Share

Bab 06

Penulis: kodav
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-11 13:59:02

Mayang terkejut sebentar tapi kemudian mengangguk, merasa sulit untuk menolak permintaan Valdi.

“Boleh, Om,” jawabnya.

Mereka duduk di ruang keluarga yang bersebelahan dengan kamar mereka. Valdi menyalakan TV, memilih sebuah film yang sedang tayang. Mayang duduk di lantai, agak jauh dari sofa tempat Valdi duduk, merasa agak canggung untuk duduk di dekatnya.

Namun, Valdi segera menarik pergelangan tangan Mayang dengan lembut, membuatnya terkejut.

“Duduk di sini, Mayang. jangan di lantai,” katanya sambil menepuk sofa di sampingnya.

Mayang ragu sejenak, tapi kemudian mengikuti arahannya dan duduk di sebelah Valdi. Dia mencuri-curi pandang ke arah Valdi, menyadari bahwa pria itu memang gagah dan tampan. Wajahnya tegas, rahangnya kuat, dengan sorot mata yang tajam namun lembut.

Om Valdi seganteng ini kenapa diceraikan istrinya ya? pikir Mayang, sedikit penasaran. Aroma pheromone yang samar tapi kuat mulai tercium olehnya, membuat perasaannya sedikit bergetar. Ada sesuatu dalam aroma itu yang membuatnya merasa hangat, nyaman, dan… lebih dekat dengan Valdi.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan sebelum Valdi membuka pembicaraan.

“Mayang, kalau ada kesempatan, kamu pengen melanjutkan sekolah ke mana?” tanyanya tiba-tiba, suaranya terdengar penuh perhatian.

Mayang terdiam, merasa pertanyaan itu berat. Dia menggigit bibirnya, berpikir sejenak sebelum menjawab.

“Aku… nggak tahu, Om. Waktu SMA aja aku nggak pernah kepikiran buat lanjut sekolah. Biayanya besar,” katanya jujur, suaranya terdengar rendah.

Valdi menatapnya, mencoba memahami. “Tapi, di dalam hati kecil kamu, pasti ada keinginan, kan?” rayunya pelan, mencoba menggali lebih dalam.

Mayang tampak ragu-ragu, merasa tidak nyaman untuk langsung berbagi impiannya.

“Ya… mungkin ada, Om. Tapi… aku nggak yakin, itu cuma keinginan aja,” jawabnya dengan hati-hati, mencoba menahan dirinya agar tidak terlalu terbuka.

Valdi mendekat sedikit, membuat Mayang bisa mencium aroma lembut dari tubuhnya yang semakin memabukkan.

“Coba cerita, Mayang. Apa yang sebenarnya kamu pengen? Om ingin tahu, jangan ragu untuk cerita ke Om,” desaknya lembut sambil mengangkat alisnya, penasaran.

Mayang akhirnya menghela napas pelan, merasa ada dorongan untuk berbicara.

“Pernah kepikiran sih pengen masuk akademi keperawatan, Om,” ujarnya dengan suara nyaris berbisik, seolah takut impian itu akan hilang jika diucapkan terlalu keras.

Valdi tersenyum lebar, merasa bahwa inilah saat yang tepat.

“Mayang, kalau kamu mau, Om bisa bantu kamu masuk ke akademi keperawatan. Om yang tanggung semua biayanya,” katanya tanpa ragu.

Mayang terkejut, menatap Valdi dengan mata lebar.

“Om… itu terlalu merepotkan. Aku nggak bisa nerima bantuan sebesar itu,” jawabnya, suaranya terdengar gugup.

Valdi menghela napas, tetap tenang. “Ah, enggak kok, santai aja, mau ya?” ujarnya dengan nada perhatian.

“Tapi, Om… aku nggak bermaksud nolak kebaikan Om. Aku cuma merasa ini terlalu berat… Aku nggak mau merepotkan Om,” katanya dengan suara rendah, merasa bingung dan bimbang.

Valdi menatapnya dalam-dalam. “Mayang, Om nggak merasa direpotkan. Om ingin kamu punya keahlian tambahan. Kalau kamu tetap di sini tanpa melakukan apa-apa, itu sama saja Om menyia-nyiakan waktu kamu. Tapi kalau kamu nggak mau, lebih baik kamu pulang saja,” katanya tegas.

Mayang terdiam, merasakan dorongan yang kuat dalam hati Valdi. Ada sesuatu dalam kata-katanya yang menyentuh hatinya. Ia tahu Valdi benar-benar tulus ingin membantunya, tapi menerima bantuan sebesar itu terasa berat. Kenapa Om Valdi sebaik ini?… Kenapa dia begitu peduli? Atau ada maksud lain di balik semua ini? pikirnya, merasa campur aduk.

“Om… kenapa Om baik sekali sama aku?” tanya Mayang akhirnya, dengan suara pelan dan bingung. “Aku takut kalau aku menerimanya, aku nggak bisa membalas kebaikan Om.”

Valdi tersenyum lembut, sedikit tersentuh dengan kejujuran Mayang.

