Share

Bab 08

Author: kodav
last update Last Updated: 2025-04-11 13:59:51

Mayang mendekat sambil tersenyum polos, memegang baju yang baru saja diterimanya. "Om, ini kayaknya kekecilan, ya?" tanyanya, matanya menatap Valdi dengan rasa ingin tahu yang jujur.

Valdi tersenyum tipis, mencoba mengendalikan dirinya meski matanya tak bisa lepas dari sosok Mayang. "Nggak kok, memang modelnya begitu. Kamu malah jadi kelihatan makin cantik," jawabnya dengan suara yang sedikit serak, merasa ada getaran yang tak biasa dalam dadanya.

Mayang tertawa kecil, masih dengan senyum di wajahnya. "Om beneran ini bagus dipakai sama aku?" tanyanya lagi, lalu duduk di sebelah Valdi, membuat napasnya tertahan sejenak. Dada Mayang yang masih muda dan montok nyaris menyentuh tubuhnya, dan Valdi merasa detak jantungnya semakin cepat. Valdi mengangguk, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun hatinya berdebar.

"Bagus banget, Mayang, bagus," ucapnya dengan suara yang sedikit bergetar, berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan betapa terpesonanya dia. Ia tidak bisa menahan diri untuk memikirkan betapa seksinya Mayang dalam pakaian itu, dan bagaimana senyumnya mampu membuat hari-harinya terasa lebih cerah.

Mayang memiringkan kepala, tersipu malu. "Ini beneran buat Mayang, Om?" tanyanya manja, mengedipkan mata dengan polos.

"Iya, buat kamu. Masa buat Om?" Valdi tertawa kecil, tetapi matanya tetap tak lepas dari tubuh Mayang. Dia merasa ada sesuatu yang semakin sulit untuk diabaikan, terutama ketika melihat bagaimana pakaian itu membentuk tubuh gadis itu dengan sempurna.

Tiba-tiba, tanpa berpikir panjang, Mayang merangkul Valdi erat. 

"Terima kasih ya, Om. Om Valdi pinter banget pilih baju ceweknya," katanya dengan nada manja, kepalanya bersandar di bahu Valdi. Dadanya yang lembut menekan tubuh pria itu, membuat Valdi tersentak sejenak.

Sentuhan itu membuat darah Valdi berdesir cepat. Dia berusaha keras untuk tetap tenang meskipun sentuhan tubuh Mayang menggugah perasaan yang tak seharusnya muncul. "Kalau Mayang suka, nanti Om cari lagi model-model kayak gini," katanya sambil menepuk punggung gadis itu, berusaha terdengar santai.

Mayang tersenyum lebih lebar, “Makasih ya, Om,” ucapnya, pipinya kembali memerah. Valdi hanya bisa mengangguk, merasa semakin terhanyut dalam situasi yang tak pernah dia duga akan terjadi.

Valdi lalu mengeluarkan paket lain dari dalam box. "Nih, masih ada lagi," katanya sambil menyerahkan sebuah paket kepada Mayang.

Dengan penuh rasa ingin tahu, Mayang membuka paket itu. Matanya langsung membulat saat melihat isinya: beberapa daster tidur satin mini berwarna lembut. 

"Wah, ini buat apa, Om?" tanyanya dengan nada malu-malu, pipinya langsung memerah.

"Ya buat tidur, Mayang… biar kamu nyaman," jawab Valdi, matanya menatap lurus ke arah mata Mayang. "Kelihatannya bakal cocok banget di kamu."

Mayang menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan senyum. 

“Hehe… iya, bagus, Om. Mayang belum pernah punya baju tidur kayak gini. Nanti Mayang pakai ya, Om,” katanya sambil meletakkan daster itu di sampingnya.

Valdi lalu menyerahkan paket lain yang lebih kecil. Mayang membukanya dengan cepat dan menemukan kostum maid seksi berwarna hitam dan putih. Dia tertawa kecil, menatap Valdi dengan pandangan bingung, “Om, ini... apa kalau kerja harus pakai ini?”

