Ayana heran dengan suaminya Dindar yang selalu marah bahkan tak segan melakukan kekerasan terhadap dirinya hanya sebuah kesalahan yang menurut Ayana tak patut untuk dijadikan masalah hingga melakukan kekerasan. Kesalahan Ayana yaitu mendesah saat melakukan hubungan suami istri. Sekalipun itu tak sengaja Ayana lakukan maka Dindar tak segan untuk marah dan menyakiti Ayana. Namun ternyata Dindar punya rahasia dibalik kelainan gairahnya tersebut.
View More"Jangan mendesah, Ay!" ingat Dindar, saat Ayana, istrinya tak sengaja mengeluarkan suara desahan akibat dari perlakuan Dindar.
Ayana pun segera menggigit bibirnya agar suara yang lumrahnya kebanyakan lelaki sukai saat wanitanya mengeluarkan suara yang menandakan bahwa wanita tersebut merasa menikmati atas perbuatan suaminya tersebut namun dibenci oleh Dindar. Ayana tak pernah tahu apa alasan Dindar selalu melarangnya untuk bersuara disetiap kali mereka melakukan hubungan. Sedangkan Dindar begitu pintar dan lihai saat memancing hasrat bercinta Ayana. Namun ia sendiri melarang Ayana untuk menikmati apa yang ia lakukan.Setelah melihat Ayana yang berusaha mengatupkan bibirnya, agar tak mengeluarkan desahan, Dindar pun melanjutkan permainannya yang masih tahap pemanasan.Tangan kekar Dindar dari dada Ayana turun menggerayangi perut Ayana, lalu selanjutnya makin turun kebawah tepat di area paling sensitif milik Ayana. Ayana sekuat tenaga menahan agar dirinya tak sampai mengeluarkan suara yang sangat dibenci Dindar tersebut saat Dindar melakukan pemanasan yang begitu membuat Ayana tak kuat untuk tak melepas desahannya.Semakin lama, aksi liar Dindar semakin menjadi, semakin membuat Ayana tak tertahankan. Oleh karena itu, Ayana semakin kuat menggigit bibirnya seraya tangannya mencengkeram kuat ke bantal yang ditidurinya.Namun, karena semakin lama semakin menjadi apa yang Dindar lakukan pada tubuh Ayana, akhirnya tanpa Ayana sadari, ia pun melepas suaranya yang sedari ia tahan-tahan.Sontak Dindar segera menghentikan aksinya dan menatap nanar pada Ayana. Seolah-olah ingin menelan Ayana."Sudah kubilang berapa kali padamu, Ay. Aku sangat benci dengan suaramu itu!" bentak Dindar seraya menarik diri dari Ayana. Jakunnya naik turun menahan emosi.Ayana tentu terkejut dengan bentakan Dindar walaupun itu bukan untuk pertama kalinya. Entah sudah berapa kali Ayana mendapat bentakan selama tiga bulan menikah sebab Ayana tanpa sengaja mengeluarkan desahan karena perbuatan Dindar sendiri. Bahkan tak hanya bentakan, Dindar juga hampir melukai Ayana sebab kesalahan yang tak disengaja oleh Ayana. "Maaf, Mas. Tadi aku gak sengaja." Ayana berucap dengan rasa takut pada Dindar. Beberapa kali ia menahan nafas. "Maaf, maaf. Itu saja yang selalu kamu bilang saat sudah salah. Bukannya aku sudah bilang. Aku tidak suka dengan suaramu itu." Lagi, Dindar membentak Ayana sambil menatap sengit, penuh amarah.Ayana segera duduk dari posisi baringnya. "Suaraku?" Ayana menatap Dindar dengan penuh selidik. Tampak heran dengan kata-kata Dindar."Iya. Aku tak suka!" Dindar segera memalingkan wajahnya kesembarang arah dengan kedua tangan bertengger di pinggangnya. "Tapi kenapa, Mas?" Kali ini Ayana tak mau diam saja seperti biasanya