Chapter: Rahasia Yang TerbongkarMalam itu, kediaman utama keluarga Wijaya tampak begitu ramai dan hangat.Lampu gantung kristal di atas ruang makan berpendar lembut, memantulkan cahaya ke seluruh ruangan dengan kilau keemasan yang elegan. Di tengah meja panjang itu, aneka hidangan tersaji rapi. Dari sup ayam ginseng buatan koki keluarga, hingga daging panggang khas rumah yang menjadi favorit Raka sejak kecil.Namun di balik kehangatan suasana itu, ada sesuatu yang dingin mengendap. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan, tapi terasa jelas di udara.Mona duduk di sebelah Raka, dengan perutnya yang kini mulai terlihat membulat. Raka tampak sibuk menyiapkan piring dan memastikan istrinya makan dengan nyaman. Sikap lembutnya malam itu bahkan sempat membuat Kania mengulas senyum tipis. Meski samar, masih terasa ada sesuatu di balik tatapan matanya.Sementara itu, di seberang meja, Andri duduk diam.Lelaki muda itu menunduk sedikit, menatap piringnya, namun sesekali matanya terarah diam-diam ke arah Mona. Hanya sekelebat pand
Last Updated: 2025-10-13
Chapter: Ketakutan MonaWaktu berlalu cepat seperti bayangan senja. Kini usia kandungan Mona telah memasuki bulan keenam. Perutnya mulai membulat indah, menjadi tanda kehidupan baru yang perlahan tumbuh di dalam dirinya. Kehidupan yang masih membuatnya gelisah setiap kali mengingat siapa di antara dua lelaki itu yang telah menanam benihnya. Setiap hari, kehidupannya terbagi dua. Pagi dan malam dia bersama Raka, yang kini berubah menjadi suami yang hangat dan penuh perhatian. Raka tak lagi sibuk seperti dulu, sering membatalkan rapat hanya demi memastikan Mona makan tepat waktu atau tidak terlalu lelah. Sentuhan lembut, senyum hangat, dan cara Raka menatapnya kini mengembalikan sedikit kenangan lama tentang cinta mereka di awal pernikahan. Namun di sisi lain, ada Andri, yang diam-diam masih sering datang dengan alasan ingin tahu kabar keponakannya. Lelaki itu tetap sama, lembut, penuh perhatian, namun perlahan mulai menunjukkan sisi yang lebih obsesi. Diq terlalu takut kehilangan, terlalu takut Mona aka
Last Updated: 2025-10-12
Chapter: Sentuhan Penuh Kehati-hatianLangit sore tampak kelabu, seolah ikut menyimpan rahasia yang berat. Andri berdiri di depan rumah kakaknya, menatap pintu yang sudah begitu akrab baginya. Kata-kata ibunya pagi tadi masih bergema di kepala, tapi hasrat untuk bertemu Mona jauh lebih kuat daripada rasa takutnya. Dia tak peduli lagi pada ancaman atau amarah. Dia hanya tahu, dirinya rindu. Dengan napas tertahan, Andri menekan bel. Tak lama, pintu terbuka. Di sana berdiri Mona, dengan wajah lelah namun tetap lembut seperti biasa. Sekilas terkejut melihat siapa yang datang, namun tatapan itu cepat berubah menjadi hangat. "Andri…?" suaranya pelan, setengah ragu. "Ada apa? Bukankah seharusnya kau di kantor?" Andri tak menjawab. Dia hanya menatap wanita itu dalam diam, menelan rindu yang selama ini ditahan. Lalu perlahan, dia melangkah masuk. "Aku hanya ingin melihatmu," jawabnya. Mona menghela napas. "Mm begitu? Harunya kau mengabariku dulu. Kita harus lebih berhati-hati, Raka mencurigai kita." "Aku tidak peduli,"
Last Updated: 2025-10-11
Chapter: Peringatan Sang IbuLangit malam masih gelap, hanya cahaya lampu taman yang menerangi halaman depan rumah keluarga Wijaya. Andri memarkir mobilnya dengan hati tak tenang. Dadanya masih berdebar sejak meninggalkan Mona. Bayangan wanita itu, dengan mata sendu dan bibir gemetar setelah ciuman mereka masih begitu jelas di kepalanya. Namun begitu dia melangkah masuk ke rumah, langkahnya langsung terhenti. Di ruang tamu, Kania sudah duduk menunggunya. Wajah ibunya tampak tegas, namun sorot matanya menusuk."Andri," panggil Kania pelan tapi tegas. "Kau baru pulang?" Andri menelan ludah. "Iya, Bu. Ada urusan sedikit di luar." Dia berusaha menampilkan senyum sopan, tapi suaranya goyah. Kania hanya menatapnya, lama. Ada jeda panjang sebelum wanita itu berbicara lagi. "Urusan apa yang membuatmu keluar malam-malam begini? Dan entah sudah berapa kali aku lihat kau diam-diam pergi setelah pulang kantor. Kau pikir Ibu tidak memperhatikanmu?" Nada lembut itu berubah dingin. Andri menunduk, berusaha tetap tenang. "
