Home / Romansa / Gairah Teman Suamiku / Rasa Tidak Perduli

Share

Rasa Tidak Perduli

Author: Nona Lee
last update Huling Na-update: 2025-05-16 10:41:49

"Aku dengar suamimu sudah kembali kerumah. Apa itu benar?"

Suara bisikan terdengar begitu hangat dari arah belakang sana. Sebuah pelukan pun Mirae rasakan begitu erat, seolah menelan dirinya bulat-bulat. David, dia tahu wanita itu sedang masuk ke dalam kamar mandi, hingga dia pun mengikutinya. Ketika para karyawannya sibuk makan siang, keduanya malah sibuk bercengkrama di kamar mandi.

"Berikan aku satu ciuman.." Bisik lelaki itu. David bahkan tak segan menggerayami tubuh seksi itu dengan lengan kekarnya. Memberikan rangsangan yang begitu kenggairahkan bagi Mirae yang merasakannya.

Wanita itu berbalik, lalu melingkarkan lngannya di leher David. Kedua mata mereka saling menatap intens, hingga sebuah kecupan mendarat dibibir wanita itu. David menarik tubuh kekasihnya semakin dekat, lalu mencumbunya dengan mesra. Desahan-desahan kecil keluar dari mulut keduanya, membuat suasana semakin memanas. Wajah wanita itu mulai memerah, menahan nafsu yang kian menggebu.

"Kau mau melakukannya disini?" tanya wanita itu dengan mata gelisah.

David tersenyum kecil, "Selagi ada kesempatan, kenapa tidak? Suamimu sudah kembali ke rumah. Waktu kita akan semakin terkikis."

David merasa gila, karena Rey sudah kembali ke rumah wanita itu. Mereka pasti akan sulit untuk bertemu, bahkan di tempat kerja sekalipun. Sudah dua minggu mereka berhubungan seperti ini, dan lelaki itu semakin dibuat nyaman oleh sikap Mirae. Entah bagaimana caranya, mereka membagi waktu disaat Rey kembali ke rumah.

"Sepetinya kita harus sedikit membuat jarak. Aku khawatir jika sampai Rey, atau istrimu mencurigai sesuatu."

Lengan mungil itu membelai wajah David, membuatnya merasa semakin gelisah. Apakah ini akhir dari hubungan mereka? David tak menginginkan hal itu sampai terjadi.

"Menyebalkan sekali. Kenapa aku harus membuat jarak denganmu?" tanya lelaki itu, dengan wajah kesalnya.

Mirae tersenyum kecil, "Sejak kapan Bosku yang dingin berubah seperti ini? Sejak kapan kau pandai merengek seperti itu David?"

"Tentu saja sejak aku mengenalmu," sahut lelaki itu.

"Ah sudahlah, aku harus kembali bekerja. Sampai jumpa nanti David."

Wanita itu pergi meninggalkan David. Melepaskan pelukan yang hangat dan bergairah. Dia tak ingin sampai orang-orang mencurigai keduanya, apalagi dengan sikap sang bos yang tidak biasa. Malam ini dia juga harus bersiap, menghadapi suami yang begitu menyebalkan. Karena setelah kembali dari rumah orang tuanya, sikap Rey semakin menyebalkan saja. Dia merasa Mirae tidak perduli lagi dengannya, karena tak mengunjunginya.

"Dari mana dia mendapatkan uang untuk membeli kosmetik ini?"

Rey terdiam, melihat begitu banyak produk kecantikan di atas meja rias istrinya. Belum lagi dengan pakaian baru yang sempat dia lihat di lemari usang itu. Selama dua minggu ini, Rey tak pernah memberinya uang. Lelaki itu juga tahu, jika gaji sang istri takkan cukup untuk membeli semua itu.

"Kau sudah pulang?"

Suara Mirae mengejutkan lelaki itu, dia menatap ke sumber suara, lalu menatapnya tajam. Sang istri tlah pulang dari pekerjaannya, dengan kantong kresek yang dia bawa di tangan kanannya.

Rey berjalan mendekat, merebut kantont kresek yang wanita itu genggam dengan erat.

"Ayam?"

Beberapa potong ayam goreng CFC dengan paket nasi, belum minuman dingin yang sudah pasti cukup mahal harganya. Rey kembali berpikir, sejak kapan wanita itu bersikap royal? biasanya dia hanya membeli mie instan, atau telur yang akan mereka santap dengan nasi hangat.