Valdi tertawa, “Nggak, Mayang. Itu buat seru-seruan aja, kok. Kalau kamu mau,” katanya dengan mata yang sedikit berkilau.

Mayang mengangguk sambil tertawa malu, "Om ini aneh-aneh aja pilihannya… tapi Mayang suka, sih," ucapnya, pipinya masih memerah.

Paket berikutnya berisi beberapa potong celana dalam model Cheeky. Mayang mengangkatnya dengan sedikit bingung, 

"Om, perasaan kemarin Mayang nggak beli celana dalam, kok malah Om yang beli?" pipinya makin merona.

Valdi tersenyum sambil menatapnya, "Iya, maaf ya kemarin Om nggak sengaja lihat di tas kamu... banyak yang sudah nggak layak, jadi Om beliin aja yang baru. Maaf ya kalau bikin kamu nggak nyaman."

Mayang menundukkan kepala, tersipu malu. "Tapi Mayang jadi malu, Om..." ucapnya pelan, matanya tidak berani menatap Valdi.

"Mayang, urusan pakaian begini jangan malu-malu sama Om ya," ujar Valdi, sambil menepuk punggung tangan Mayang dengan lembut.

Mayang mengangguk lagi, tersipu. "Hehe, iya deh, Om," jawabnya dengan suara pelan, masih merasa malu tapi juga senang dengan perhatian Valdi.

Valdi kemudian mengeluarkan paket lainnya dari dalam box dan menyerahkannya kepada Mayang. Ketika Mayang membukanya, matanya melebar ketika melihat kostum perawat seksi lengkap dengan rok pendek dan topi kecil. Dia menatap Valdi, “Om, ini... kenapa ada ini?”

Valdi tersenyum lebar, “Karena Mayang kan mau sekolah di akademi perawat, jadi Om pikir ini bisa jadi motivasi... atau buat seru-seruan aja.”

Mayang tertawa malu, wajahnya memerah hingga ke telinga. “Lucu, Om... nanti kalau Om Valdi sakit, Mayang pakai ini ya?”

"Boleh, kalau gitu nanti Om sering-sering pura-pura sakit nggak apa-apa, ya?" goda Valdi, suaranya terdengar sedikit serak, penuh dengan perasaan yang tertahan.

Mayang tertawa pelan, "Om bisa aja," ucapnya dengan nada menggoda. “Om kok beliin baju buat Mayang banyak banget?”

Valdi mendekat, meraih tangan Mayang dengan lembut dan menatapnya dengan serius. 

“Om cuma mau bikin kamu senang, Mayang. Kalau kamu senang, Om juga senang,” ucapnya dengan nada tulus, meski dalam hatinya ada keinginan yang mulai tumbuh.

Mayang menundukkan kepalanya, merasakan hangatnya tangan Valdi di tangannya. 

“Iya, Om... Mayang senang banget, terima kasih ya...” jawabnya pelan, sambil menatap Valdi dengan malu-malu.

Valdi menatap Mayang dengan tatapan yang semakin dalam, ingin menghiburnya agar tidak terlalu lama terlarut dalam kesedihan karena memikirkan ibunya yang baru saja meninggal. 

"Kalau gitu, Mayang harus janji bakal senang terus di sini. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan bilang sama Om, ya?"

Mayang mengangguk pelan, “Iya, Om... Mayang janji.” Tapi di balik senyumannya, ada perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, perasaan yang membuat dadanya berdebar lebih cepat.

Mayang yang masih merasa gugup, mengalihkan pandangannya ke arah paket-paket lainnya yang belum dibuka di atas meja. 

“Om, kok banyak banget paketnya? Om beli apa lagi?” tanyanya sambil menggeser duduknya, berusaha menenangkan diri dengan mengalihkan perhatian.

