MasukNyonya Pingkan terdiam mendengar pertanyaan dari Rossa menantunya. Dia mau jawab apa? Nyonya Pingkan yakin kalau Rossa tidak tahu apa yang terjadi.
Darren masuk ke dalam rumah dan saat di dalam terlihat sudah ada di dalam orang tuanya dan Rossa berdiri tepat di depan ibunya. Rossa menoleh ke arah Darren. Dari sorot matanya, Rossa meminta penjelasan kepada dirinya untuk mengatakan apa yang Nyonya Pingkan katakan kepadanya. Nyonya Pingkan berbalik dan menatap Darren. "Darren, kamu tidak mengatakannya kepada Rossa? Kenapa? Kamu tidak boleh seperti ini Darren, dia anaknya dan dia berhak tahu apa yang terjadi. Ato katakan," pinta Nyonya Pingkan kepada Darren. "Benar yang dikatakan oleh ibumu, katakan apa yang terjadi dengan mereka. Kamu tidak boleh egois nak. Rossa anaknya dan dia berhak tahu kondisi dari keluarganya saat ini," ucap Tuan Tommy kepada Darren. Mendengar kata keluarga, Rossa gemetar. Ada apa dengan keluarganya yang tidak lain ibu dan ayahnya. Rossa mendekati Darren untuk bertanya langsung dengan suaminya itu. Ada kejadian apa yang tidak ketahui. Keduanya saling memandang satu sesama lain. Rossa dan Darren tidak bergerak sama sekali dengan tenang Rossa bertanya ada apa dengan keluarganya yang tidak lain ibu dan ayahnya. "Ke-kenapa dengan keluargaku. Apa yang terjadi dengan mereka, Mas?" tanya Rossa dengan suara yang gemetar. Jujur Rossa panik, dia mulai berpikiran yang negatif. Di dunia ini hanya ibu dan ayahnya saja yang dia miliki pada saat ini. "Mereka mengalami kecelakaan. Keduanya meninggal. Pesawat yang ditumpangi oleh kedua orang tuamu meledak dan seluruh penumpang termasuk keduanya tidak bisa diselamatkan," jawab Darren yang membuat Rossa terpaku mendengar kabar dari Darren. Bak disambar petir di siang bolong berita orang tuanya meninggal membuat Rossa tidak berdaya. Dia seperti bermimpi di siang bolong. Darren memandang ke arah Rossa dengan lekat. Dia tahu Rossa terpukul dengan berita ini tapi dia bisa berbuat apa sudah takdir. Kecelakaan terjadi saat Rossa pergi untuk menemui kekasihnya. Dan saat itulah Darren mendapatkan kabar mertuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang. "Tuan, pesawat mertua Anda mengalami kecelakaan dan seluruhnya masuk ke dalam laut. Tim evakuasi sudah bergerak mencari puing pesawat tapi kendala cuaca pencarian sedikit tertunda," ucap asisten Darren Malik memberitahukan kejadian tersebut. Ya, setelah acara pernikahan Rossa keduanya pergi ke luar negeri untuk pekerjaan. Namun, naasnya pesawat yang ditumpangi oleh kedua orang tua Rossa meledak dan mengakibatkan seluruh penumpang pesawat tersebut meninggal dunia. Rossa tertawa tiba-tiba dan dia bertepuk tangan dengan kencang dan juga menggelengkan kepala. Air mata yang tadinya ingin dihentikan kini mengalir terus tanpa henti. "Mas, kamu pasti bercanda 'kan? Aku yakin kamu pasti bercanda. Mama dan papaku tidak pergi kemana-mana. Mereka ada di rumah. Mereka katakan kalau mereka akan pergi besok bukan hari ini. Kamu berbohong kepadaku. Sudah cukup kamu berbohong kepadaku dan mengendalikan aku. Kamu tidak berhak untuk mengendalikan aku lagi. Kamu bukan suamiku, jangan mencoba untuk bersikap seolah-olah kamu suamiku. Kamu memintaku untuk tidak mengakui kamu suamiku, jadi jangan katakan itu keduanya meninggal," teriak Rossa dengan cukup kencang hingga membuat Nyonya Pingkan dan Tuan Tommy terdiam dan terkejut mendengar perkataan Rossa. Mereka tidak