"Kau pinjam uang dari siapa?" tanya lelaki itu dengan nada sinis.

"Bukan dari siapa-siapa. Kebetulan tadi David membagi-bagikan makanan di tempat kerja. Jdi aku bawa pulang saja," sahut wanita itu.

Lelaki itu mengangguk-anggukkan kepalanya, "Ah begitu. Sejak kapan kau perduli padaku? Biasanya kau makan sendiri disana."

Mirae hanya diam membeku, dengan segelintir tawa di dalam hati. Bisa-bisanya lelaki itu berkata demikian, setelah apa yang dia lakukan selama ini. Sejak kapan dia perduli? Selama ini, Mirae sudah memberikan semuanya untuk Rey. Dia bahkan rela untuk berhemat, ditengah uang yang tidak pernah cukup sama sekali. Meminjam uang kesana kemari, demi menutupi keuangan keluarganya.

"Makan saja, jangan banyak bicara lagi."

Wanita itu pergi meninggalkan suaminya, dan bersiap untuk mandi. Rasanya dia tidak berselera lagi untuk makan, karena celotehan Rey yang menyebalkan. Dia sangat pandai membolak-balikan fakta, dan menyudutkan dirinya sebagai orang paling bersalah di dunia.

"Jadi begitu cara dia menyambutku dirumah? Wanita kurang ajar. Awas saja kau Mirae.."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Teman Suamiku   Jangan Macam-Macam Denganku

    Malam itu begitu sunyi. Hanya suara detik jam dinding yang terdengar samar dari ruang tamu, berpadu dengan desau angin yang sesekali menyelinap lewat celah jendela. Rey sudah terlelap di kamar, napasnya berat dan teratur. Aroma alkohol masih samar tercium dari tubuhnya, membuat Mirae meringis pelan setiap kali angin malam membawa bau itu ke hidungnya. Dia menatap wajah suaminya lama dari tepi ranjang, wajah yang dulu membuatnya jatuh cinta, kini justru membuat dadanya sesak oleh rasa takut. Sudah cukup, batinnya berbisik. Malam ini semuanya harus berakhir. Pelan, Mirae turun dari ranjang. Langkahnya ringan, seolah takut udara pun mendengar. Dia sudah menyiapkan koper kecil sejak sore tadi, berisi beberapa pakaian, dokumen penting, dan sedikit uang yang dia simpan diam-diam. Dia mengenakan jaket tipis, mengambil ponsel, lalu menatap sekali lagi wajah suaminya yang tertidur pulas di bawah cahaya temaram lampu kamar. Ada sedikit rasa takut, tapi juga tekad yang tak bisa lagi ditahan

  • Gairah Teman Suamiku   Hati Yang Telah Mati

    Sore itu langit tampak sendu. Awan menggantung berat di atas perumahan kecil tempat Mirae tinggal, seolah ikut menanggung beban yang terasa di dadanya. Suara televisi di ruang tamu menyala pelan, tapi hanya jadi latar kosong di antara kesunyian rumah itu. Rey belum pulang, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir setelah pertengkaran mereka, dia sedikit terbiasa. Dia duduk di lantai kamar, memeluk lutut, menatap koper besar di bawah ranjang. Koper itu sudah lama tak dia sentuh, tapi entah kenapa sore ini tangannya gatal untuk menariknya keluar. Tangannya gemetar saat membuka resletingnya, mencium bau kain yang lama tersimpan."Sudah cukup aku bersabar," bisiknya lirih pada diri sendiri. "Aku tidak mau hidup seperti ini lagi." Dia mulai melipat beberapa pakaian. Satu per satu, tanpa rencana yang jelas. Tapi hatinya tahu, ini langkah pertama menuju kebebasan. Setiap lipatan kain seperti mewakili kenangan pahit yang ingin Mirae tinggalkan. Malam-malam penuh tangis, s

  • Gairah Teman Suamiku   Bawa Aku Pergi

    Pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya. Sinar matahari menembus tirai kamar, tapi bukannya memberi hangat, malah membuat dada Mirae terasa sesak. Dia duduk di tepi ranjang dengan mata sembab, masih mengenakan pakaian tidur yang kusut sejak semalam.Langkah kaki Rey terdengar dari arah dapur, berat dan tegas seperti dentuman yang memantul di dada. Lelaki itu muncul di ambang pintu, mengenakan kemeja kerja rapi, kontras dengan wajahnya yang masih menyimpan sisa amarah malam tadi."Kau tidak perlu pergi bekerja hari ini," katanya datar.Mirae mengangkat kepalanya perlahan. "Tapi Rey, aku-""Aku bilang, kau tidak perlu pergi."Nada suaranya tidak tinggi, tapi tajam. Seperti belati yang mengiris tenang tanpa suara.Mirae menelan ludahnya. "Aku harus bekerja, mereka butuh aku di sana."Rey mendekat. "Tidak ada yang butuh kau di luar sana. Kau akan tetap di rumah, paham?"Dia berhenti tepat di depan Mirae, menunduk sedikit hingga wajah mereka hanya berjarak sejengkal."Dan jangan coba-co