Valdi menelan ludah, merasa sedikit canggung karena dia tahu apa yang tersembunyi di dalam beberapa paket itu. Jantungnya berdebar lebih cepat, tapi dia berusaha menjaga wajahnya tetap tenang. 

"Oh, itu... ya, beberapa barang buat keperluan lain aja, Mayang. Nggak semua buat kamu," jawabnya sambil tertawa kecil, berusaha terdengar santai meskipun kegugupan mulai merayap ke dalam suaranya.

Mayang yang polos tidak langsung menyadari kecanggungan Valdi. Dia malah semakin penasaran, tangannya dengan cepat meraih salah satu paket yang belum dibuka dan menariknya ke pangkuannya.

 "Om beli apa aja sih? Mayang jadi penasaran," ucapnya sambil tersenyum manis, lalu mulai membuka bungkus paket tersebut dengan antusias.

Valdi mencoba untuk tetap tenang, tapi kegugupannya semakin jelas terlihat. Dia tahu paket yang sedang dibuka Mayang adalah salah satu yang paling berisiko. Di dalam paket itu, tersembunyi sepasang celana dalam dengan vibrator wireless yang sangat intim dan tidak seharusnya dilihat oleh Mayang, apalagi dibuka di depan Valdi seperti ini.

“Eh, Mayang, mungkin yang itu nanti aja bukanya, ya?” Valdi mencoba menghentikan Mayang dengan suara yang sedikit serak, tapi Mayang sudah terlalu asyik untuk mendengarkan.

Sambil tersenyum, Mayang akhirnya berhasil membuka bungkus paket tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Alief Subagio
lanjut mang
goodnovel comment avatar
Herna Wati
lanjut seru ceritanya
goodnovel comment avatar
Ventje Santi
mantaaap banget, lanjut
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 378

    “Tuan…” desah Farah, yang pertama kali tiba. Ia berlutut di samping sofa, tidak menunggu perintah. Tangannya yang lihai langsung meraih kejantanan Valdi yang basah oleh cairan Mayang, dan tanpa ragu, ia melahapnya. Ia menghisap dengan rakus, membersihkan setiap jejak Mayang dengan lidahnya, seolah ingin menegaskan bahwa kini gilirannya.Mayang, yang terkulai lemas di pangkuan Valdi, hanya tertawa kecil melihat tingkah Farah. Ia tidak cemburu. Di dunia ini, semua adalah milik Valdi, dan semua melayani Valdi.Valdi menggeram, tangannya mencengkeram rambut Farah. Namun, matanya tertuju pada Lana dan Ella yang kini berdiri di hadapannya. “Kalian berdua,” perintahnya, suaranya serak. “Naik ke sofa. Aku ingin kalian saling memuaskan. Aku ingin melihatnya.”Lana dan Ella sal

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 377

    Farah dan Ella, seolah menerima perintah tak terucap, mereka berdua menoleh ke arah Intan dengan penuh kebencian, namun dengan raut yang menggairahkan. Valdi, dengan tatapan sayu, kini tengah melahap payudara Farah yang montok, sementara tangan kirinya yang bebas menusuk dan mengaduk liang basah Farah yang berkedut. Di sisi lain, tangan kanannya tak kalah sibuk, mencengkeram dan memeras batang kecil Ella yang menegang, membuat gadis trans itu melenguh panjang, matanya memutar ke belakang.“Di sini,” lanjut Mayang, suaranya melenguh panjang saat pinggulnya bergetar hebat, merasakan puncaknya sendiri mulai mendekat, “Om Valdi… ahhh… mendapatkan semua yang ia inginkan. Setiap hasratnya terpenuhi. Setiap keinginannya adalah hukum. Ia hanya perlu menikmati. Selamanya.”Inta

