Ciko melihat tangannya yang ditahan oleh seseorang, dan orang tersebut ternyata adalah Jaka. Dengan cepat, Ciko langsung menghempaskan tangan Jaka yang bertengger di lengannya."Apa masalahmu? Kenapa ikut campur urusan orang lain," ucap Ciko, sambil menatap tajam ke arah Jaka."Maaf Ciko, saya tidak bermaksud untuk ikut campur, saya hanya tidak ingin Neng Ayuna merasa terganggu dengan yang kamu lakukan terhadapnya," ucap Jaka."Kau? Hei Jaka, jangan ikut campur urusan orang lain! Aku sama sekali tidak menggangu Ayuna, aku hanya ingin berbicara dengannya,"ucap Ciko. Lalu pandangannya beralih ke arah Ayuna yang saat itu masih terdiam, gadis itu tidak menyangka jika Jaka akan membelanya."Ayuna, aku ingin bicara, hanya sebentar Ay," ucap Ciko yang masih mencoba bicara dengan Ayuna. Lelaki itu tidak ingin sampai gadis pujaan hatinya itu marah dengannya. Ya walaupun Ayuna bilang sudah memaafkan, namun sikapnya yang sekarang ini, bagi Ciko masih belum menunjukan maaf yang sesungguhnya.Ayuna
Entah ada apa dengan Ayuna, tiba-tiba saja dirinya merasa kesal dengan pertanyaan Indah, padahal gadis itu hanya bertanya saja, namun bagi Ayuna, pertanyaan itu seolah mengejek dirinya. Sebagai putri dari seorang Juragan perkebunan kelapa sawit, kenapa harus bersusah payah untuk bekerja, nikmatilah hidup, mau apapun tinggal bilang, tinggal beli, untuk apa harus bersudah payah bekerja? Mungkin begitulah yang Ayuna tangkap dari maksud pertanyaan Indah tersebut."Ayuna, kenapa kamu menjawab ketus seperti itu? Indah hanya bertanya Nak," ucap Juragan Wildan."Maaf kan saya Indah, saya tidak bermaksud seperti itu," ucap Ayuna, namun dengan wajah datar."Tidak masalah Mba, mungkin tadi Mba Ayuna merasa salah faham dengan pertanyaan saya, tapi jujur, saya tidak bermaksud apapun," jelas Indah. Entah mengapa, gadis itu merasa jika Ayuna salah faham dengan pertanyaannya barusan.***Saat ini terlihat Ciko sedang berada di rumah orang tuanya Indah, terlihat Pak Wongso dan Ciko sedang berbicara di
Baru saja Jaka hendak memajukan wajahnya ke arah Indah, tiba-tiba terdengar suara pekikan lantang berseru ke arah mereka, mendengar itu, Indah langsung membuka matanya, sedangkan Jaka menarik wajahnya menjauh dari Indah."Apa yang kalian lakukan?" teriak seseorang, membuat sepasang kekasih tersebut langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah sumber suara.Seketika wajah Jaka terlihat menegang, saat melihat ke dua orang tua Indah datang menghampiri mereka dengan wajah emosi, lebih tepatnya wajah Pak Wongso, yang sangar, seperti hendak menelannya hidup-hidup. Sementara Bu Wongso sendiri terlihat cemas, mencemaskan Indah dan juga nasib kekasihnya itu, ia tidak tahu apa yang akan suaminya itu, akan melakukan apa terhadap Jaka."Apa yang ingin kau lakukan pada putriku, hah? Apa kau ingin melecehkannya?" ucap Pak Wongso, dengan nada yang cukup tinggi, membuat Bu Wongso melirik kiri dan kanan, takut kalau ada yang mendengar ucapan suaminya tersebut."Pak, sudah! Jangan teriak-teriak, malu
Di dalam ruangan Juragan Wildan yang berada di lantai dua, Ayuna yang saat itu sedang menatap keluar jendela, melihat Jaka yang baru saja sampai diparkiran.'Akhirnya dia datang juga,' batin gadis itu. Ya, Ayuna memang menunggu kedatangan Jaka. Ada rasa tidak rela dihatinya, saat melihat Jaka pergi bersama dengan kekasihnya Indah."Kamu melihat apa Nak?" Juragan Wildan yang saat itu baru menyelesaikan tugasnya, langsung berdiri, dan melangkah mendekati Ayuna,yang saat itu terus menatap ke arah luar jendela."Sepertinya di luar ada sesuatu yang menarik, hingga kamu tidak mengalihkan pandanganmu sama sekali," sambung Juragan Wildan. Lelaki paruh baya itu kini sudah berada di samping Ayuna, matanya ikut melihat ke arah pandang putrinya. Namun lagi-lagi pertanyaan itu hanya bagai angin lalu."Nak, apakah ayah harus melamarkan nya untukmu?" Pertanyaan Juragan Wildan langsung membuat Ayuna tersentak. Dan mengalihkan pandangannya ke arah sang ayah."Ayah bicara apa? Me-melamar siapa maksud A