mengerti dengan apa yang Rossa katakan kepada Darren. Bagaimana bisa Rossa katakan Darren meminta Rossa tidak mengakui Darren suami? Ada apa ini, pikir mereka. Keduanya lebih memilih diam dan mendengarkan bantahan dari Darren. Tapi, nyatanya Darren tidak membantahnya. Darren memandang ke arah asistennya. Dengan sigap, Malik menyalakan televisi. Dan terlihatlah berita kecelakaan pesawat dan pembawa berita memberitahukan kalau seluruh penumpang meninggal dunia dan menampilkan nama-nama penumpang. Rossa yang melihatnya langsung mendekati televisi akan mencari nama ibunya ternyata nama kedua orang tuanya tertera di sana sebagai korban kecelakaan lebih tepatnya korban yang meninggal akibat kecelakaan pesawat tersebut. "Mama/ Papa," gumam Rossa dengan suara dan tangan bergetar. Dia tidak tahu harus berkata apa saat ini. Kenyataan menampar dirinya kalau dia yatim piatu mulai saat ini dan selamanya. Rossa menggelengkan kepala, dia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Tadi keluarganya bahagia atas pernikahannya dan di hari yang sama dia mendapatkan kabar kalau ibunya dan ayahnya meninggal dunia. "Hahaha, tidak. Itu tidak mungkin! Mereka tidak meninggal. Aku yakin mereka pasti tukar pesawat dengan penumpang lain. Aku yakin itu. Karena Papa sering melakukannya saat berpergian jauh. Aku yakin itu bukan mereka," teriak Rossa dengan cukup kencang. Rossa meraung dan memukul televisi dengan kuat. Rossa menangis sejadinya bukan hanya itu saja Rossa juga memukul kepalanya yang mulai terasa sakit hingga dirinya tidak sanggup untuk membawa tubuhnya yang ringkih untuk berdiri dan berakhir pingsan. Darren hanya menatap ke arah Rossa dengan tatapan yang datar. Tidak sedikitpun Darre menenangkan Rossa. "Rossa, sabar nak," tangis nyonya Pingkan yang langsung mendekati Rossa dan memeluk menantunya itu. Dia ikut sedih dengan apa yang terjadi. "Rossa anakku. Yang sabar nak. Sabar. Tuhan sudah berkehendak kamu tidak boleh menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi dengan orang tuamu. Orang tuamu sudah menepati janjinya dengan Tuhan. Mereka harus kembali ke pangkuannya, nak. Kamu harus kuat dan kamu harus doakan mereka. Hanya doa seorang anak yang bisa membuat kedua orang tuanya bahagia di alam sana," ucap Nyonya Pingkan. Nyonya Pingkan ikut menangis merasakan kesedihan dari menantunya. Nyonya Rossa yang menangis dan memeluk Rossa melepaskan pelukannya dan memandang ke arah Darren yang berdiri di belakang dengan sangat arogan. Nyonya Pingkan tidak menyangka kalau anaknya tidak mempunyai empati sama sekali, padahal mereka sudah menikah satu hari, baru hari tapi ketidakpekaan Darren membuktikan kalau perkataan Rossa benar. Darren tidak menganggap Rossa istri begitu sebaliknya. "Keterlaluan kamu. Di saat seperti ini, kamu masih saja seperti ini. Mana empatimu, Darren. Mana?" tanya Nyonya Pingkan dengan suara keras. Tapi, Darren hanya diam membisu. Dia juga baru menyadari ini sifat dari anaknya yang sesungguhnya dia pikir Darren pria yang baik dan berempati tapi nyatanya tidak. Nyonya Pingkan menatap tajam ke Darren dan dia sangat membenci anaknya itu. Rossa terus menangis dalam pelukan Nyonya Pingkan. Dia sudah yatim piatu, keluarganya tidak ada sama sekali. Ya, sekarang ini dia seorang diri bagaimana dia akan bertahan dalam hidup siapa yang akan mendengarkan ceritanya dan siapa yang akan mendengarkan keluh kesahnya. Selama ini hanya ibu, ayahnya dan Arya