Last Updated: 2025-10-10
Chapter: Perasaan Cemburu AndriSuasana ruang kerja Andri sore itu terasa begitu sepi. Hanya bunyi detik jam dinding dan suara lembut pendingin ruangan yang mengisi ruangan luas bergaya minimalis itu. Dia baru saja selesai menerima laporan proyek ketika ponselnya bergetar di atas meja. Sebuah pesan masuk. Nama itu, Mona.Andri langsung mengambil ponselnya. Jemarinya sempat berhenti di udara, seolah takut membaca sesuatu yang akan membuat dadanya berdebar lebih cepat. Namun ketika layar terbuka, hanya ada kalimat singkat. Pesan itu diikuti oleh foto hasil pemeriksaan USG samar, hitam putih, namun cukup jelas menunjukkan bentuk kecil yang sedang tumbuh di dalam rahim wanita itu. Andri terdiam lama. Ada perasaan aneh yang menyeruak di dadanya, campuran antara bahagia, haru, sekaligus getir. Bibirnya perlahan membentuk senyum kecil, tapi matanya terasa panas."Jadi… kau benar-benar mengandung," bisiknya lirih.Dia menyandarkan tubuhnya di kursi, menatap layar itu lama. Senyumnya melemah seiring pikiran yang berput
Last Updated: 2025-10-10
Chapter: MengalahPagi itu, udara masih lembap sisa embun. Raka sudah berangkat ke kantor setelah sarapan cepat bersama Mona. Lelaki itu bahkan sempat mencium kening istrinya sebelum pergi, membuat wanita itu menatap punggungnya dengan rasa bersalah yang menyesakkan. Begitu mobil Raka menghilang di tikungan, Mona menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dia hanya ingin menikmati pagi yang tenang, namun ketenangan itu buyar seketika ketika suara deru mesin mobil lain berhenti di depan rumah. Jantungnya berdetak cepat. Dia tahu suara itu. Beberapa detik kemudian, bel berbunyi. Mona menatap pintu dengan tangan bergetar, dan ketika dia membukanya, sosok Andri berdiri di sana. Wajahnya tegang, napasnya tampak sedikit berat."Andri?" suaranya lirih, hampir tak terdengar. Lelaki itu menatapnya dalam, mata hitamnya penuh sesuatu yang menekan rindu, marah, juga rasa memiliki yang sulit dijelaskan. "Aku tidak tahan, Mona," katanya pelan. "Aku harus melihatmu." Mona hanya bisa menatap diam. Sebelum s
Last Updated: 2025-10-09
Chapter: Rencana Pengalihan GosipPagi itu, udara terasa dingin. Langit sedikit berawan, aroma embun masih tercium di halaman kediaman Davidson. Marlina baru saja keluar dari rumah sembari membawa tas kecil dan secangkir kopi di tangan, berniat mengantar Kevin yang hendak berangkat ke kantor. Dia terlihat sederhana tapi memesona, rambutnya tergerai lembut, mengenakan gaun hitam polos dengan jaket tipis. Kevin berdiri di samping mobil hitamnya, memeriksa ponsel sekilas, ekspresinya seperti biasa. Dingin, fokus, dan tanpa senyum. Namun di balik ketenangan itu, pikirannya masih dipenuhi oleh malam sebelumnya. Suara lembut Marlina, kalimat sederhana yang mengatakan "aku hanya ingin membantu". Kalimat itu terus bergaung di kepalanya, membuat hatinya berdenyut aneh setiap kali menatap wanita itu. "Pergilah, nanti kau terlambat," ucap Marlina pelan, tersenyum kecil. Kevin tidak menjawab. Dia hanya memandangi istrinya sejenak sebelum membuka pintu mobil. Namun sebelum sempat masuk, suara riuh tiba-tiba terdengar d
Last Updated: 2025-10-16
