Pada suatu pagi, Mayang terbangun lebih awal dari biasanya. Saat dia menuruni tangga, dia melihat Valdi sudah sibuk menyiapkan sesuatu di ruang tamu. Sebuah kotak besar diletakkan di pojok ruangan, dan Valdi tampak memasang label di atasnya.
"Pagi, Mayang," sapa Valdi dengan senyum hangat. "Hari ini mungkin ada beberapa paket yang datang. Om sudah siapkan kotak ini untuk tempat penyimpanan sementara."
Mayang mengangguk sambil tersenyum.
"Baik, Om," jawabnya lembut. Dia lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan dan secangkir kopi untuk Valdi.
Setelah sarapan, Mayang membawa secangkir kopi panas ke ruang kerja Valdi. Ketika dia membuka pintu, dia tertegun. Ruangan itu jauh lebih mengesankan dari yang ia bayangkan.
Ruang kerja Valdi tidak terlalu luas, tapi memiliki desain interior yang futuristik. Dindingnya berwarna abu-abu metalik, dengan lampu-lampu LED yang menyoroti sudut-sudut tertentu. Di satu sisi, ada sebuah balkon kecil yang terbuka, memungkinkan udara segar masuk. Namun, yang paling menarik perhatian Mayang adalah deretan monitor yang tersebar di beberapa bagian ruangan.
Di depan meja kerja yang besar, terdapat tiga monitor besar yang menampilkan grafik-grafik kompleks yang berkelip-kelip dengan warna hijau, merah, dan biru. Di sampingnya, dua monitor sedang menampilkan siaran berita keuangan, dengan angka-angka yang terus bergerak di bagian bawah layar. Dan di atas meja kerja itu sendiri, ada empat monitor tersusun rapi di bagian kiri dan kanan, semua menampilkan data yang berbeda-beda.
Namun yang paling menarik perhatiannya adalah Valdi. Pria itu duduk dengan santai di kursi bos yang besar dan nyaman, matanya fokus pada layar monitor di depannya. Wajahnya yang tampan terlihat serius, tapi tetap tenang, rahangnya tegas, dan cahaya dari layar monitor membuat wajahnya semakin terlihat menawan. Mayang berdiri terpaku di ambang pintu, tak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok Valdi.
Valdi menyadari kehadirannya dan mengangkat kepala. Saat menerima kopi dari tangan Mayang, dia menangkap tatapan gadis itu yang sedikit terpesona. Valdi menarik napas dalam, melihat kecantikan Mayang yang polos dan lugu, semakin hari semakin memikat di matanya.
"Mayang, kamu cantik sekali hari ini," ucap Valdi tiba-tiba, suaranya lembut namun dalam.
Mayang tersentak, pipinya segera merona.
"A-ah, terima kasih, Om…" jawabnya dengan suara bergetar. Dia mencoba tetap tenang, tapi detak jantungnya semakin kencang, rasa malu dan senang bercampur jadi satu. Namun, kegugupannya membuatnya tak sadar hingga dia salah menaruh kopi di sudut meja, hampir menjatuhkan salah satu monitor.
Valdi dengan sigap menangkap kopinya, lalu tersenyum lembut.
“Hati-hati, Mayang,” katanya sambil tertawa kecil, matanya penuh kehangatan. Mayang tersipu semakin dalam, berusaha mencari alasan untuk menenangkan diri.
Setelah menenangkan dirinya, Mayang akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. "Om, paket-paket mulai berdatangan…," katanya pelan, masih menundukkan kepala.
“Sebelum diambil, disemprot disinfektan dulu ya, Mayang. Nanti sore atau malam, kita buka bareng-bareng,” Ujar Valdi mengingatkan.
Mayang mengangguk patuh, merasa lega ada sesuatu yang lain untuk dipikirkan. Dia bergegas keluar dari ruangan, meninggalkan Valdi yang tetap memandangnya dengan senyum tipis, menikmati bagaimana gadis itu tersipu malu karena pujiannya.
