Share

Gairah Terlarang Sang Presdir
Gairah Terlarang Sang Presdir
Penulis: Ririichan13

Tawaran Kotor

Penulis: Ririichan13
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-19 20:13:13

“Layani aku malam ini, dan aku akan memberi kamu uang itu secara cuma-cuma," ucap lelaki itu dengan tenang.

Meskipun diucapkan dengan tenang, nyatanya, kalimat itu membuat Nara terdiam seketika, seolah jantungnya berhenti berdetak. Bahkan, diatas pangkuannya, jemarinya nampak mengepal kuat menciptakan bekas putih di kulit tangannya.

Lalu, dengan tegas ia mengatakan, "Maaf, Pak. Tapi saya datang ke sini untuk meminjam uang bukan untuk menjual diri saya."

Marvel menyunggingkan bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang terasa seperti sebuah ejekan dari pada keramahan.

Perlahan, ia bangkit dari duduknya, merapikan jas mahalnya lalu menghampiri Nara yang terduduk kaku di sana.

"Apa kamu yakin dengan keputusanmu, Nara?" tanyanya pelan, lalu dengan santai mencoba mencolek pipi Nara. Namun sayangnya, langsung di tepis oleh wanita itu.

"Nara, coba kamu pikirkan baik-baik tawaran saya ini. Kamu butuh uang untuk pengobatan anakmu, dan saya butuh kamu untuk memuaskan hasrat saya. Bukannya itu adil?"

Nara kembali menggeleng. "Tapi bapak sudah menikah! Saya tidak mau di anggap sebagai pelakor, apalagi mengkhianati kepercayaan yang sudah diberikan Bu Aluna kepada saya! Bu Aluna sudah baik sama saya dengan mempercayakan posisi sektretaris bapak kepada saya. Saya tak mungkin tega, Pak!"

Tawa Marvel pun seketika pecah, ia menepuk pelan pipi Nara dan langsung tersenyum renyah.

"Kamu seperti tidak tahu Aluna saja, Nar. Dia selalu sibuk dengan karirnya, bagaimana aku bisa puas? Apalagi, aku juga butuh seorang pewaris. Kamu mau kan, melahirkan seorang pewaris untukku?" tanyanya balik.

Deg!

Nara langsung terkejut mendengar itu. Apa lelaki itu gila?

Dan sayangnya, ia tetap pada keputusannya. Ia tetap menggeleng dan tak akan pernah merendahkan dirinya untuk memuaskan nafsu sang bos.

"Maaf, Pak. Saya tidak bisa dan sepertinya saya memilih pergi, terimakasih atas tawarannya," ucapnya tegas seraya bangkit dari duduknya.

Tanpa penghormatan lagi, ia gegas berbalik lalu melangkah gontai menuju pintu keluar.

Harapannya mendapatkan pinjaman dari perusahaan pupus seketika. Matanya mulai memanas, namun ia berusaha untuk tetap kuat dan menahan gejolak emosi di dadanya.

"Nara, pikirkan kembali. Tak usah buru-buru menjawab sekarang. Aku akan beri kamu waktu dua hari untuk berpikir," ucap Marvel begitu Nara tiba di ambang pintu.

"Kamu tahu kan, jika anakmu butuh penanganan segera? Pikirkanlah baik-baik, dan aku tunggu jawabanmu."

Nara kembali mengepalkan tangannya seraya memegang daun pintu dengan erat. Ia mendesah pelan, berusaha menetralkan degup jantungnya lalu berbalik.

"Maaf, Pak. Sekali saya bilang tidak, ya tidak!" tegas Nara sebelum akhirnya ia kembali melangkah meninggalkan Marvel yang masih bersandar pada meja kerjanya.

Sementara Marvel, hanya terkekeh pelan.

"Kamu lihat saja nanti, Nara ..."

***

Sekeluarnya dari ruangan Marvel, Nara tak langsung menuju meja kerjanya.

Ia berbelok ke kamar mandi dahulu untuk menumpahkan segala sesak yang ada di dadanya.

Di sana, ia menutup mulutnya rapat-rapat agar isakannya tak terdengar. Air matanya luruh deras, tubuhnya bergetar menahan amarah sekaligus rasa putus asa.

Beberapa menit kemudian, ia membasuh wajahnya dengan air dingin, memaksa dirinya untuk kembali tegar dan juga kuat.

Langkahnya masih sedikit gontai, sekalipun tidak seperti tadi saat keluar dari ruangan Marvel.

Di meja kerjanya, Nara menatap kosong pada layar komputer yang masih menyala. Perlahan, pandangannya jatuh pada wallpaper komputernya, foto seorang anak kecil yang tersenyum polos dengan selang oksigen di hidungnya.

“Gabby, ...,"bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.