Feri menatap wajah Uut dengan penuh tanda tanya, lelaki itu menatap lekat mata wanita itu, untuk mencari kebohongan dimatanya. Feri masih belum bisa mencerna maksud dari ucapan istri dari pamannya tersebut."Bi, maksud Bibi apa?" tanya Feri."Bukannya kamu sudah mendengarnya tadi? Tadi itu bibi bilang, kalau bibi suka sama kamu," Uut kembali mengulang ucapannya."Tapi kenapa bibi bisa menyukaiku? Bukankah bibi sudah punya paman Joko?" tanya Feri, ada kegelisahan didalam kalimat lelaki itu."Loh, kamu ini aneh sekali sih, masa kalau kita suka sama seseorang butuh alasan sih," ucap Uut sedikit heran.Feri masih diam, bingung bagai mana caranya harus menanggapi Uut."Ha ha ha ... Ya ampun Feri, lucu sekali wajahmu itu," Uut tertawa, sambil tangannya sesekali menutup mulutnya yang masih tertawa dengan lebar. Sedangkan Feri sendiri merasa heran, entah apa yang lucu, hingga membuat wanita yang ada di depannya itu tertawa begitu lebar."Bi Uut kenapa tertawa? Apanya yang lucu?" Feri tampak s
"Sayang, kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Feri setelah sampai di depan istrinya."Seharusnya kamu mikir sendiri, coba lihat ponsel kamu sini!" Lola yang sedikit geram langsung meminta handphone milik suaminya."Handphone?" beo Feri."Iya, handphone. Mana handphone nya?" tanya Lola, tangannya menengadah di depan wajah Feri. " Aku itu sejak tadi khawatir tahu sama kamu, aku hubungi juga tidak kamu angkat. Coba kamu lihat ponselmu itu, pasti banyak panggilan dari aku yang kamu abaikan," ucap Lola dengan wajah kesalnya."Tunggu sebentar," ucap Feri. Lelaki itu merogoh saku celananya untuk mencari keberadaan ponselnya, namun sepertinya tidak ada di sana. Lalu ia kembali mencari di dalam tas kecil miliknya yang masih melekat di tubuhnya."Kok tidak ada ya, apa terjatuh," gumam Feri, namun masih terdengar oleh sang istri."Maksud kamu, ponselnya hilang?" tanya Lola memastikan."Entahlah Sayang, tapi memang tidak ada padaku," jelas Feri lagi. Lelaki itu masih mencoba mencari di dalam
Ayuna menatap sahabatnya, gadis itu masih menunggu kelanjutan dari pembahasan yang membuatnya sempat terkejut sekaligus tidak percaya."Kamu mau tahu apa bukti yang aku dapatkan Ay?" tanya Lola sambil menatap wajah sahabatnya. Ayuna menganggukan kepalanya dengan cepat, karena merasa sangat penasaran dengan bukti yang Lola maksud tersebut. Terlihat Lola menghela nafasnya, setelah cukup lama diam, wanita itu kembali bersuara. "Sewaktu aku berkunjung ke rumah Paman Joko dan Bi Uut, aku sempat melihat ada Poto Feri di laci lemari pakaiannya," ucap Lola."Hah? Gimana- gimana?" tanya Ayuna yang masih looding."Waktu itu, tidak sengaja baju aku basah, karena tertimpa minuman, terus Bi Uut meminjamkan aku pakaian miliknya, dan kebetulan juga, dia yang menyuruhku untuk mengambilnya di dalam lemari yang ada di kamarnya, awalnya aku menolak karena merasa tidak enak, namun Paman Joko meyakinkanku, hingga akhirnya aku mau tidak mau menurutinya, karena tidak enak juga memakai pakaian yang basah,"
Saat ini Ayuna sudah berada di atas motor tua milik Jaka, sepanjang perjalanan gadis itu hanya diam, bahkan rona di wajahnya terlihat masih tampak, karena merasa malu dengan pertanyaan yang sempat Jaka tanyakan padanya. Untung saja saat itu dirinya bisa berdalih, jika debaran jantungnya tadi karena ia masih merasa syok dengan kejadian yang ia alami, dan saat itu Jaka langsung mempercayainya. Namun meskipun begitu, Ayuna tetap saja masih tidak bisa mengkondisikan jantungnya saat ini. Entah kenapa, berdekatan dengan Jaka dengan jarak sedekat ini, membuat tubuhnya bereaksi, ada sesuatu yang aneh dalam diri gadis itu, hingga membuatnya sedikit gelisah.Jaka melihat raut wajah Ayuna dari kaca spion, sepertinya gadis itu sedang meringis menahan rasa sakit dipergelangan kakinya. "Neng Ayuna apakah sakit sekali?" tanya Jaka, matanya masih menatap dari kaca spion motor miliknya."Iya, rasanya sedikit ngilu," jawab Ayuna. Gadis itu membalas tatapan Jaka dari kaca spion, lalu mencoba tersenyum ,