“Mayang, untuk wanita secantik kamu, sayang sekali kalau cuma tamatan SMA. Lagipula, ibu kamu udah nggak ada, kan? Jadi sekarang, Om rasa ini tanggung jawab Om buat bimbing kamu,” jawabnya tulus sambil menggenggam tangan Mayang dengan lembut.

Mayang menundukkan kepalanya, pipinya merona, lalu menatap Valdi dengan malu-malu.

“Makasih ya, Om, aku coba sebaik mungkin nggak ngecewain Om,” ujarnya pelan, suaranya penuh kehangatan dan rasa terima kasih yang mendalam.

Saat itu, Valdi menyadari betapa dekatnya mereka. Jarak antara mereka hampir tidak ada lagi. Dia bisa merasakan napas Mayang yang hangat di wajahnya, dan mata mereka bertemu dalam pandangan yang intens.

“Mayang…” bisiknya, suaranya nyaris bergetar.

Mayang mengangkat matanya, mata beningnya berkilauan di bawah cahaya lampu yang redup. Jantungnya berdegup kencang, hampir tak terkontrol. Dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.

“Iya, Om…?” jawabnya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.

Valdi menatapnya dengan dalam, perlahan mendekat, matanya tetap terpaku pada bibir Mayang yang sedikit terbuka.

“Kamu... kamu cantik sekali, Mayang,” kata Valdi dengan suara serak, jarak di antara mereka semakin dekat, dan aroma pheromone yang semakin kuat memenuhi udara di antara mereka.

Mayang merasa tubuhnya memanas, napasnya semakin berat. Ada sesuatu dalam sorot mata Valdi yang membuatnya terpaku, tak mampu bergerak, bahkan ketika wajah pria itu semakin mendekat. Di detik terakhir sebelum bibir mereka bertemu, dia merasakan desakan yang mendebarkan di dalam dadanya, seolah-olah waktu berhenti.

Rasa gugup dan getaran di hatinya membuat Mayang tak bisa menahan kebaperannya. Dengan perlahan, dia menundukkan kepalanya, menghindari pandangan Valdi, dan tanpa sadar menyandarkan kepalanya di dada pria itu. Detak jantung Valdi yang keras terdengar jelas di telinganya, seirama dengan jantungnya yang berdetak semakin cepat.

Tanpa berkata-kata, mereka meresapi momen ini. Keheningan di antara mereka begitu dalam, hanya diiringi oleh suara napas yang saling bersahutan. Perlahan, Valdi merangkul Mayang, merasakan kehangatan tubuh gadis itu di pelukannya, tangannya yang besar menyelimuti punggung Mayang dengan lembut.

Mayang memejamkan mata, merasakan kenyamanan yang aneh namun hangat mengalir di seluruh tubuhnya. Keberadaan Valdi terasa begitu dekat, begitu nyata. Perasaannya semakin kacau, tak tahu harus bagaimana atau apa yang harus dikatakan. Tetapi, dalam pelukan ini, dia merasa aman… dan mungkin sedikit lebih dari itu.

"Perasaan apa ini...?" pikirnya dalam hati. Jantungnya berdebar begitu cepat, lebih cepat dari biasanya. Ada sesuatu yang bergejolak dalam dirinya, sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. "Kenapa rasanya aku ingin tetap, di dekatnya…?"

Mayang merasakan desiran hangat di dadanya, seperti sebuah dorongan yang tak bisa ia jelaskan.

"Apakah ini... rasa sayang? Atau cinta? Apa ini yang dirasakan orang lain saat mereka mencintai?"

Semakin lama, perasaan itu makin kuat. Dia mencoba mencari jawaban dalam hatinya, namun yang ia temukan hanyalah keinginan untuk lebih dekat… lebih lama… bersama Valdi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Katrina Sampe
in kok TDK bisa d buka yah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 238

    Pintu mobil Alphard hitam itu bergeser menutup dengan suara mendesis yang terasa final, seolah mengunci Ella dari dunianya yang lama dan menariknya paksa ke dalam realitas baru yang asing dan memabukkan. Udara di dalam mobil terasa pekat. Aroma parfum mahal Valdi bercampur dengan wangi manis dan sedikit musk dari tubuh Farah, menciptakan atmosfer intim yang membuat tenggorokan Ella kering.Di seberangnya, Valdi duduk seperti seorang raja di singgasananya. Pria itu menyandarkan punggungnya dengan santai, satu lengannya melingkari pinggang wanita cantik yang bergelung manja di pangkuannya.Wanita itu, Farah, tampak lelah namun puas. Matanya setengah terpejam, bibirnya sedikit bengkak dan kemerahan, dan minidress santainya sedikit tersingkap, memperlihatkan paha mulusnya yang tanpa cela. Ia sesekali mendesah pelan, menyandarkan kepalanya di dada bidang Valdi, seolah mencari perlindungan sekaligus memamerkan kepemilikannya.Mata Ella tak bisa lepas dari pemandangan itu. Inikah wanita dari

