segera tercium, dan dia merasa siap untuk melanjutkan rencananya.

Di bawah, Mayang baru saja selesai dengan semua pekerjaannya. Saat melihat jam, waktu masih menunjukkan pukul 8 malam. Dia berpikir untuk segera beristirahat di kamarnya, namun tiba-tiba Valdi muncul di ambang pintu dapur, tersenyum.

“Mayang, masih pagi. Mau nggak nonton TV sama Om?” ajak Valdi, suaranya terdengar santai namun tegas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 134

    Keheningan itu terasa seperti kain beludru tebal yang menindih. Di ruang VIP rumah sakit itu, jejak tamparan keras kenyataan masih terasa begitu nyata, membekas bukan di kulit, melainkan di hati dan benak Valdi. Matanya terpaku pada kedua kakinya yang terdiam di bawah selimut tipis, terasa asing, terasa… mati rasa. Bagai terputus dari sisa tubuhnya. Udara dingin dari pendingin ruangan seolah merayap masuk ke pori-porinya, membawa serta gelombang kecemasan yang perlahan naik ke permukaan.Suaranya sendiri terdengar jauh, serak, nyaris patah—seperti ranting rapuh yang siap patah kapan saja. Ia memecah keheningan yang terasa begitu mencekik, memanggil nama yang terasa asing di lidahnya setelah sekian lama terdiam. "Anya…"Anya, mantan istrinya, bergerak mendekat. Ia berusaha keras agar suaranya terdengar tenang, seolah ini hanya masalah kecil y

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 133

    Ia menelan ludah, tiba-tiba disergap keraguan yang dingin. Apakah gadis ini nyata? Atau sisa-sisa kabut di benaknya yang belum sepenuhnya sirna?Di sebelahnya, Anya berdiri, mengawasi. Diam, namun sorot matanya menajam, menembus kebingungan dan keterpukauan yang terpancar jelas di wajah Valdi yang terlalu lama terpaku pada gadis itu.Dengan langkah pelan, Anya mendekati sisi ranjang. Ujung jarinya menyentuh bahu Valdi, sentuhan ringan namun penuh arti.“Val,” suara Anya terdengar rendah, nyaris seperti bisikan peringatan yang lembut. “Kamu kenapa?”Sentuhan itu menarik Valdi kembali. Ia menoleh sekilas ke arah Anya, lalu kembali pada Mayang. Dadanya terasa sesak—bukan karena sakit fisik, melainkan karena lilitan perasaan yang asing namun men

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 132

    Anya memandang wajah Valdi yang kosong dengan sorot mata penuh keprihatinan. Ia mengangguk membenarkan. “Iya Val, sebulan. Kamu kena varian Covid yang ganas.” Ia menjelaskan dengan suara lembut namun jelas, memberikan detail yang mungkin sulit diterima Valdi, “Saat itu kamu hipertensi, stres tinggi, dan mengalami badai sitokin yang menyerang parah. Kamu hampir nggak bisa bertahan.” Anya menghela napas, menghentikan kalimatnya sejenak, tak sanggup mengucapkannya lebih lanjut. Implikasinya menggantung di udara: tanpa penanganan cepat, Valdi mungkin tak akan bangun lagi.Valdi masih tertegun, tatapannya kosong menembus langit-langit putih. Pikirannya sibuk memproses informasi yang saling bertolak belakang ini. “Sebulan koma karena Covid?” gumamnya, suara serak seperti tak dipakai lama, “Bukan karena ditabrak?”Anya m

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 131

    Lorong kelam itu membahana oleh suara tawa dan canda yang riang. Mayang, Sarah, dan Kamala mendatanginya, bukan dalam balutan busana sehari-hari, melainkan seragam pelayan super-mini berwarna hitam putih yang nakal. Rok mereka hanya sebatas pangkal paha, memperlihatkan renda-renda halus di baliknya, kontras dengan kaki jenjang dan belahan dada yang menggoda. Sarah, dengan senyum iblisnya, duduk di tepi ranjang, menyilangkan kaki tinggi-tinggi hingga roknya makin tersingkap. Mayang terkikik geli sambil membungkuk, seolah membersihkan noda transparan di lantai, memamerkan punggung mulus dan lekuk tubuhnya yang sempurna dari balik kain tipis. Kamala, yang paling berani, mendekat dan membisikkan sesuatu yang vulgar di telinganya, napas hangatnya menggelitik kulit Valdi. Tangan lentiknya membelai pelan dadanya, turun lebih rendah, seolah menguji ketegangan di sana. Mereka menggodanya, menjanjikan kenikmatan tanpa kata lewat mata yang berbinar birahi. Dan d