yang mendengarkan semuanya tapi kini ketiganya sudah tidak ada. Mereka sudah tidak lagi ada di bagian dari kehidupannya. Cukup lama Rossa menangis dalam peluk Nyonya Pingkan yang kembali memeluknya. Perlahan pelukan tersebut mengendur dan Rossa bangun dengan tubuh yang lemah. Rossa melangkahkan kaki menuju kamarnya. Dia ingin menyendiri dia tidak ingin bertemu dengan siapapun untuk saat ini. "Rossa, kamu mau kemana nak?" tanya Nyonya Pingkan yang melihat Rossa naik ke atas dan mencoba untuk mengikuti Rossa namun ditahan oleh suaminya. "Ma, biarkan dia sendiri. Rossa saat ini ingin sendiri. Papa yakin Rossa anak yang kuat, dia bisa menghadapi semua ini dengan ikhlas. Jika memang tidak ada yang menginginkannya kita akan bawa dia dan kita jadikan dia anak kita. Kita tidak perlu mengharapkan siapapun untuk menjaganya," ucap Tuan Tommy yang membuat Darren terdiam mendengar perkataan dari ayahnya. Tuan Tommy tahu kalau saat ini Darren mengabaikan menantunya itu dan dia akan memisahkan Rossa dan juga Darren. Nyonya Pingkan langsung memeluk suaminya dia tidak tega melihat anak dari sahabatnya itu menderita seperti ini. Jika tahu dia tidak akan mau menjodohkan keduanya. Nyonya Pingkan dan ibu kandung Rossa Nyonya Mala dulu sahabat. Dan berniat menjodohkan anak mereka. Dan saat kakak kandung Rossa si Rassi masih hidup dialah yang di jodohkan oleh Darren dan Darren langsung jatuh cinta tapi sekarang, dia mengabaikan adik iparnya tersebut dan alasannya belum bisa melupakan istrinya Rassi. "Kita harus bawa Rossa, aku harus bertanggung jawab atas semua ini. Kalau aku tahu anak malang itu tidak diharapkan, aku tidak akan mendesak sahabatku itu untuk menikahi dia. Aku tidak akan biarkan anak malang itu menangis seperti ini. Aku menyesal sudah menjodohkan mereka, Pa. Aku benar-benar menyesal dengan sahabatku itu. Aku tidak bisa membuat sahabatku itu bahagia, hiks. Aku tidak bisa," tangis Nyonya Pingkan pecah. Perasaan bersalah Nyonya Pingkan benar-benar dalam, dia tidak bisa membuat anak dari sahabatnya itu bahagia. Darren yang mendengarnya hanya bisa diam. Tidak sedikitpun, Darren mengeluarkan satu patah kata pun termasuk Malik yang menundukkan kepala. "Ayo, kita ke atas." Tuan Tommy membawa istrinya ke kamar yang biasa dia tempati kalau datang ke rumah Darren. Tuan Tommy ingin istrinya menenangkan diri. Saat melangkahkan kaki, Tuan Tommy melirik tajam ke arah anaknya yang terlihat cuek. Sedangkan Rossa yang berada di dalam kamar langsung duduk di lantai dengan kaki yang ditekuk. Sorot mata yang penuh dengan kesedihan dan air mata tidak lagi bisa dibendung dan air mata itu mengalir tanpa bisa dia hentikan. Rasa sakit yang dia rasakan sudah mendarah daging. "Apa yang harus aku lakukan saat ini. Kenapa ? Kenapa kalian meninggalkanku sendiri di dunia ini. Tidak bisakah kalian mengajakku pergi. Tidak bisakah kalian tidak meninggalkanku seorang diri di dunia ini. Kenapa kalian meninggalkanku seorang diri di sini. Aku tidak punya teman. Siapa yang akan menghiburku jika aku sedih nanti. Siapa yang akan menghiburku." Rossa terus memukul-mukul dirinya Rossa merasakan sakit di dadanya. Rossa merasa kalau dunia tidak adil untuknya. Tapi, dia harus menerima semua takdir yang cukup berat dia rasakan. Di umur yang masih teramat belia Rossa harus menanggung semua penderitaan dan Rossa tidak sanggup untuk mengemban semuanya di usia 21 tahun. Di usia itu dia harus mendapatkan cobaan yang