  • Gairah Teman Suamiku   Aku Ingin Bercerai

    Hening menggantung setelah pertengkaran panjang itu. Bau alkohol dan serpihan kaca masih memenuhi ruang tamu. Mirae berdiri di antara kekacauan, sementara Rey menatapnya dari seberang ruangan dengan napas terengah. Wajah keduanya tampak lelah, tapi api di mata mereka belum padam. "Aku sudah cukup, Rey," suara Mirae akhirnya pecah, pelan tapi pasti. Rey menatapnya tajam. "Apa maksudmu?" Mirae mengangkat dagunya, menatap langsung ke arah suaminya. "Aku ingin bercerai." Kata itu jatuh seperti bom di udara. Hening. Rey hanya mematung selama beberapa detik sebelum tawa kecil keluar dari bibirnya, tawa yang tidak lucu sama sekali. "Kau bilang apa barusan?" "Aku ingin bercerai," ulang Mirae tegas, meskipun suaranya bergetar. "Aku tidak sanggup lagi hidup begini. Aku ingin berhenti jadi istrimu, Rey." Wajah Rey berubah. Tawa yang tadi terdengar perlahan lenyap, berganti dingin. "Jadi kau pikir kau bisa pergi begitu saja? Setelah semua ini?" Mirae mengangguk pelan. "Aku sudah be

  • Gairah Teman Suamiku   Bara Yang Tak Padam

    Langkah Mirae cepat, hampir tergesa. Tumit sepatunya menghentak trotoar yang mulai dingin, sementara angin malam meniup rambutnya ke wajah. Nafasnya terengah, bukan karena lelah, melainkan karena amarah yang terus membara di dada. Dia tak peduli arah tujuannya. Yang penting jauh dari Rey. Namun suara langkah kaki di belakangnya terdengar semakin dekat, berat, dan tergesa."Mirae!" teriak Rey keras, suaranya menggema di sepanjang jalan. Wanita itu pura-pura tidak mendengar. Tapi tak sampai tiga detik kemudian, sebuah tangan kasar mencengkeram lengannya kuat. Tubuh Mirae tertarik ke belakang dengan kasar hingga hampir kehilangan keseimbangan."Lepaskan, Rey!" Mirae menepis, tapi genggaman itu tak bergeming."Aku bilang ikut aku!" suaranya rendah, serak, namun penuh tekanan."Aku tidak mau!" balas Mirae keras, menatap tajam suaminya. "Aku muak bicara denganmu di rumah. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan!" Namun Rey menariknya lebih dekat, begitu dekat hingga Mirae bisa mencium b

  • Gairah Teman Suamiku   Tuduhan Tak Terbukti

    Matahari sore sudah condong ke barat ketika sebuah mobil silver akhirnya berhenti di depan rumah mewah keluarga David. Pagar otomatis terbuka perlahan, dan mesin mobil itu meraung pelan sebelum mati.David turun dengan langkah santai, meski wajahnya sedikit letih. Namun di balik keletihan itu, ada sisa senyum yang sulit disembunyikan. Senyum yang masih terbawa dari hotel, dari tatapan Mirae, dari pagi penuh kenangan di pelukannya.Begitu dia membuka pintu rumah, suasana berbeda langsung menyambutnya. Ruangan itu sunyi, tapi hawa panas menekan. Mina sudah berdiri di ruang tamu, kedua tangannya bersedekap di dada, wajahnya memerah menahan emosi.Begitu tatapan mereka bertemu, Mina langsung meledak."Kau baru pulang sekarang? Sudah jam berapa ini, hah?!" suaranya lantang, penuh amarah yang ditahan sejak semalam.David menutup pintu perlahan, tidak terkejut sama sekali. Dia sudah menduga ledakan ini akan datang. "Aku sibuk," jawabnya singkat, meletakkan kunci mobil di meja."Sibuk?!" Mina

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status