"Maaf Rayhan aku tak bisa menjawab pertanyaanmu, aku harus segera pergi dari sini. Levin, kau mau di sini dulu dengan Papamu?"
"Tidak. Aku ingin ikut Daddy, pulang," ucap Levin sembari menggandeng tangan Arya. Arya membayar semua belanjaannya di kasir. Dan segera kembali ke rumah sakit. Ia menyuruh Levin agar membawa beberapa kantong plastik berisi makanan. Levin masuk seorang diri ke kamar menemui Sandra. Sementara Arya ingin menenangkan dirinya di halaman rumah sakit. Arya duduk di kursi semen yang ada di taman rumah sakit. "Apa kau senang bisa berkencan dengan istriku?" tanya Rayhan yang tiba tiba muncul dari arah belakang, tempat Arya duduk. "Apa maksudmu?" tanya Arya. "Apa kau menikmati peranmu sebagai pengganti diriku? Aku telah kembali. Kau tak perlu menggantikan aku lagi," ucap Rayhan. "Dia bukan istrimu lagi. Seminggu setelah ini, kalian akan bertemu di pengadilan. Sand"Apa? Tolong ulangi sekali lagi ucapanmu." Sulastri menatap wajah Sandra dengan seksama."Aku sudah tak lagi tinggal bersama dengan Rayhan. Kami sudah berpisah."Sulastri kaget, lututnya lemas. Ia terduduk di atas sofa. Kepalanya terasa agak berat. Pikirannya menjadi tidak tenang."Rayhan akan segera menikah dengan orang lain." Sandra menjelaskan."Setelah beberapa hari Ibu ada di sini, kenapa Ibu tidak mengetahui apa apa. Dan kenapa Rayhan akan menikah dengan orang lain? Apa kurangnya dirimu sehingga dia mencari penggantimu?" Suara Sulastri bergetar hebat. "Aku tak bisa mendampingi dia lagi. Jalan hidup yang kita pilih sudah berbeda, Bu.""Jadi alasan kalian bercerai hanya karena kalian merasa tidak cocok lagi?" Sulastri merasa alasan perceraian anak dan menantunya, tidak masuk akal."Iya... kami memang sudah tak ada kecocokan. Mau dipaksa seperti apapun, akan sulit rasanya untuk mempertahankan biduk rumah tangga kami.""Sejak kapan ini terjadi? Kenapa kamu tak pernah menceritakan i
"Kenapa Dani membela Novi sampai seperti itu? Padahal hari hari kemarin, Dani paling tidak suka dengan Novi." Ayunda memiliki segudang pertanyaan dalam hatinya.Dani melotot ke arah Ayunda. Ia juga melotot ke arah Sulastri dan Wulan secara bergantian.Semua orang tak ingin berdebat. Mereka menundukkan wajah. Dani berlalu begitu saja ke dalam kamar. Suasana menjadi hening. Ayunda terduduk lemas, ia masih mengingat ucapan Dani yang mengancam akan menceraikan dirinya."Ada apa dengan Papa? Kenapa Papa tiba tiba datang, marah marah sambil membela Novi?" Wulan mengerutkan kening.Aryo ataupun Sulastri tidak berkomentar. Mereka semua terdiam. Sulastri memutuskan untuk pamit pulang. Diikuti oleh Aryo dan Wulan."Kami juga pamit pulang, Ma.""Mama yang sabar ya." Aryo menyemangati."Benar kata Aryo. Lebih baik Mama sabar dan kurang kurangi menentang semua ucapan Papa," sahut Wulan.Ayunda diam mematung, sama sekali tidak merespon ucapan anak dan menantunya. "Apa yang aku lewatkan? Apa yang
Aliran darah berdesir, tubuh keduanya memanas. Belum apa apa, sedikit keringat terlihat menetes di pelipis Dani. Sudah sejak lama, Dani tidak melakukan aktivitas panas di ranjang bersama istrinya. Entah kenapa, Ayunda kerap menolak ketika Dani memintanya melayaninya. Padahal Dokter Ahli Kardiologi menyarankan, agar melakukan 'olahraga' itu, minimal seminggu sekali untuk meningkatkan kesehatan jantungnya."Novi," ucap Dani dengan suara parau.Novi menautkan bibirnya. Dengan sangat hati hati, ia memandu Dani menuju ke atas pembaringan.Keduanya saling beradu di atas pembaringan. Dani kelihatan seperti orang yang haus dan kelaparan. Ia melahap setiap lekuk di depannya. Novi dengan kepiawaiannya bercint4, memberikan pengalaman luar biasa yang membuat lelaki seperti Dani, mabuk kepayang.Tak memerlukan waktu lama bagi benda tumpul kebanggaan Dani untuk mengeluarkan laharnya, setelah beberapa menit masuk ke dalam goa dan merasakan sensasi berdenyut.Keduanya terkulai di atas kasur. Merek