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 237

    “Selamat malam, Tuan Valdi. Apa ingin kami siapkan menu spesial seperti biasanya?” Ella menunduk, suaranya sedikit bergetar saat mengucapkan kalimat itu. Ia berusaha menghindari kontak mata, namun ia bisa merasakan tatapan Valdi yang menusuk.Valdi menatapnya, lalu melirik Farah sekilas. Sebuah kilasan nakal melintas di matanya. “Kamu atur saja. Dan saya minta wine terbaik yang kamu punya,” jawab Valdi dengan suara santai, namun ada nada dominasi yang tak terbantahkan di sana.Ella mengangguk, lalu berbalik pergi untuk menyiapkan apa yang diminta. Ia bisa merasakan tatapan Valdi di punggungnya. Tatapan itu terasa seperti sentuhan, membuat kulitnya merinding.Beberapa waktu berlalu. Ella kembali mengantar hidangan. Ia menyaksikan mereka makan, berbicara, dan sesekali Valdi akan menggoda Farah.

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 236

    - Ella -Detak jantung Ella berpacu tak karuan, darah hangat mengalir deras ke seluruh tubuhnya. Sentuhan Valdi, singkat namun penuh makna, masih terasa membakar di paha dalamnya. Jemarinya yang panjang dan dingin itu—begitu berani, begitu lancang—telah menyentuh bagian paling intim yang nyaris tak pernah disentuh siapa pun selain dirinya sendiri. Sebuah sensasi asing, sekaligus familiar dari mimpinya, menyambar dirinya. Napasnya terengah-engah, bukan hanya karena langkah cepatnya, tetapi karena gelombang gairah yang tiba-tiba menggulung, mengancam untuk menelannya. Jantungnya berdentum kencang, memantulkan desakan yang mendalam. Tujuannya hanya satu: kamar mandi karyawan.Namun, baru beberapa langkah menuruni tangga spiral marmer gelap, Ella bertemu dengan Manajer Hendi, yang sedang memeriksa reservasi di meja depan. Manajer Hendi, se

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 235

    Di bawah meja makan yang mewah, Farah sudah tenggelam dalam dunianya sendiri. Kegelapan dan kehangatan kain tebal itu seperti menyelimutinya, menciptakan ruang privat yang terisolasi dari keramaian restoran elit di puncak kota. Aroma wine dan hidangan lezat bercampur dengan wangi maskulin Valdi, membuatnya semakin mabuk kepayang.Jari-jemari lentiknya menyusuri permukaan keras itu, merasakan setiap urat yang menonjol, setiap denyutan kecil yang menjalar. Nafas Farah memburu, detak jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut, tapi karena sensasi adrenalin dan gairah yang membakar. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan akan ia lakukan, apalagi di tempat umum seperti ini.Perlahan, Farah menunduk. Bibirnya yang basah dan sedikit bengkak karena ciuman Valdi, kini mendekat ke kepala kejantanan Valdi. Udara hangat menerpa kulit ujungnya, membuat

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 234

    Lengan Valdi tetap melingkar erat di pinggang Farah saat mereka melangkah masuk. Restoran itu dipenuhi bisikan-bisikan lembut dan denting elegan dari peralatan makan. Aroma masakan mediterania bercampur dengan wangi bunga segar yang menghiasi setiap sudut. Lampu gantung kristal memancarkan cahaya keemasan yang menenangkan, namun Farah merasa jantungnya berdebar tak karuan. Setiap langkah terasa berat, ia memaksa dirinya untuk tetap tegak, berusaha menyembunyikan getaran di lututnya.Tiba-tiba, sebuah pikiran menerjangnya, membuat pori-porinya meremang. Ia tidak memakai apa pun di balik minidress santainya. Tidak ada bra, tidak ada celana dalam. Selama ini, ia terlalu tenggelam dalam sensasi Valdi di mobil, lalu buru-buru memakai pakaian lagi tanpa mempedulikan isinya. Sekarang, di tengah keramaian ini, ia merasa telanjan

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 233

    Farah menatap Valdi, matanya sedikit membelalak. Ia tahu apa yang Valdi maksud. Pria itu menyeringai, senyum kecilnya terlihat begitu menggoda sekaligus menuntut. Tubuh Farah sudah basah kuyup oleh keringat dan cairan mereka, namun jantungnya berdebar bukan karena kelelahan, melainkan antisipasi mendebarkan.Dengan gerakan halus namun pasti, Valdi menarik salah satu kaki Farah lebih tinggi, hingga lututnya hampir menyentuh dada. Tubuh Farah kini teregang sepenuhnya, bagian belakangnya terangkat dan terbuka lebar, mengundang. Valdi berlutut di antara kedua kaki Farah, tangannya bergerak cepat meraih tas kecil di sampingnya. Dari sana, ia mengeluarkan sebotol kecil gel pelumas transparan dan mengoleskannya ke seluruh kejantanannya yang masih berdiri kokoh dan memerah, serta ke ujung jari telunjuknya.Farah menatap Valdi dengan napas tertahan. Ada sesuatu di tatapan pria itu yang membuatnya merinding, perpaduan antara gairah buas dan senyum kemenangan. Ia tahu, Valdi akan melakukan sesua

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status