Chapter: Langkah Sunyi Seorang IstriPagi itu rumah keluarga Davidson terasa dingin dan sepi. Berita tentang gosip perselingkuhan masih mendominasi halaman depan setiap portal berita. Nama Marlina, Kevin, dan dua pria yang dikaitkan dengannya. Gino dan Jeno. Menjadi bahan perbincangan publik. Marlina duduk di ruang tamu, menatap layar ponselnya yang terus menampilkan komentar-komentar pedas dan foto-foto editan yang memalukan. Namun tidak ada satu pun air mata yang jatuh. Dia sudah menangis semalaman, sampai tak ada lagi yang tersisa. Yang ada kini hanyalah keinginan kuat untuk memperbaiki semuanya."Aku tidak akan biarkan nama Kevin jatuh karena aku..." gumamnya pelan sembari menggenggam ponselnya erat.Pelan-pelan dia menekan nama Jeno di daftar kontak. Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum akhirnya suara lelaki muda itu muncul di seberang sana."Halo... Marlina?"Suara itu terdengar hati-hati, seolah Jeno pun sudah tahu seberapa besar keributan yang tengah melanda keluarga mereka. Marlina menarik napas pan
Last Updated: 2025-10-16
Chapter: Gosip Yang MenyebarPagi itu, udara di kota begitu dingin. Namun dinginnya tak seberapa dibanding hawa yang tiba-tiba menyelimuti rumah besar keluarga Davidson. Semuanya berawal dari satu notifikasi berita di ponsel Marlina."Menantu keluarga Davidson diduga berselingkuh dengan dua pria muda. Skandal memalukan mengguncang keluarga konglomerat tersebut." Judul itu begitu mencolok, diiringi sederet foto-foto buram. Hasil tangkapan kamera saat Marlina terlihat berbicara dengan Gino di butik, dan satu lagi ketika dia sempat berdiri cukup dekat dengan Jeno di lobi kantor Kevin. Kedua foto itu disusun dengan narasi licik, seolah Marlina bermain hati di belakang suaminya sendiri. Marlina membeku. Nafasnya tercekat, bibirnya bergetar. Dia menggulir layar dengan tangan gemetar, membaca setiap kalimat keji yang tertulis rapi."Menurut sumber dalam, hubungan dingin antara Kevin Andreas dan istrinya menjadi alasan sang menantu mencari pelampiasan dari dua pria sekaligus. Sahabat sang suami dan adik iparnya send
Last Updated: 2025-10-15
Chapter: Pelukan Tak DirencanakanRumah Andreas sudah sunyi. Lampu-lampu gantung di ruang tamu menyala lembut, memantulkan bayangan samar di marmer lantai. Marlina duduk sendirian di kamar, memeluk lututnya. Matanya menerawang, pikirannya masih tertinggal pada ketegangan yang terjadi beberapa jam lalu antara Kevin dan Gino. Tamu itu sudah pergi, tapi aroma teh dan tekanan emosinya masih menggantung di udara. Sejak tadi Marlina mendengar langkah Kevin mondar-mandir di ruang kerja. Tak ada suara marah, tapi keheningan itu jauh lebih menakutkan. "Dia pasti marah," gumamnya lirih. "Aku benar-benar bodoh…" Dia menunduk, menatap jemarinya sendiri. Dalam hati, Marlina tidak menyesal bertemu Gino, tapi dia menyesal karena pertemuan itu membuat Kevin salah paham lagi. Dia tahu lelaki itu keras kepala, namun di balik ketegasan dan dinginnya, Marlina mulai mengenal sisi lain yang lebih rumit, yang bahkan Kevin sendiri belum berani hadapi. Udara malam semakin dingin. Marlina berdiri, berniat menyusul Kevin ke ruang kerja
Last Updated: 2025-10-15
Chapter: Pertemuan Tak SengajaPagi itu Marlina bangun dengan semangat yang berbeda. Tatapan di cermin terasa lebih hidup, tidak lagi seteduh dulu. Ada cahaya baru di matanya, semacam tekad untuk benar-benar menjadi perempuan yang layak disayangi. Dia tahu Kevin sedang di kantor, seperti biasa, tenggelam dalam tumpukan dokumen dan pertemuan penting. Tapi hari ini, Marlina ingin melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. Sesuatu yang selama ini tidak pernah dia lakukan. Dengan mobil sopir pribadi, dia pergi ke salah satu butik besar di pusat kota. Ruangannya dipenuhi aroma lembut parfum mewah, cahaya lampu yang hangat, dan deretan gaun cantik yang berkilau di gantungan. Marlina menyentuh satu per satu kain dengan ujung jarinya lembut, seolah menelusuri sisi dirinya yang lama terkubur oleh luka dan ketakutan. "Aku ingin sesuatu yang… berbeda," katanya pada pramuniaga, suaranya lembut namun mantap. "Tidak terlalu mencolok, tapi membuatku terlihat hidup." Beberapa menit kemudian, dia sudah berdiri di depan