bertubi-tubi. Rossa terus menumpahkan isi hatinya, dia berteriak dan sesekali dia tertawa sampai pada akhirnya Rossa yang kelelahan tertidur di lantai yang dingin. Darren yang naik ke lantai atas hanya berdiri di depan pintu kamar Rossa. Tidak ada sedikitpun niat Darren untuk masuk, dia hanya memandang pintu berwarna coklat tersebut yang tertutup. "Permisi Tuan. Saya ingin mengatakan sesuatu kepada Anda. Maaf kalau waktunya tidak tepat tapi ini sangat penting," ucap Malik yang berdiri di samping Darren. Malik mendapatkan telepon yang sangat penting dan dia langsung naik ke lantai atas untuk bertemu dengan Darren namun saat dia di lantai atas tepat di tangga terakhir terlihat Darren berdiri di depan kamar Rossa. "Ada apa ? Katakan kepadaku, apa yang ingin kamu bicarakan kepadaku. Apakah itu hal penting?" tanya Darren dengan suara berat.Monica menggelengkan kepalanya dia takut dengan Darren benar-benar takut dan entah kenapa dirinya merasa kalau Darren sangat berbeda dengan Darren yang dia kenal. "Ak--aku tidak melakukan itu. Sumpah, dia berbohong padaku. Aku jujur padamu kalau aku tidak melakukan itu. Jangan percaya dia, aku tidak seperti yang dia katakan," jawab Monica ke Darren. Darren menatap Monica dia semakin kesal dengan Monica bagaimana bisa Monica berkata seperti ini. Sedangkan saksi sudah jelas mengatakan kalau dia pelakunya dan dia yang sudah membuat istrinya meninggal tapi kenapa Monica masih berkata seperti ini. Apa salah istrinya dan anaknya. "Aku katakan padamu Monica kamu terus berbohong maka kamu akan dapat hukuman yang berat. Kamu tahu dia kebahagiaan aku. Dia segalanya untukku. Kenapa kamu lakukan itu. Kenapa? Apa yang kamu lakukan padaku itu kejam Monica. Kalau kamu tidak suka pada dia lampiaskan padaku. Istriku tidak bersalah, dia permata cinta aku setelah kamu tinggalkan aku menerimanya, tapi
"Kamu tidak percaya denganku, Darren? Aku tidak pernah melakukan apapun. Kenapa kalian kaitkan aku dengan Rassi. Bukannya dia sudah meninggal dan dia meninggal juga karena pendarahan pasca lahiran bukan? Tapi, kenapa kalian kalian malah memintaku untuk mengaku. Memangnya, apa salahku kepada Rassi. Kalian pikir aku yang membunuhnya ?" tanya Monica yang ngotot kalau dia tidak ada kaitannya dengan kematian Rassi. Darren yang geram langsung memukul Monica dengan cukup kencang. Dia melampiaskan kepada Monica karena apa yang sudah Monica lakukan kepada istrinya dan juga anaknya sangat keterlaluan. Monica yang dipukul oleh Darren menjerit histeris dia berusaha untuk melepaskan dirinya dari Darren. Namun, tidak bisa Darren terus memukul Monica. "Tutup matanya dan mulutnya." Darren memerintahkan anak buahnya menutup mata dan mulut Airin. Anak buah Darren melakukan apa yang Darren perintahkan. Perjalanan menuju ketempat yang mereka tuju memakan waktu lumayan lama. Dan mereka akhirnya sampai
Monica tidak bisa berbuat apa-apa sekarang dirinya harus menyediakan uang yang diminta. Dan itu jumlahnya tidak sedikit. 5 miliar dan itu harus cash dia ambil. "Aku harus ke bank karena jika terlambat sedikit suster sialan itu akan membongkar semuanya. Aku akan habisi dia," ucap Monica yang keluar dari toko menuju bank. Terlebih dahulu dia menghubungi pihak bank dengan menanyakan apakah ada. Walaupun sedikit berdebat tapi Monica akhirnya bisa dan pihak bank menyiapkan uang. Alasan Monica untuk gaji karyawan dan sebagainya. "Darren, dia licik juga ya. Bisa-bisanya dia ingin menghabisi suster itu. Apa dia tidak takut kalau ketahuan?" tanya Chiko geleng kepala dengan tingkah Monica. "Kalau dia takut mana mungkin dia bunuh istriku. Dan juga anakku yang tidak bersalah dan bodohnya aku mengiyakan saja. Tanpa selidiki dulu," jawab Darren yang merasa bersalah karena dia tidak selidik kematian istrinya. Chiko menepuk pundak Darren dengan pelan dia tahu sahabatnya ini pasti sedih memikirka