saat Dindar marah sebab Ayana tak sengaja melakukan kesalahan seperti tadi. Malah menurut Ayana itu bukanlah sebuah kesalahan. Hanya saja Dindar menjadikan itu sebuah kesalahan besar bagi Ayana."Jangan tanya kenapa, Ay. Yang jelas kau tak boleh mengeluarkan suara yang menjijikan itu," ucap Dindar dengan sengit."Apa kamu bilang? Menjijikan?" Mata Ayana tampak berkaca-kaca mendengar penuturan Dindar. Yang menurutnya sangat kasar. Dan seharusnya tak pantas bagi seorang suami mengatakan itu, padahal suara itu diakibatkan oleh Dindar."Iya, menjijikan. Oleh karena itu aku tak mau mendengarnya!"Ayana yang merasa hatinya panas mendengar kata-kata Dindar segera meraih selimut, lalu dililitkan ke tubuhnya untuk menutupi tubuh polosnya, lalu ia berdiri menatap tajam ke arah Dindar."Suara yang Mas bilang menjijikan itu berasal dari perbuatanmu, Mas!" suara Ayana meninggi. Emosi juga sudah menghinggapi dirinya."Iya, memang. Tapi bukan berarti kamu—""Apa, Mas?" potong Ayana cepat. Emosinya juga sudah tak tertahankan."Bukan berarti kau boleh menikmatinya!""Apa?" Kening Ayana mengkerut. Merasa heran dengan kata-kata Dindar yang melarangnya untuk menikmati apa yang ia sendiri berikan. Bahkan begitu lihai."Apa aku tak salah dengar, Mas?" Suara Ayana tampak bergetar saat menanyakannya. Matanya memerah dan berkaca-kaca menahan tangis. "Tidak. Aku memang melarang-mu untuk menikmatinya."Ayana tersenyum getir mendengarnya seraya menggelengkan kepala. Tak habis pikir dengan larangan Dindar, suaminya."Lalu, untuk apa kau melakukan hal ini jika aku tak boleh menikmatinya, Mas?" tanya Ayana dengan nada rendah. Sekuat tenaga ia menahan air matanya agar sampai tak menetes.Dindar tak menjawab, ia mengusap wajahnya kasar seraya menoleh ke samping. Menghindari tatapan Ayana."Katakan, Mas! Apa alasanmu melarangku untuk menikmatinya. Jika kamu sendiri menikmati apa yang ada pada diriku. Lalu aku tidak. Katakan sekarang juga. Kenapa kau selalu melarang. Katakan, Mas. Kata—""Cukup, Ay!" Ayana terlonjak kaget mendengar nada bentakan emosi Dindar. Bahkan saat ini lebih nyaring dari sebelum-sebelumnya."Kenapa kau segitu marahnya karena ini, Mas. Apa yang sebenarnya menjadi alasanmu." Mata Ayana semakin berkaca-kaca menahan tangis."Untuk apa kau menikahiku. Bahkan kau datang sendiri padaku. Kau memaksaku agar mau menikah denganmu, bahkan aku sampai tak mendapati restu tulus Papaku. Aku mengabaikan restu Papa demi bisa menikah denganmu, Mas. Tapi apa yang—""Kubilang cukup, Ay!" Lagi, Dindar memotong ucapan Ayana dengan membentak.Kali ini Ayana tak dapat mencegah air matanya untuk mengalir. Ia benar-benar tak kuasa. Bentakan demi bentakan Dindar dan kata-katanya benar-benar melukai hatinya."Mas kau…." Bibir Ayana bergetar hebat. Hingga ia tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia menangis sejadi-jadinya. "Kau tak perlu bertanya apa alasanku, Ay. Yang jelas aku melarang-mu untuk melakukan kesalahan seperti yang tadi disaat kita melakukannya." Dindar menatap sengit."Tapi aku penasaran, Mas!" ucap Ayana disela-sela isakannya."Persetan dengan rasa penasaranmu itu, Ay." Suara nyaring dan kasar Dindar menggelegar hingga membuat Ayana terkejut."Aku tak pernah menyuruhmu