Sambil melihat Mayang pergi, Valdi tersenyum sendiri.
Dia semakin membuatku penasaran… pikirnya, sementara layar monitor di depannya tetap menampilkan grafik-grafik yang tak pernah berhenti bergerak.
Saat menutup pintu ruang kerja Valdi, Mayang melihat sebuah truk pengiriman berhenti di depan rumah melalui jendela. Satu per satu, paket-paket besar dan kecil mulai diantarkan ke depan pintu.
***
Setelah makan malam, Valdi dan Mayang duduk bersama di ruang tamu. Di depan mereka, ada sebuah box besar berisi paket-paket yang sudah tiba sejak pagi tadi. Mayang tampak penasaran, matanya berbinar-binar menunggu apa yang akan Valdi keluarkan.
Valdi tersenyum, mengeluarkan paket pertama dari dalam box.
"Nah, ini buat kamu, Mayang. Coba buka," katanya sambil menyerahkan sebuah paket kecil ke tangan Mayang.
Mayang dengan cepat membuka paket itu. Di dalamnya, ada dua kaus sederhana yang memang dia pilih sebelumnya.
"Wah, ini yang Mayang pilih kemarin! Makasih, Om!" katanya dengan wajah ceria.
Valdi terkekeh melihat wajah Mayang yang tampak begitu senang.
"Iya, sama-sama, Mayang. Yang penting kamu suka," jawabnya santai, senang melihat kebahagiaan di wajah gadis itu.
Tanpa menunggu lama, Valdi mengambil paket lain dan menyerahkannya ke Mayang. Kali ini, dia menemukan dua tank top tipis berbahan katun yang lembut.
"Om, ini… nggak terlalu tipis, kan?" Mayang memandang tank top itu dengan sedikit ragu.
"Enggaklah, Mayang. Ini Jakarta, hawanya panas, apalagi sekarang musim kemarau. Pakai yang tipis-tipis gini pasti lebih nyaman," ucap Valdi sambil tersenyum, matanya terus memperhatikan ekspresi wajah Mayang.
Mayang mengangguk, sedikit lega.
"Iya ya, bener juga, Om," katanya, sambil menaruh tank top itu di sampingnya. Senyum di wajahnya semakin lebar.
Valdi melanjutkan dengan membuka paket berikutnya. Di dalamnya, ada lima kaus V-neck yang ketat dan lima kaus U-neck dengan potongan rendah. Mata Mayang membesar, kagum dengan model-model yang lebih modis itu.
"Wah, modelnya bagus banget, Om," katanya sambil mengangkat salah satu kaus. "Mayang suka… tapi belum pernah punya yang begini."
Valdi tersenyum nakal, menikmati reaksi Mayang. "Coba aja nanti, Mayang. Om yakin kamu bakal kelihatan makin cantik," godanya, matanya menyusuri tubuh Mayang dengan pandangan penuh rasa penasaran.
Mayang tampak tersipu, sedikit malu tapi jelas senang.
"Hehe, iya deh, Om… nanti Mayang coba," jawabnya pelan, senyum masih menghiasi bibirnya.
Namun, Mayang tampak masih mencari sesuatu di dalam box. Valdi melihat gerak-geriknya yang sedikit bingung.
"Kamu cari apa, Mayang?" tanyanya sambil mengerutkan dahi.
Mayang tersenyum canggung. "Hehe, nggak apa-apa, Om… cuma perasaan kemarin kita kan pilih celana panjang juga," jawabnya, sedikit malu-malu.
Valdi berpura-pura berpikir sejenak, "Oh, iya mungkin belum sampai karena barangnya dari luar. Nanti Om cek lagi, ya." Padahal, dalam hati Valdi sudah membatalkan pesanan itu. Dia tidak ingin melihat Mayang menggunakan celana panjang yang menutupi lekuk tubuhnya.
Kemudian, Valdi mengambil paket lain dari box, yang berisi lima hot pants dan lima rok mini gaya tenis.