Sejak kejadian tersebut Cici mulai terlihat menjauh dari Chiko begitu juga dengan Rossa dan Darren dia tidak pernah terlihat sama sekali di depan mereka dan itu membuat Rossa khawatir dengan sepupunya biasanya Cici selalu ada di sekitarnya tapi kini tidak ada. "Sayang, kamu kenapa? Apa yang kamu cari?" tanya Darren kepada Rossa yang melihat Rossa kepalanya ke kiri dan ke kanan. "Aku mencari sepupu Cici. Tapi, sejak masuk kerja dia tidak terlihat sama sekali. Aku tidak tahu kenapa dia tidak ada apakah dia berhenti bekerja. Padahal waktu itu dia datang ke rumah dan dia ingin menginap di rumah tapi aku melarangnya," jawab Rossa yang masih celingak celinguk mencari keberadaan Cici. "Kenapa kamu melarangnya bukankah menginap satu atau dua hari tidak masalah. Kamu ada teman dan kalian para wanita bisa pergi bersama atau apa gitu," ucap Darren yang merasa aneh dengan Rossa kenapa tidak izinkan Cici menginap di rumahnya.Rossa tidak menjawab apa yang dikatakan oleh Darren dia memilih diam.
Mobil Chiko sampai di kos kosan Cici. Tidak ada yang bicara keduanya sepanjang jalan hanya diam. Cici membuka sabuk pengaman dan menoleh ke arah Chiko yang juga memandang dirinya. "Ci, bisa nanti malam aku datang ke sini? Aku mau ajak kamu pergi. Itupun kalau tidak keberatan," ungkap Chiko memberanikan diri untuk mengajak Cici. Terlepas Cici mau atau tidak itu urusan nanti. Yang penting ajak saja dulu. Sisanya belakangan pikir Chiko. "Mau kemana?" tanya Cici dengan sedikit malu-malu. "Kemana saja. Kalau bisa ke KUA juga boleh," sahut Chiko yang diakhir kata sedikit pelan hingga Cici melotot. Dia samar-samar mendengar kata KUA. "Anda katakan apa? KUA?" tanya Cici ingin memastikan apakah yang dia dengar itu benar atau tidak. "Ah, kamu salah dengar itu. Mana ada aku katakan itu. Mau atau tidak?" tanya Chiko lagi yang memaksa Cici untuk ikut dengan dirinya. Mendengar kata aku Cici makin merasa ada yang aneh dengan bosnya ini. Cici menggelengkan kepala dia tidak boleh tergoda. Dia h
"Iya, aku tahu agama tidak mungkin mengambil suami orang. Aku sangat bersyukur Caca mau menerima aku dan mau mencarikan aku pekerjaan jadi sudah sepantasnya aku tidak menusuknya dari belakang," ungkap Cici mengatakan kalau dia tidak seperti kacang lupa kulitnya yang menusuk orang yang sudah berbuat baik padanya. Mimi tersenyum mengejek ke arah Cici. Dia tahu betul kalau Cici itu berbohong dan dia tidak mungkin melakukan itu dan dia juga yakin kalau Cici pasti hanya asal bicara. Seperti pepatah, lain dimulut lain dihati. Itulah, Cici saat ini. "Mimi, sudah jangan ribut. Diamlah," pinta Rossa ke Mimi untuk tidak ribut karena dia tidak mau Cici makin membencinya dan dia yakin Cici pasti menuduhnya kalau dia lah yang salah. "Ca, kamu keberatan kalau aku tinggal di sini. Nanti kalau sudah kembali bekerja aku akan ke kos lagi. Di kosan aku kesepian. Tidak ada teman bercerita, bisa tidak?" tanya Cici ke Rossa. "Tidak. Kamu tidak boleh di sini. Aku saja tidak tinggal di sini. Kamu tidak t