untuk penasaran padaku. Aku hanya menyuruhmu untuk tidak melakukan kesalahan yang seperti tadi. Tapi kau malah selalu dan selalu mengulang kesalahanmu ini. Aku sangat benci dengan itu, Ayana." Gigi Dindar bergemeletuk menahan geram dan emosi pada Ayana.Ayana hanya bisa diam tanpa bisa berkata-kata lagi. Sebab ia tahu, sekarang Dindar benar-benar marah. Dan Ayana tak mau kemarahan Dindar akan membuat dirinya lebih sakit lagi. Seperti sebelum-sebelumnya yang sudah terjadi."Aku ingatkan lagi, Ayana. Jangan pernah mengulangi kesalahnmu lagi."Setelah berucap , Dindar segera membalikkan badan, melangkah keluar kamar meninggalkan Ayana.Ayana hanya bisa terisak. Hatinya benar-benar sakit. Kenapa Dindar tiba-tiba berubah. Dari yang lemah lembut jadi kasar, tepatnya saat malam pertama mereka berlangsung dan Ayana mengeluarkan suara yang menurut Ayana sudah biasa terjadi pada setiap perempuan sebab membuktikan mereka menikmati permainan dari pasangannya.Tapi kenapa Dindar tidak! Apa yang sebenarnya terjadi? Ada misteri apa sebenarnya? Yang tak Ayana ketahui dari suaminya tersebut.___________"Mas…aku akan berhenti kuliah!" ucap Ayana yang panik dengan cepat. Memdengar itu, Perlahan Dindar menurunkan senjatanya. Dan Ayana pun menangkupkan kedua tangannya di dada. "Agar Mas Dindar percaya, kalau aku tak akan bertemu lagi dengan pria itu, maka aku lebih baik berhenti saja. Aku akan menuruti semua kemauan Mas Dindar. Aku juga akan selalu bersamamu…aku tak akan melakukan pelanggaran dan melakukan sesuatu yang tak disukai Mas Dindar…." Semakin deras mengalir air mata Ayana saat mengatakannya.Dindar masih bergeming dengan tatapan tajam namun menakutkan menatap lekat Ayana yang menangis tersedu-sedu."Aku tak akan kemana-mana lagi…aku juga tak akan keluar rumah jika tidak dengan Mas Dindar…aku akan menuruti semuanya…." Ayana berucap sambil menangis tersedu-sedu. Bahkan semakin menjadi setelah menyadari apa yang dikatakannya."Semuanya?" Dindar maju satu langkah
Perlahan namun menakutkan, Dindar melangkah menuju tempat di mana Ayana berdiri, seorang diri.Iya, saat mendengar suara Dindar, Aham langsung pergi. Tubuh Ayana semakin bergetar tatkala sosok tinggi tegap suaminya tersebut sudah ada di hadapannya. "Katakan! Siapa pria itu!" bentak Dindar dengan raut wajah bengisnya."Ayana!" Bentakan Dindar kali ini membuat Ayana terperanjat. Dindar menatap begitu menakutkan."S-siapa yang Mas Dindar tanyakan?" Ayana tergugu menahan takut. Bahkan suaranya bergetar.Ia tak tahu, dengan apalagi kali ini akan menyelamatkan Aham dari amarah Dindar. Jangankan Aham, untuk menyelamatkan dirinya saja ia tak tahu.Gigi Dindar bergemeletuk menahan amarah. Tangannya terangkat mencengkram kuat wajah Ayana. Hingga wanita itu harus mendesis kesakitan."Jangan pikir aku tak melihatnya meskipun aku tak sempat melihat wajahnya, Aya!" Semakin kuat cengkraman tangan Dindar di wajah Ayana membuat kuku-kuku tajamnya melukai kulit halus itu. Dan mengeluarkan darah. M