"Udah, pakai ini dulu aja, Mayang," katanya sambil menyerahkan paket itu dengan senyum tipis di wajahnya.
Mayang membuka paket itu dan melihat hot pants serta rok mini yang feminin.
"Lucu juga ya, Om. Mayang suka," katanya sambil tertawa kecil, matanya berbinar.
Valdi tersenyum lebar, merasa puas dengan reaksinya. "Om yakin kamu bakal kelihatan manis pakai itu," tambahnya, menatap Mayang dengan tatapan penuh kekaguman.
Mayang mengangguk, lalu memeriksa paket lain yang diserahkan Valdi. Ketika dia membuka paket tersebut, ia menemukan tiga potong V-Neck Lace Trim Crop Camisole Top ala Korea. Matanya berbinar, kagum dengan detail renda dan modelnya yang unik.
"Wah, bagus banget ini, Om! Mayang suka!" serunya senang, tanpa bisa menyembunyikan kegembiraannya.
Valdi tersenyum puas, menikmati antusiasme Mayang.
"Coba aja dulu, Mayang, biar Om lihat cocok nggak," ujarnya dengan nada lembut, menyembunyikan niat di balik pilihan itu.
Mayang mengangguk dengan semangat, lalu berdiri dan berlari kecil ke kamar mandi untuk mencoba salah satu cami crop top itu. Saat dia kembali, pakaiannya pas di tubuhnya, memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Belahan dadanya terlihat menyembul di balik renda halus, membuat Valdi menelan ludah, berusaha menahan diri meski hatinya berdebar lebih cepat.
Pintu mobil Alphard hitam itu bergeser menutup dengan suara mendesis yang terasa final, seolah mengunci Ella dari dunianya yang lama dan menariknya paksa ke dalam realitas baru yang asing dan memabukkan. Udara di dalam mobil terasa pekat. Aroma parfum mahal Valdi bercampur dengan wangi manis dan sedikit musk dari tubuh Farah, menciptakan atmosfer intim yang membuat tenggorokan Ella kering.Di seberangnya, Valdi duduk seperti seorang raja di singgasananya. Pria itu menyandarkan punggungnya dengan santai, satu lengannya melingkari pinggang wanita cantik yang bergelung manja di pangkuannya.Wanita itu, Farah, tampak lelah namun puas. Matanya setengah terpejam, bibirnya sedikit bengkak dan kemerahan, dan minidress santainya sedikit tersingkap, memperlihatkan paha mulusnya yang tanpa cela. Ia sesekali mendesah pelan, menyandarkan kepalanya di dada bidang Valdi, seolah mencari perlindungan sekaligus memamerkan kepemilikannya.Mata Ella tak bisa lepas dari pemandangan itu. Inikah wanita dari
“Selamat malam, Tuan Valdi. Apa ingin kami siapkan menu spesial seperti biasanya?” Ella menunduk, suaranya sedikit bergetar saat mengucapkan kalimat itu. Ia berusaha menghindari kontak mata, namun ia bisa merasakan tatapan Valdi yang menusuk.Valdi menatapnya, lalu melirik Farah sekilas. Sebuah kilasan nakal melintas di matanya. “Kamu atur saja. Dan saya minta wine terbaik yang kamu punya,” jawab Valdi dengan suara santai, namun ada nada dominasi yang tak terbantahkan di sana.Ella mengangguk, lalu berbalik pergi untuk menyiapkan apa yang diminta. Ia bisa merasakan tatapan Valdi di punggungnya. Tatapan itu terasa seperti sentuhan, membuat kulitnya merinding.Beberapa waktu berlalu. Ella kembali mengantar hidangan. Ia menyaksikan mereka makan, berbicara, dan sesekali Valdi akan menggoda Farah.