Matanya kembali memanas, tapi ia buru-buru menghapusnya, takut jika air matanya akan kembali jatuh.

Ia menghela napas panjang, mencoba menetralkan degup jantungnya yang berdetak lebih cepat.

Ia segera mengambil keyboard dan mulai kembali mengetik. Mengerjakan pekerjaan yang sempat terhenti tadi karena harus bertemu dengan Marvel.

Namun, sekuat apapun ia mencoba fokus, pikirannya terkadang masih melayang kepada Gabby yang tengah berjuang di rumah sakit sana.

"Astagfirullah, aku harus kuat. Demi Gabby, aku harus bisa," ucapnya berusaha meyakinkan dirinya dari dilema yang kini melanda.

Nara mencoba memfokuskan kembali pikirannya pada deretan angka di depannya. Hingga akhirnya, deringan ponselnya membuyarkan lamunannya.

Nada dering itu berbeda dari biasanya, membuat Nara bergegas mengangkatnya.

["Assalamu'alaikum, Mbak, sibuk nggak?"] tanya sang penelpon dari sebrang sana.

"Wa'alaikumsalam, lumayan, Ar, ada apa?" tanya Nara balik.

Ternyata, telpon itu berasal dari Arka --sang adik-- yang tengah menunggu Gabby di rumah sakit.

["Tadi Dr. Setya datang dan nanyain Mbak. Katanya ada sesuatu yang harus dibicarakan sesegera mungkin."] ucapnya dengan nada yang sedikit bergetar.

Dada Nara berdebar hebat, ada apa? Apa yang sebenernya terjadi dengan sang anak? Ingin rasanya ia berbicara seperti itu, namun sayangnya, lidahnya kelu. Suaranya terasa tercekat di tenggorokan.

["Mbak … bisa pulang sekarang? Ini beneran urgent."]

Dan setelahnya, sambungan telpon pun terputus.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Operasi Gabby 2

    Nara mendesah pelan, bukan waktunya memikirkan Marvel sekarang. Sebaiknya, ia kembali menuju ruang perawatan, Gabby dan Arka pasti sudah menunggunya di sana.Dan benar saja, begitu ia tiba disana, Gabby sudah berganti pakaian memakai baju operasi, sementara Arka menemaninya di ranjang itu sambil bermain mobilan.Begitu melihat sang ibu di sampingnya, Gabby menoleh pelan, dan sebuah pertanyaan pun muncul dari bibir polosnya."Ibu, apa nanti Ayah akan datang setelah aku operasi seperti yang ibu bilang?"Nara terdiam. Pertanyaan itu lebih tajam daripada sebuah pisau. Dengan susah payah, ia pun memaksa untuk tersenyum dan mengelus rambut putranya."Bismilah, semoga saja ya, Nak. Karena, ayah pernah bilang, kalau Gabby udah sembuh, pasti ayah akan segera pulang. Ayah sama ibu kan kerja buat kesembuhan Gabby," ucap Nara dengan sedikit gemetar.Gabby hanya mengangguk, berharap bahwa ucapan sang ibu benar adanya. Sementara Arka, menatap sang kakak dengan heran.Nara hanya tersenyum masam dan

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Operasi Gabby

    Udara malam Kota Jakarta terasa begitu dingin dan menusuk kulit. Tapi sayangnya, dinginnya udara malam, sama sekali tak mampu mendinginkan hati Nara yang panas.Apalagi, kilatan bayangan masa lalu itu perlahan muncul kembali di otaknya saat mencium aroma kamar dan tubuh Marvel.Nara kembali menghembuskan napas panjang begitu ia tiba di rumah sakit."Bismillah, aku harus terlihat biasa saja di depan Arka dan Gabby," ucapnya menguatkan dirinya.Dengan langkah pasti, ia pun kembali ke lantai tiga.Begitu masuk ruangan, nampak Gabby yang masih terlelap. Posisinya masih sama seperti saat ia tinggalkan tadi. Tak ada yang berubah, tenang dan damai.Sementara di sofa, Arka juga tertidur dengan posisi duduk memangku buku. Sepertinya, adiknya itu baru saja menyelesaikan PRnya dan langsung ketiduran sebelum sempat membereskannya.Arka sendiri saat ini sudah kelas 2 SMK, tinggal dua tahun lagi ia lulus, karena itu sebisa mungkin Nara tak ingin sang adik putus sekolah.Sebelum menuju ranjang Gabby

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Apa Yang Kamu Inginkan?

