“Uncle Kenan, aku juga ingin sekalian saja lamar Cecil dan menikah dengannya.” Felix yang di jelaskan rencana Reynard yang akan melamar dan menikahi Eleanor membuat dirinya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.Awalnya dia di tanya oleh Kenan untuk bertunangan dengan putrinya Cecilia, sama seperti Reynard dan Eleanor, dan hal itulah yang membuat Felix beserta kedua orang tuanya datang ke kediaman Max.Tapi begitu tiba, semuanya berubah begitu saja, dia bahkan tidak ragu sedikitpun saat mengutarakan keinginannya.“Kamu yakin Felix?” tanya Finley kepada sang putra.“Tentu saja Ayah, aku yakin ingin menikah dengan Cecil,” jawab Felix dengan mantap.Reynard yang melihat sahabatnya itu langsung menaikkan dua jempolnya, “Mantap Bro!”Felix menanggapinya dengan memainkan kedua alisnya dengan angkuh.Para orang tua menghela napas melihat kelakuan dua pemuda di depannya.“Ya kalau seperti itu keinginanmu, silahkan minta restu kepada Kenan dan Siska,” ujar Finley kepada Felix.Felix mengan
“Eleanor, will you marry me?”Bisikan dari Reynard membuat tubuhnya meremang, “Rey... Apa yang kamu katakan?!” ucap Eleanor terbata-bata, berusaha menahan lututnya yang melemah.“Iya sayang,” Reynard mengurai pelukannya, dan mengeluarkan box kecil berwarna gold dari saku jas mewahnya.“Duhai kekasihku, wanita yang aku cintai, maukah kamu memberikan pria berengsek insaf ini untuk menjadi pendamping hidupmu selamnya?” ujar Reynard sambil membuka kotak kecil berwarna gold itu, memperlihat cincin berlian yang begitu indah di dalamnya.Eleanor membelalakkan mata, lalu pandangannya beralih ke Rachel, “Rey! Jangan bercanda seperti ini, aku tidak—”Rachel melangkah cepat dan menarik tangan Eleanor lembut dan berbisik kepada wanita cantik itu, “Eleanor, aku dan Reynard tidak ada hubungan apa-apa...”Deg!Wanita berkebangsaan Asia German itu menekuk keningnya, “A-apa maksud kamu? Aku melihat dengan jelas kalian berdua...”Rachel mengambil napas dalam-dalam dan menatap Eleanor dengan mata jernih,
Usai pesta pernikahan penuh kejutan, dua pasang pengantin baru, Eleanor dan Reynard, begitu juga Felix dan Cecilia berpamitan pada orang tua mereka. Arion dan Emily juga berpamitan untuk beristirahat di Hotel Arion yang tidak berada jauh dari gedung baru ini.Hotel yang akan menjadi saksi resminya dua pasang pengantin baru kita.Di pintu keluar gedung, tiga mobil mewah Mercedes berhenti. Mobil yang di siapkan untuk mengantar mereka.Setelah berpamitan, mereka semua menuju mobil masing-masing. Suara pintu mobil yang ditutup bergema, "klik," menandakan keberangkatan mereka menuju hotel.Ketika tiba di Hotel Arion, tiga mobil Mercedes berhenti di depan pintu masuk. Tiga pasangan suami istri yang cantik dan tampan turun dari mobil, melangkah masuk ke hotel dengan anggun. Mereka disambut oleh para staf dan manajer hotel yang berdiri berjajar dengan senyum ramah."Selamat malam, Tuan dan Nyonya," sapa manajer hotel dengan sopan. "Kami sudah menyiapkan kamar terbaik untuk Anda."“Terima kasih
“Tidak Rey...”Reynard terkejut dengan jawaban Eleanor, pria tampan itu terdiam sesaat dan berkata pelan, “Kenapa sayang? Apa kamu masih denganku?”Tapi, jawaban Eleanor malah membuatnya tersenyum. “Bu-bukan itu, Aku masih sangat canggung, Rey,” jawab Eleanor terbata-bata, matanya menatap ke bawah, enggan bertemu pandang dengan pria yang kini resmi menjadi suaminya.Reynard mendekat, meraih dagu Eleanor dengan lembut, memaksa istrinya itu menatapnya. “Kamu tidak perlu canggung di hadapanku, sayang,” bisiknya lembut, lalu mencium bibir Eleanor semakin intens, dalam.Eleanor menggeliat sesekali karena sentuhan Reynard, tapi tidak menolak. "Apakah kamu tidak merindukanku?" tanya Reynard, suaranya parau dengan gairah yang tertahan.Wajah Eleanor memerah, tersipu malu. “Aku sangat merindukanmu, Reynard,” jawabnya pelan namun penuh kejujuran.Reynard menatap Eleanor penuh cinta, mencium wanita yang kini resmi menjadi istrinya. “Kalau begitu mari kita buktikan, mana yang lebih dominant, rasa