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 130

    Hantaman itu terjadi dengan kecepatan yang mematikan. Mobil yang melaju tanpa kendali menghantam tubuh Valdi dengan keras. Bunyi benturan logam dan daging itu terasa seperti ledakan kecil yang merobek ketenangan pagi. Tubuh Valdi terlempar ke udara bagai boneka kain, berputar tak berdaya sebelum jatuh menghantam aspal dengan bunyi yang menggelegar, memekakkan telinga.Waktu seolah berhenti sejenak. Kendaraan di sekitar mengerem mendadak, menimbulkan bunyi decitan ban yang tajam. Orang-orang di pinggir jalan, yang tadinya sibuk dengan urusan masing-masing, berhenti, menoleh ke arah sumber keributan, mata mereka dipenuhi kengerian. Pengemudi mobil yang menabrak panik, menginjak rem sekuat tenaga, namun momentum mobil itu membawanya melaju beberapa meter lagi sebelum akhirnya berhenti dengan tersentak.Di seberang jalan, Anya masih terpaku. Jeritannya terputus, di

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 129

    Langkahnya ringan namun terkesan tegas. Ia tahu Valdi ada di rumah, ia bisa melihat sepatunya di dekat pintu. Suasana di dalam rumah terasa hangat tapi juga sedikit berantakan—tanda bahwa malam sebelumnya banyak hal terjadi. Anya menaiki tangga menuju lantai atas, mengikuti intuisi yang menuntunnya ke kamar Valdi.Saat sampai di depan pintu kamar, Anya merasakan degup jantungnya semakin kencang. Ia menekan gagang pintu, membuka perlahan. Apa yang ia temukan membuat dunia seolah berhenti sejenak.Di dalam kamar, Valdi tertidur dengan empat wanita lain—Mayang, Sarah, Kamala, dan Indah—semuanya masih berselimut seadanya, dengan pakaian yang sebagian besar berserakan di lantai. Anya berdiri terpaku, matanya membelalak. Ada perasaan hancur, kecewa, dan marah yang bercampur menjadi satu.“Val&helli

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 128

    Sementara itu, Sarah dan Kamala juga tak mau ketinggalan. Kamala, dengan kemaluannya yang kecil, mulai memasukkan kemaluannya ke dalam lubang anus Sarah, membuat Sarah mendesah keras. Sarah merasakan sensasi yang unik, tubuhnya menegang karena kenikmatan yang tak tertahankan.Indah mencapai puncak kenikmatan, tubuhnya bergetar hebat karena orgasme yang dahsyat. Valdi, yang masih bergairah, beralih ke Sarah yang kini berada dalam posisi doggy style. Ia memasukkan penisnya yang besar ke dalam lubang kenikmatan Sarah. Sarah mengerang keras, tubuhnya bergoyang mengikuti irama gerakan Valdi. Kamala, yang masih bernafsu, mulai mengocok penisnya sendiri sampai mencapai puncak kenikmatan, sambil berciuman panas dengan Sarah.Sarah mencapai puncak kenikmatan, tubuhnya lemas dan basah kuyup karena orgasme. Valdi, yang belum puas, mendekati Mayang yang mulai bergair

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 127

    Valdi mengerti. Ia merasakan hasrat yang sama membuncah dalam dirinya. Ia menggenggam tangan Mayang lebih erat, mendekatkan tubuhnya dan membisikkan kata-kata yang membuat Mayang sedikit terkejut. "Pengen apa, sayang," bisiknya, matanya tak lepas menatap mata Mayang.Mayang, yang merasa jantungnya berdebar kencang, semakin mendekat ke tubuh Valdi. Ia merasakan tubuh Valdi yang tegap dan hangat. Aroma maskulin Valdi memenuhi indranya, membangkitkan rasa nyaman dan gairah yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.Valdi mulai mengecup lembut bibir Mayang, merasakan kelembutan dan kehangatannya. Ciuman mereka semakin dalam, penuh gairah dan rasa haus. Mayang membalas ciuman Valdi dengan penuh semangat, tangannya mulai menjelajahi tubuh Valdi. Ia merasakan otot-otot Valdi yang tegang, merasakan tubuhnya yang kuat dan maskulin.Sarah dan Indah, yang masih asyik berbincang, tak menyadari apa yang terjadi d

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 126

    Kamala muncul dari dapur minibar dengan nampan besar berisi minuman racikannya yang berwarna cerah. Beberapa gelas berisi cairan yang menggoda terlihat berembun, dihiasi potongan jeruk dan daun mint. “Minuman spesial malam ini, aku buat biar suasananya lebih santai,” katanya sambil tersenyum lembut, menaruh nampan di meja taman.“Apa ini, Kamala? Kayaknya enak banget,” tanya Sarah, langsung meraih salah satu gelas.“Campuran vodka, jus buah, dan sedikit soda. Aku bikin smooth, jadi nggak terlalu berat,” jawab Kamala sambil tersenyum puas. “Coba aja, pasti kalian suka.”Mayang segera meraih gelas dengan antusias, menyeruputnya perlahan. “Wah, ini enak banget! Kamu memang paling jago bikin minuman,” katanya dengan nada ceria, meski kilatan di matanya menunjukkan efek alkohol yang mulai terasa.Sementara itu, di sisi taman yang lebih tenang, Serafina masih terlibat percakapan santa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status