Last Updated: 2025-10-14
Chapter: Sentuhan Yang Tidak DiakuiMalam itu telah berlalu dalam diam yang aneh, hangat sekaligus penuh gairah. Udara kamar terasa lembut, hanya diselimuti aroma samar parfum Marlina yang masih tertinggal di udara. Tirai bergoyang perlahan, menyisakan cahaya bulan yang menembus lembut ke atas ranjang mereka. Marlina berbaring disamping Kevin. Matanya terpejam, tapi dadanya naik turun tak beraturan. Dia tidak sungguh-sungguh tidur, hanya pura-pura. Masih bisa dia rasakan denyut hangat di kulitnya, sisa dari malam yang penuh emosi dan kejujuran yang tak diucapkan. Di belakangnya, Kevin belum terlelap. Lelaki itu menatap punggung istrinya lama, pandangan yang tak bisa ia artikan sendiri. Ada sesuatu yang berbeda. Ada kehangatan yang aneh, sesuatu yang seharusnya tidak ia rasakan untuk wanita yang dulu hanya dia anggap sebagai istri kontrak. Tangannya perlahan bergerak, ragu di awal, namun akhirnya menyentuh lembut pipi Marlina. Belum pernah dia membelai seperti itu. Bukan dengan amarah, bukan dengan ego, melainkan d
Last Updated: 2025-10-13
Chapter: Jangan Macam-Macam DengankuMalam itu begitu sunyi. Hanya suara detik jam dinding yang terdengar samar dari ruang tamu, berpadu dengan desau angin yang sesekali menyelinap lewat celah jendela. Rey sudah terlelap di kamar, napasnya berat dan teratur. Aroma alkohol masih samar tercium dari tubuhnya, membuat Mirae meringis pelan setiap kali angin malam membawa bau itu ke hidungnya. Dia menatap wajah suaminya lama dari tepi ranjang, wajah yang dulu membuatnya jatuh cinta, kini justru membuat dadanya sesak oleh rasa takut. Sudah cukup, batinnya berbisik. Malam ini semuanya harus berakhir. Pelan, Mirae turun dari ranjang. Langkahnya ringan, seolah takut udara pun mendengar. Dia sudah menyiapkan koper kecil sejak sore tadi, berisi beberapa pakaian, dokumen penting, dan sedikit uang yang dia simpan diam-diam. Dia mengenakan jaket tipis, mengambil ponsel, lalu menatap sekali lagi wajah suaminya yang tertidur pulas di bawah cahaya temaram lampu kamar. Ada sedikit rasa takut, tapi juga tekad yang tak bisa lagi ditahan
Last Updated: 2025-10-16
Chapter: Hati Yang Telah MatiSore itu langit tampak sendu. Awan menggantung berat di atas perumahan kecil tempat Mirae tinggal, seolah ikut menanggung beban yang terasa di dadanya. Suara televisi di ruang tamu menyala pelan, tapi hanya jadi latar kosong di antara kesunyian rumah itu. Rey belum pulang, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir setelah pertengkaran mereka, dia sedikit terbiasa. Dia duduk di lantai kamar, memeluk lutut, menatap koper besar di bawah ranjang. Koper itu sudah lama tak dia sentuh, tapi entah kenapa sore ini tangannya gatal untuk menariknya keluar. Tangannya gemetar saat membuka resletingnya, mencium bau kain yang lama tersimpan."Sudah cukup aku bersabar," bisiknya lirih pada diri sendiri. "Aku tidak mau hidup seperti ini lagi." Dia mulai melipat beberapa pakaian. Satu per satu, tanpa rencana yang jelas. Tapi hatinya tahu, ini langkah pertama menuju kebebasan. Setiap lipatan kain seperti mewakili kenangan pahit yang ingin Mirae tinggalkan. Malam-malam penuh tangis, s
Last Updated: 2025-10-11