Mobil warna hitam yang sering terlihat oleh Sandra menuju ke arah gudang tembakau. Sandra memastikan lagi, apakah mobil tersebut benar benar mobil yang ia kenal. Wanita muda itu mengamati nomor plat mobil dengan mata menyipit."Mobil keluarga Wijaya." Suara Sandra bergetar ketika menyebut nama belakang suaminya."Ayunda, pasti Ayunda yang bersekongkol dengan mereka berdua." Arya menuduh.Sepatu hitam dengan ujung lancip terlihat menyembul keluar, sesaat setelah pintu mobil dibuka.Keduanya melotot dengan bibir sedikit terbuka, kaget melihat seseorang yang berdiri di depan mereka."Om Dani?" ucap Arya."Pa - pa?" Dani menghembuskan nafas panjang. Ia menatap wajah Sandra dan Arya secara bergantian."Sandra, aku harap kau tak meneruskan kasus ini. Cabut laporanmu dan biarkan Novi pergi," ucap Dani."Apa Pa?" Sandra terkejut mendengar ucapan Dani."Papa tahu hubunganmu dengan Arya. Demi menjaga nama baik keluarga, sudahi semua ini, Sandra.""Menyudahi semuanya ini? Setelah apa yang aku
Tapi Jefri tak mudah dikalahkan begitu saja. Meski kakinya tertembak, ia masih berusaha melawan. Ia memegang obengnya dan mengarahkan obeng tersebut ke arah petugas. Dari arah lain, petugas yang baru saja datang ke TKP langsung meluncurkan tembakan ke arah punggung kiri Jefri. "DuuaaRr.. !" Kali ini, Jefri terkapar, bajunya basah karena cairan kental warna merah terus keluar dari punggungnya. "Maafkan aku, kau melawan petugas kepolisian dan berusaha menyakiti kami. Jadi aku harus menembakmu. Panggilkan ambulans. Antar dia ke rumah sakit." Ambulans datang dan membawa Jefri menuju ke rumah sakit dengan pengawalan ketat dari polisi. Arya mengikuti mobil ambulans. Ia menyetir mobilnya tepat di belakang mobil ambulans. "Entah kenapa aku merasa, pembunuhan yang ia lakukan sudah banyak." "Kenapa berpikir begitu?" "Kau lihat sendiri kan, bagaimana caranya kabur dan melawan kita tadi. Hanya pembun*h profesional yang bisa seperti itu. Pegawai bengkel biasa tak mungkin seperti itu."
"Bicara apa, maksud Ibu?" Sandra pura pura tidak tahu.""Rayhan marah saat mengetahui kebenaran mengenai kecelakaan yang menimpamu, hal itu adalah hal yang wajar. Kenapa kau bilang kalau itu bukan urusannya?" "Ehm itu, aku." Sandra tak bisa beralasan."Kau juga bilang jika Rayhan sudah punya kehidupan sendiri. Ada apa sebenarnya dengan kalian berdua?" Suara Sulastri terdengar penuh emosi."Tidak ada apa apa Bu. Kami baik baik saja." Wajah Sandra menyimpan kesedihan mendalam. "Sulastri, Sandra baru saja sembuh. Kenapa kau memarahinya seperti itu!"Sulastri memejamkan matanya, mengatur nafas agar emosinya stabil. "Maafkan Ibu. Mungkin Ibu yang terlalu sensitif. Ibu berpikiran yang tidak tidak."Rayhan berjalan ke arah Sandra. Ia duduk di tepi ranjang. Keduanya bersikap biasa saja di depan Sulastri."Ibu seharusnya tidak datang ke sini." "Kau bicara apa barusan?" Suara Sandra terdengar tidak jelas.