Di saat tiga pasangan romantis sedang memadu kasih di atas ranjang dengan panas, berbeda halnya dengan seseorang yang terlihat begitu ambisius di raut wajahnya.Di laboratorium Profesor Graaf, di salah satu ruangan yang dilengkapi fasilitas olahraga dan alat berat, Rafael sedang melakukan latihan untuk membentuk massa ototnya dan memperbaiki postur tubuhnya. Selama beberapa minggu terakhir, dia menghabiskan waktunya di tempat ini setelah menjalani operasi transplantasi.Rafael, dengan keringat mengalir di wajahnya, mengangkat barbel dengan konsentrasi tinggi. Otot-ototnya yang sudah mulai terbentuk tampak mengesankan di bawah pencahayaan ruangan. Seorang pelatih pribadi profesional, Marcus, berdiri di sampingnya, memberikan instruksi.“Ayo, Rafael, lima kali lagi! Kamu bisa melakukannya!” seru Marcus, matanya tajam mengamati setiap gerakan Rafael.Rafael mengerahkan seluruh tenaganya, mengangkat barbel hingga hitungan terakhir. “Ugh!” terdengar desahan berat dari mulutnya, barbel itu a
“Tuan muda, kenapa Anda hanya diam? Tolong jilati aku seperti biasa...” mohon Sara yang sudah membuka lebar kedua kakinya. Rafael menyeringai, mengaminkan apa yang di inginkan Sara, wanita yang berusia kisaran 30 tahunan, bertubuh sensual dengan kulit eksotik, rambut panjang berwarna blonde terurai di atas kasur, bongkahan payu-dara yang kenyal dan padat ia pijat memberikan ransangan sendiri untuk tubuhnya, “Yes, i like it, Rafael...”Rafael tersenyum, melakukan apa yang Sara minta. Dia merendahkan kepalanya, memasuki kedua paha Sara, menjilati area kewanitaan Sara dengan liar dan cepat. Sara menjerit dan mendesah sembari meremas dadanya sendiri.Lila yang melihat itu menjadi terangsang, lalu melumat payu-dara Sara. Dengan posisi naik di atas tubuh Sara, Lila berkata, “Aku juga, Rafael... Jilati aku!”Mulut Rafael berpindah, menjilati kewanitaan Lila dengan penuh gairah, sementara Sara dan Lila saling bergantian menyesap payu-dara mereka. Tangan Rafael tidak berhenti bekerja, merem
Mia tersenyum, paham akan keinginan Sara, ia menjulurkan lidahnya dan menjilati area kewanitaan Sara, “Oh damn! Enak Mia... More...”Lila yang merasa miliknya ikut berkedut pun seketika naik di atas wajah Sara dan mengarahkan miliknya, dengan posisi berhadapan dengan Rafael, “Sara membuka bibir bawah Lila dan memasukkan lidahnya, “Oh yes! Sara! Enak baby...”Rafael dan Lila yang saling berhadapan kembali saling melumat dengan liar, lidah mereka saling membelit. Kemudia pria yang kini hormon tidak terkendali itu menciumi dan menjilati bokong sintal Mia, “Damn! Apakah enak Mia?”Mia hanya bisa mengangguk, napasnya tersengal-sengal karena pikirannya terfokus dengan dua aktifitas gila yang membawa kenikmatan, “Lebih keras, Rafael... lebih keras!” jeritnya yang kembali merasakan miliknya di bawah sana siap meledak.Rafael mempercepat ritmenya, dorongannya semakin dalam dan kuat. Mia menjerit, tubuhnya gemetar hebat. “Oh, Rafael... aku aku...! Ah!” teriaknya, tubuhnya mengejang saat mencapa
Rafael masuk ke dalam ruangan dengan aroma yang begitu kuat dari obat-obatan dan antiseptik. Ruangan itu dipenuhi peralatan medis yang canggih, monitor-monitor yang berkilauan dengan data vital, dan cahaya putih terang yang memantul dari setiap permukaan logam. Di salah satu sudut, Profesor Graaf duduk, tersenyum puas melihat mahakaryanya melangkah masuk."Bagaimana setelah seks bersama tiga wanita sekaligus, Rafael? Apa kau merasa kelelahan?" tanya Profesor Graaf, matanya berbinar penuh antusias.Rafael menyeringai santai dan angkuh, melirik otot lengannya yang kekar. "Bukan masalah, prof," jawabnya dengan nada tenang namun penuh percaya diri.Profesor Graaf tertawa keras, suaranya menggema di ruangan itu. "Bagus, bagus sekali. Kau benar-benar luar biasa, Rafael."Profesor Graaf lalu memberi isyarat kepada asistennya untuk bersiap melakukan pemeriksaan. "Buka kembali seluruh pakaianmu dan masuk ke dalam tabung pemeriksaan," perintahnya dengan tegas.Rafael, tanpa ragu sedikit pun, me