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 376

    Di tengah ruangan, di atas singgasananya—sebuah sofa kulit hitam raksasa—duduklah Valdi. Ia bukan lagi pria sakit yang terbaring di ranjang. Ia seperti seorang dewa kenikmatan yang sedang dipuja. Jubah sutra hitamnya tersampir begitu longgar hingga nyaris melorot dari bahunya yang lebar, memperlihatkan dada bidangnya yang kokoh dan perutnya yang berotot sempurna. Kakinya terentang santai, dan di antara kedua pahanya, kejantanannya yang besar dan panjang, yang kini sepenuhnya mengeras, menjadi pusat dari semua pemujaan.Di sekelilingnya, di atas karpet tebal, para wanitanya bergerak dalam tarian sensual yang lambat dan memabukkan, tubuh telanjang mereka berkilauan oleh keringat di bawah cahaya temaram.Di kaki Valdi, Farah berlutut. Ia telanjang bulat, rambut hitamnya yang panjang tergerai menut

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 375

    Dua hari kemudian, setelah memastikan Celine cukup tenang untuk ditinggal, Intan mengemudikan mobilnya sendirian, menjauh dari gemerlap Jakarta, menuju sebuah desa kecil yang tersembunyi di kaki Gunung Gede. Perjalanan itu seperti perjalanan menembus waktu. Jalanan aspal yang mulus perlahan berganti menjadi jalan berbatu yang sempit, diapit oleh hamparan sawah hijau dan pepohonan rindang. Udara menjadi lebih sejuk, lebih bersih, dipenuhi aroma tanah basah dan bunga liar.Ia akhirnya tiba di sebuah rumah joglo tua yang sederhana namun memancarkan aura ketenangan yang luar biasa. Halamannya dipenuhi tanaman herbal dan bunga-bunga berwarna-warni. Dari dalam rumah, tercium aroma dupa cendana yang menenangkan.Seorang wanita tua dengan rambut putih yang disanggul rapi dan wajah yang dipenuhi kerutan kebijaksanaan menyambutnya di ambang pintu. Matanya, meskipun sudah

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 374

    Udara di koridor rumah sakit terasa dingin dan steril, kontras dengan kekacauan emosi yang membakar di dalam diri Celine. Ia menceritakan semuanya pada Intan saat mereka duduk di kafe rumah sakit yang sepi, secangkir teh hangat di antara mereka seolah menjadi satu-satunya sumber kehangatan di dunia yang tiba-tiba terasa begitu dingin.Intan mengaduk tehnya perlahan, matanya yang jernih dan analitis menatap Celine dengan tajam. “Mimpi itu bukan hanya milikmu, Celine. Aku yakin itu. Rasanya seperti kita sedang melihat gema dari pertempuran yang terjadi di dalam pikiran Valdi. Dan Mayang… dia bukan sekadar gadis biasa di sana.”“Tapi dia hanya seorang gadis desa yang lugu,” bantah Celine, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. “Anak dari pembantu yang sudah lama mengabdi pada keluarga kami. Dia tulus ingin merawat Valdi.”

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 373

    Beberapa hari kemudian, Celine tak kuat lagi. Gundah di hatinya semakin menjadi, menggerogoti setiap detik ketenangannya. Setiap kali ia merasakan tendangan halus dari janin di perutnya, bayangan Valdi yang terbaring di ICU justru semakin kuat, menciptakan sebuah kontras yang menyiksanya. Didorong oleh rasa penasaran dan kekhawatiran yang tak tertahankan, ia membuat keputusan nekat. Ia harus melihat Valdi, dengan mata kepalanya sendiri.Di rumah sakit, udara terasa pekat dengan aroma disinfektan yang tajam. Celine, terbungkus Alat Pelindung Diri (APD) lengkap dari ujung kepala hingga kaki, berdiri di depan sebuah dinding kaca tebal yang memisahkannya dari ruang ICU. Di baliknya, di tengah kerumitan kabel dan selang, Valdi terbaring.Pria yang dulu begitu tegap, begitu penuh kuasa, yang senyumnya bisa meluluhkan sekaligus mengintimidasi, kini hanyalah bayangan p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status