- Ella -Detak jantung Ella berpacu tak karuan, darah hangat mengalir deras ke seluruh tubuhnya. Sentuhan Valdi, singkat namun penuh makna, masih terasa membakar di paha dalamnya. Jemarinya yang panjang dan dingin itu—begitu berani, begitu lancang—telah menyentuh bagian paling intim yang nyaris tak pernah disentuh siapa pun selain dirinya sendiri. Sebuah sensasi asing, sekaligus familiar dari mimpinya, menyambar dirinya. Napasnya terengah-engah, bukan hanya karena langkah cepatnya, tetapi karena gelombang gairah yang tiba-tiba menggulung, mengancam untuk menelannya. Jantungnya berdentum kencang, memantulkan desakan yang mendalam. Tujuannya hanya satu: kamar mandi karyawan.Namun, baru beberapa langkah menuruni tangga spiral marmer gelap, Ella bertemu dengan Manajer Hendi, yang sedang memeriksa reservasi di meja depan. Manajer Hendi, se
Di bawah meja makan yang mewah, Farah sudah tenggelam dalam dunianya sendiri. Kegelapan dan kehangatan kain tebal itu seperti menyelimutinya, menciptakan ruang privat yang terisolasi dari keramaian restoran elit di puncak kota. Aroma wine dan hidangan lezat bercampur dengan wangi maskulin Valdi, membuatnya semakin mabuk kepayang.Jari-jemari lentiknya menyusuri permukaan keras itu, merasakan setiap urat yang menonjol, setiap denyutan kecil yang menjalar. Nafas Farah memburu, detak jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut, tapi karena sensasi adrenalin dan gairah yang membakar. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan akan ia lakukan, apalagi di tempat umum seperti ini.Perlahan, Farah menunduk. Bibirnya yang basah dan sedikit bengkak karena ciuman Valdi, kini mendekat ke kepala kejantanan Valdi. Udara hangat menerpa kulit ujungnya, membuat
Lengan Valdi tetap melingkar erat di pinggang Farah saat mereka melangkah masuk. Restoran itu dipenuhi bisikan-bisikan lembut dan denting elegan dari peralatan makan. Aroma masakan mediterania bercampur dengan wangi bunga segar yang menghiasi setiap sudut. Lampu gantung kristal memancarkan cahaya keemasan yang menenangkan, namun Farah merasa jantungnya berdebar tak karuan. Setiap langkah terasa berat, ia memaksa dirinya untuk tetap tegak, berusaha menyembunyikan getaran di lututnya.Tiba-tiba, sebuah pikiran menerjangnya, membuat pori-porinya meremang. Ia tidak memakai apa pun di balik minidress santainya. Tidak ada bra, tidak ada celana dalam. Selama ini, ia terlalu tenggelam dalam sensasi Valdi di mobil, lalu buru-buru memakai pakaian lagi tanpa mempedulikan isinya. Sekarang, di tengah keramaian ini, ia merasa telanjan
Farah menatap Valdi, matanya sedikit membelalak. Ia tahu apa yang Valdi maksud. Pria itu menyeringai, senyum kecilnya terlihat begitu menggoda sekaligus menuntut. Tubuh Farah sudah basah kuyup oleh keringat dan cairan mereka, namun jantungnya berdebar bukan karena kelelahan, melainkan antisipasi mendebarkan.Dengan gerakan halus namun pasti, Valdi menarik salah satu kaki Farah lebih tinggi, hingga lututnya hampir menyentuh dada. Tubuh Farah kini teregang sepenuhnya, bagian belakangnya terangkat dan terbuka lebar, mengundang. Valdi berlutut di antara kedua kaki Farah, tangannya bergerak cepat meraih tas kecil di sampingnya. Dari sana, ia mengeluarkan sebotol kecil gel pelumas transparan dan mengoleskannya ke seluruh kejantanannya yang masih berdiri kokoh dan memerah, serta ke ujung jari telunjuknya.Farah menatap Valdi dengan napas tertahan. Ada sesuatu di tatapan pria itu yang membuatnya merinding, perpaduan antara gairah buas dan senyum kemenangan. Ia tahu, Valdi akan melakukan sesua