    Marvel menyunggingkan bibirnya lalu menggeleng dengan tegas."Tidak, tapi aku memang ingin melihatnya. Lakukan dan akan aku berikan uangnya nanti," ucapnya kembali.Mata Nara kembali membola. Ingin rasanya menolak dan kabur, tapi sayangnya, nyalinya tak sekuat itu.Dengan tangan gemetar, ia membuka kancing blusnya satu per satu. Meskipun malu, ia sudah terlanjur masuk, jadi tak mungkin untuk mundur. Sementara di sana, tatapan Marvel terus tertuju padanya, seolah tak ingin bergeser sedikit pun.Dan setelah beberapa saat, lingerie itu akhirnya terpasang sempurna di tubuhnya. Gegas, ia menutup area dada dan bawahnya dengan kedua tangannya. Ia benar-benar malu meskipun kain tipis itu menutupi kulitnya.Marvel kembali mendekat, kali ini tanpa jarak lagi. Bahkan, hembusan napas dan detak jantungnya pun bisa Nara dengar dengan jelas.Tak lama, jemarinya mulai menyusuri wajah, dagu dan juga juga bibir Nara. Darah Nara kembali berdesir hebat, apalagi saat mencium aroma mint dari tubuh lelaki

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Lingerie Biru

    Suasana di ruangan tetap hening, hanya bunyi detik jam yang beradu dengan detak jantung Gabby yang terdengar.Nada mendesah pelan sebelum akhirnya beranjak dari duduknya."Mbak mau keluar dulu, beli makan. Kamu mau makan apa, Ar?" tanya Nara berbasa-basi."Apa aja, Mbak," jawabnya pelan.Nada mengangguk, lalu segera keluar dari ruangan itu.Begitu keluar, ia tak langsung menuju kantin rumah sakit yang berada di bawah, melainkan duduk sebentar di kursi panjang ruang tunggu.Ia merogoh saku blazernya, mencari ponselnya dan mengeluarkannya dengan tangan yang gemeter.Ia menatap ponselnya cukup lama sebelum akhirnya ia menekan nomer Marvel dan menelponnya.Tutt ... Tutt ...Suara itu berakhir, menandakan panggilannya tak diangkat.Namun, ia tak menyerah, ini baru satu kali dan ia akan mencobanya lagi.Tuut… tuut…Tapi sayangnya, masih sama. Marvel tak kunjung mengangkatnya.Nara menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kasar."Mungkin, ini memang bukan jalannya," lirihnya pel

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Keputusan Sulit

    Nara memacu motornya dengan kecepatan sedang cenderung tinggi. Setelah mendapat telpon dari Arka, pikirannya langsung kalut dan membayangkan yang tidak-tidak.Ia pun akhirnya memutuskan untuk pulang, meskipun harus kembali berdebat kecil dengan Marvel karena lelaki itu tak mengijinkannya.Begitu selesai memarkirkan motornya, ia melangkah tergesa menuju lantai tiga, tempat dimana Gabby di rawat.Di depan ruang rawat, Nara bisa melihat jelas Arka sedang berdiri dengan gelisah. Tanpa pikir panjang, ia buru-buru menghampirinya meskipun dengan sedikit terengah."Ar, ada apa? Gabby nggak apa-apa kan?" tanyanya dengan napas yang memburu.Arka menoleh, mencoba tersenyum sebelum akhirnya menggeleng pelan."Tadi ... Gabby sempat kejang, Mbak, dan Mbak diminta segera menemui dokter Setya di ruangannya," ucapnya lirih sambil tertunduk.Nara terdiam sebentar, melongok ke arah kamar pasien, lalu melirik sekilas ke ujung lorong. Ia mendesah pelan, lalu mendorong pintu kamar pasien, memilih untuk ber

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Tawaran Kotor

    “Layani aku malam ini, dan aku akan memberi kamu uang itu secara cuma-cuma," ucap lelaki itu dengan tenang.Meskipun diucapkan dengan tenang, nyatanya, kalimat itu membuat Nara terdiam seketika, seolah jantungnya berhenti berdetak. Bahkan, diatas pangkuannya, jemarinya nampak mengepal kuat menciptakan bekas putih di kulit tangannya.Lalu, dengan tegas ia mengatakan, "Maaf, Pak. Tapi saya datang ke sini untuk meminjam uang bukan untuk menjual diri saya."Marvel menyunggingkan bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang terasa seperti sebuah ejekan dari pada keramahan.Perlahan, ia bangkit dari duduknya, merapikan jas mahalnya lalu menghampiri Nara yang terduduk kaku di sana."Apa kamu yakin dengan keputusanmu, Nara?" tanyanya pelan, lalu dengan santai mencoba mencolek pipi Nara. Namun sayangnya, langsung di tepis oleh wanita itu."Nara, coba kamu pikirkan baik-baik tawaran saya ini. Kamu butuh uang untuk pengobatan anakmu, dan saya butuh kamu untuk memuaskan hasrat saya. Bukannya itu adil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status