Chapter: Bawa Aku PergiPagi itu terasa lebih dingin dari biasanya. Sinar matahari menembus tirai kamar, tapi bukannya memberi hangat, malah membuat dada Mirae terasa sesak. Dia duduk di tepi ranjang dengan mata sembab, masih mengenakan pakaian tidur yang kusut sejak semalam.Langkah kaki Rey terdengar dari arah dapur, berat dan tegas seperti dentuman yang memantul di dada. Lelaki itu muncul di ambang pintu, mengenakan kemeja kerja rapi, kontras dengan wajahnya yang masih menyimpan sisa amarah malam tadi."Kau tidak perlu pergi bekerja hari ini," katanya datar.Mirae mengangkat kepalanya perlahan. "Tapi Rey, aku-""Aku bilang, kau tidak perlu pergi."Nada suaranya tidak tinggi, tapi tajam. Seperti belati yang mengiris tenang tanpa suara.Mirae menelan ludahnya. "Aku harus bekerja, mereka butuh aku di sana."Rey mendekat. "Tidak ada yang butuh kau di luar sana. Kau akan tetap di rumah, paham?"Dia berhenti tepat di depan Mirae, menunduk sedikit hingga wajah mereka hanya berjarak sejengkal."Dan jangan coba-co
Last Updated: 2025-10-10
Chapter: Aku Ingin BerceraiHening menggantung setelah pertengkaran panjang itu. Bau alkohol dan serpihan kaca masih memenuhi ruang tamu. Mirae berdiri di antara kekacauan, sementara Rey menatapnya dari seberang ruangan dengan napas terengah. Wajah keduanya tampak lelah, tapi api di mata mereka belum padam. "Aku sudah cukup, Rey," suara Mirae akhirnya pecah, pelan tapi pasti. Rey menatapnya tajam. "Apa maksudmu?" Mirae mengangkat dagunya, menatap langsung ke arah suaminya. "Aku ingin bercerai." Kata itu jatuh seperti bom di udara. Hening. Rey hanya mematung selama beberapa detik sebelum tawa kecil keluar dari bibirnya, tawa yang tidak lucu sama sekali. "Kau bilang apa barusan?" "Aku ingin bercerai," ulang Mirae tegas, meskipun suaranya bergetar. "Aku tidak sanggup lagi hidup begini. Aku ingin berhenti jadi istrimu, Rey." Wajah Rey berubah. Tawa yang tadi terdengar perlahan lenyap, berganti dingin. "Jadi kau pikir kau bisa pergi begitu saja? Setelah semua ini?" Mirae mengangguk pelan. "Aku sudah be
Last Updated: 2025-10-09
Chapter: Bara Yang Tak PadamLangkah Mirae cepat, hampir tergesa. Tumit sepatunya menghentak trotoar yang mulai dingin, sementara angin malam meniup rambutnya ke wajah. Nafasnya terengah, bukan karena lelah, melainkan karena amarah yang terus membara di dada. Dia tak peduli arah tujuannya. Yang penting jauh dari Rey. Namun suara langkah kaki di belakangnya terdengar semakin dekat, berat, dan tergesa."Mirae!" teriak Rey keras, suaranya menggema di sepanjang jalan. Wanita itu pura-pura tidak mendengar. Tapi tak sampai tiga detik kemudian, sebuah tangan kasar mencengkeram lengannya kuat. Tubuh Mirae tertarik ke belakang dengan kasar hingga hampir kehilangan keseimbangan."Lepaskan, Rey!" Mirae menepis, tapi genggaman itu tak bergeming."Aku bilang ikut aku!" suaranya rendah, serak, namun penuh tekanan."Aku tidak mau!" balas Mirae keras, menatap tajam suaminya. "Aku muak bicara denganmu di rumah. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan!" Namun Rey menariknya lebih dekat, begitu dekat hingga Mirae bisa mencium b
Last Updated: 2025-10-06
Chapter: Tuduhan Tak TerbuktiMatahari sore sudah condong ke barat ketika sebuah mobil silver akhirnya berhenti di depan rumah mewah keluarga David. Pagar otomatis terbuka perlahan, dan mesin mobil itu meraung pelan sebelum mati.David turun dengan langkah santai, meski wajahnya sedikit letih. Namun di balik keletihan itu, ada sisa senyum yang sulit disembunyikan. Senyum yang masih terbawa dari hotel, dari tatapan Mirae, dari pagi penuh kenangan di pelukannya.Begitu dia membuka pintu rumah, suasana berbeda langsung menyambutnya. Ruangan itu sunyi, tapi hawa panas menekan. Mina sudah berdiri di ruang tamu, kedua tangannya bersedekap di dada, wajahnya memerah menahan emosi.Begitu tatapan mereka bertemu, Mina langsung meledak."Kau baru pulang sekarang? Sudah jam berapa ini, hah?!" suaranya lantang, penuh amarah yang ditahan sejak semalam.David menutup pintu perlahan, tidak terkejut sama sekali. Dia sudah menduga ledakan ini akan datang. "Aku sibuk," jawabnya singkat, meletakkan kunci mobil di meja."Sibuk?!" Mina
Last Updated: 2025-10-05