"Senyum, Ayana!" bisik Dindar di telinga Ayana saat sudah tiba di pesta.Ayana yang enggan tersenyum sebab memang hatinya sedang bingung juga saat ini akhirnya tersenyum."Kenapa kau susah sekali tersenyum saat lagi bersamaku. Apa kau ingin menampakkan ke semua orang bahwa kau tidak bahagia hidup denganku, heum?" Dindar menekan setiap kata-katanya saat berbisik ke dekat Ayana, yang saat ini duduk di sampingnya. Sontak Ayana segera menggelengkan kepalanya. "T-tidak, Mas. Aku sama sekali tak ada niatan seperti itu." Ayana kembali memaksakan senyum. Sekalipun itu sangat susah. Namun jika tidak begitu, sudah pasti Dindar akan melakukan hal buruk lagi padanya. Bahkan tak segan-segan pria bengis itu akan menghukum dirinya berat hanya karena hal sepele yang membuatnya tidak senang."Bagus. Kau tunggulah di sini. Aku harus menemui teman-temanku di se
"M-Mas…ini…i-ini aku—""Kenapa kau tak menghilangkannya?" Dindar memotong cepat. Membuat Ayana ternganga."Aku memang tak bisa menahan diri untuk tidak melakukan itu padamu, tapi bukan berarti kau bisa seenaknya membiarkan tanda merah itu terpajang di lehermu itu," ucap Dindar dengan sengit. Sedangkan Ayana hanya bisa menelan ludah tanpa berkata-kata.Jadi Dindar mengira kalau tanda merah yang ada di leher jenjang putih istrinya tersebut adalah hasil perbuatan dirinya. Tentu saja hal itu membuat Ayana lega.Kiranya Ayana pikir tadi adalah hari terakhir ia akan hidup, sebab Dindar akan menghabisinya setelah tahu ia memiliki hubungan gelap dengan Aham di belakang pria kejam berstatus suaminya tersebut."Hilangkan tanda merah itu dari sana, aku tak suka melihatnya." Setelah berucap dengan sengitnya, Dindar kembali melanjutkan langkahnya masuk ke kamar mandi.Ayana segera terduduk di sofa merasa lega. Tangannya mengusap keringat yang membanjiri wajahnya. Kali ini ia berhasil lolos dari D
"Kenapa terkejut gitu?""Kamu serius dengan apa yang kamu katakan tadi?" Ayana masih tak percaya."Iya, aku tak pernah main-main dengan ucapanku. Apalagi sama kamu.""Iya, tapi untuk apa kamu mau bawa aku ke rumahmu dan mempertemukan aku dengan orang tuamu?" Mata Ayana semakin melebar."Untuk memperkenalkan kamu ke ibuku.""Sebagai apa?"Aham tak segera menjawab, ditatapnya wajah cantik Ayana dengan lekat. "Kamu maunya sebagai apa?""Apa?""Kekasih!""Jangan gila, Aham!""Kenapa?" Aham sedikit tersenyum."Aku tak mau." Ayana kembali melangkah meninggalkan Aham."Ya sudah…." Aham ikut melangkah mengejar langkah Ayana. "Aku kenalkan kamu sebagai calon istri." Sontak A
Maaf, Aham. Aku tadi refleks saja." Ayana segera menjauhkan wajahnya dari Aham setelah menyadari keberaniannya yang menyentuh bibir Aham tanpa persetujuannya.Bahkan kali ini Ayana tak hanya menjauhkan wajahnya, namun juga tubuhnya dari Aham.Melihat itu, Aham hanya bisa tersenyum. "Tidak perlu merasa tak nyaman seperti itu. Bukankah aku kekasihmu," ucap Aham dengan senyuman yang masih terpatri di wajahnya."Kemarilah!" Aham mengulurkan tangannya lagi, kembali ingin menarik Ayana agar kembali dekat dengannya."Tidak, Aham." Ayana segera berdiri dan merasa gugup. Entahlah, bisa-bisanya tadi ia saking bapernya dengan kata-kata Aham sampai seberani itu."Kamu kenapa, sih, Ay?" Aham juga ikutan berdiri. Menatap Ayana dengan kening mengkerut. Bingung."Maaf, aku tak akan mengulanginya." Ayana memalingkan pandangannya ke sembarang arah. Tiba-tiba
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments