Share

Hari Terburuk dalam Hidupnya

Author: Mommykai22
last update Last Updated: 2025-01-15 18:08:02

Hanna melangkahkan kakinya dengan begitu berat keluar dari rumah Louis karena pria itu mengusirnya.

Dengan mempertahankan harga dirinya yang tersisa, Hanna pun langsung pergi dari sana dan menuju ke rumah sakit, tempat surga dunianya dirawat di sana.

Hanna menghapus air matanya dan langsung menunjukkan topeng tawanya, sebelum ia masuk ke dalam kamar.

"Tok tok, permisi! Apa ada orang?"

Hanna melebarkan tawanya seolah tidak terjadi apa-apa.

Anak laki-laki bernama Gio yang sedang duduk di ranjangnya pun langsung tertawa sumringah melihat kakaknya itu.

"Kak Hanna!" pekik Gio senang.

Wajah pucatnya berseri-seri melihat Hanna dan Gio langsung menunjukkan mainan barunya, sebuah pesawat terbang mini.

"Suster kasi Gio ini! Pesawatnya bisa terbang lho!" seru Gio sambil menggerakkan pesawat itu berputar-putar dengan tangannya.

"Itu mainan pasien yang tertinggal kemarin, tapi pasiennya sudah sembuh dan pulang," sahut sang suster yang menemani Gio di sana.

"Ah, iya, terima kasih ya, Suster."

"Sama-sama. Permisi, Suster keluar dulu ya, Anak Tampan."

"Dah, Suster!"

Gio melambaikan tangannya dan kembali sibuk dengan pesawatnya. Hanna pun tersenyum sambil meletakkan tas tangannya di meja kecil di samping ranjang Gio, lalu ia duduk di samping adiknya itu.

"Bagaimana rasanya hari ini, Sayang? Bagian mana yang masih tidak enak?"

Hanna memeluk dan mengusap sayang dada Gio, tempat jantungnya berada. Gio memiliki kelainan jantung sejak kecil.

Hanya saja, kelainan itu terlambat disadari karena perawatan klinik tempat melahirkan yang terbatas dulu.

Gio sendiri adalah janin yang tidak diinginkan. Hanna sudah berumur lima belas tahun saat ibu Hanna hamil Gio dan ibunya berusaha keras menggugurkannya. Berbagai obat-obatan diminum karena ekonomi mereka tidak cukup kuat untuk menghidupi satu anak lagi.

Namun, Tuhan berkehendak agar Gio tetap lahir. Satu tahun setelah melahirkan, ibu Hanna pun berpulang menyusul ayah mereka yang sudah berpulang duluan.

Hanna remaja pun dipaksa dewasa demi menghidupi adik kecilnya saat kakak yang ia miliki sama sekali tidak bisa diandalkan.

"Gio sudah tidak sakit, Kak. Gio cuma capek sedikit."

Tatapan Hanna goyah mendengarnya. Rasa lelah berlebih itu menunjukkan kondisi Gio yang tidak baik-baik saja.

"Kalau Gio lelah, Gio tidur saja ya."

"Tapi Kak Hanna jangan ke mana-mana ya. Kak Hanna temani Gio di sini."

"Iya, Sayang. Kakak akan menemani Gio, tapi setelah Kakak bicara dengan suster dulu ya. Kakak akan keluar sebentar, tapi Kakak tidak akan lama. Gio main pesawat dulu."

"Oke!"

Hanna pun tersenyum dan segera keluar untuk bicara dengan suster. Namun, saat Hanna keluar, seorang pria malah masuk ke kamar Gio.

"Kak Tama?" sapa Gio yang mengenali pria bertubuh besar itu sebagai kakak pertama mereka. Mereka tiga bersaudara.

"Ck, ternyata benar kau masuk rumah sakit lagi, merepotkan sekali! Mana Hanna?"

Gio mengerut mendengar nada kasar Tama. "Kak Hanna sedang bicara sama suster di luar."

"Benarkah? Baiklah, aku keluar saja!"

Baru saja Tama akan melangkah keluar, tapi ia berhenti sesaat melihat tas Hanna di sana. Sambil menyeringai, Tama pun membuka tas itu dan langsung mengeluarkan dompet Hanna.

"Eh, Kak Tama mau apa? Itu punya Kak Hanna!"

"Diam kau, Bocah! Aku hanya minta uang pada kakakmu yang pelit itu!"

Tama segera mengambil uang tunai yang cukup banyak dari dompet Hanna karena memang Hanna baru saja mengambil uang. Tidak hanya itu, tapi Tama juga mengambil kartu ATM Hanna lalu menciumnya dengan girang.

"Ini yang aku butuhkan!"

"Jangan, Kak! Nanti Kak Hanna marah! Itu buat bayar rumah sakit Gio!" Gio yang masih lemas berusaha menggapai Tama, tapi kakaknya itu bergerak lebih cepat.

"Kau anak kecil tahu apa? Kalau aku tidak punya uang, aku akan mati! Kau mau kakakmu ini mati? Sudah tidur saja sana!" geram Tama yang langsung berniat keluar dari kamar.

"Jangan! Kak Tama! Kak Tama! Akkhh!"

Buk!

Terdengar suara begitu keras karena Gio terjatuh dari ranjang saat anak itu berusaha meraih Tama.

Suara teriakan dan suara jatuh pun membuat Hanna dan suster kaget. Mereka segera menoleh ke arah kamar Gio dan Hanna melihat Tama di sana.

"Tama! Apa yang kau lakukan?"

Tama yang melihat Hanna langsung berlari ke arah lain dan kabur.

"Tama! Mengapa kau kabur? Kau mendadak muncul dan mendadak kabur begitu saja! Tama!" pekik Hanna.

Namun, Hanna sudah tidak fokus karena suster berteriak mengatakan Gio jatuh.

Jantung Hanna pun memacu begitu kencang dan Hanna langsung menyusul ke kamar Gio untuk melihat adiknya yang tampak merintih kesakitan itu.

"Gio! Sayang, Gio tidak apa? Apa yang terjadi?"

"Gio mau kejar Kak Tama! Kak Tama ambil uang di dompet kakak."

"A-apa? Ambil uang?"

Sontak Hanna langsung menoleh ke arah tasnya yang sudah terbuka. Dengan cepat, Hanna membuka dompetnya dan semua uang tunainya raib. Bukan hanya uang tunai, tapi kartu ATM-nya juga.

"Uangku ... uangku!" pekik Hanna tertahan.

Napas Hanna tersengal. Semua uang tabungannya ada di kartu itu. Hanna mau memakainya untuk biaya rumah sakit karena Indira belum memberikan satu peser pun. Indira baru akan memberikan bayaran saat Hanna berhasil tidur dengan Louis.

"Kakak akan mengejar Kak Tama!" Hanna kemudian menatap ke arah perawat, "Tolong, Suster! Tolong pastikan adikku baik-baik saja, aku ... aku harus pergi sebentar!"

Dengan air mata yang berderai, Hanna berlari seperti orang gila menyusuri koridor rumah sakit sampai ke parkiran. Hanna mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari sosok Tama.

Alih-alih bertanggung jawab sebagai kakak pertama dan pengganti orang tua, Tama malah hanya bisa menambah beban hidup Hanna.

Tama pengangguran dan hobi berjudi. Tama pun mempunyai banyak hutang. Ditambah Tama gemar menjual investasi dan koin-koin tidak jelas yang bukannya untung malah membuatnya dikejar-kejar banyak orang yang mengalami kerugian karena dirinya.

Air mata Hanna pun mengucur makin deras membayangkan setiap ketakutannya saat pintu rumahnya diketuk para penagih hutang.

"TAMAAA!!!" teriak Hanna begitu pilu.

Bahkan, demi uang, Hanna harus menjual harga dirinya menjadi ibu pengganti, tapi Tama malah begitu mudah mengambil semua yang tersisa.

Dada Hanna sesak. Sungguh, hari ini adalah hari terburuk dalam hidupnya.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Pria Penting di Pesta

    "Selamat menyusul, Tama! Haha!" Louis dan Samuel begitu gencar menggoda Tama, tapi Hanna dan Nadine terus menenangkan mereka karena sungkan pada Elva. "Ya ampun, sudah! Kasihan Elva canggung sekali. Maaf ya, Elva! Kalau mereka sudah berpesta ya memang seperti ini. Mereka akan saling menggoda seperti remaja," seru Hanna. Elva ikut tersenyum dan mengangguk. "Tidak apa, aku mengerti." "Haha, lihatlah, kalian membuat Elva malu!" seru Nadine juga. Semua orang pun masih terus tertawa sambil lanjut berpesta, sedangkan Tama mendekati Elva. "Jangan dengarkan mereka! Mereka keterlaluan menggodamu!" "Eh, tidak apa, Pak. Aku tidak merasa tersinggung atau apa pun." Tama terdiam sejenak, mempertimbangkan untuk bicara atau tidak. "Hmm, itu ... kau ... kau belum punya kekasih, Elva?" tanya Tama absurd. Dan lagi-lagi Tama merutuki mulutnya. Ia terus mempertimbangkan bicara atau tidak. Hatinya bilang tidak usah bertanya, tapi mulutnya mendadak meledak sendiri. Elva sendiri yang mendengarnya

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Buket Bunga di Pelukannya

    "Wedding kiss yang heboh sekali. Haha. Sekali lagi selamat untuk kalian, Refi dan Susan." "Haha, Susan ini membuatku malu. Dia menciumku heboh sekali!" protes Refi. "Tapi kau juga suka kan?" Susan tersenyum gemas. Semua yang mendengarnya terkikik. Semua orang memberikan selamat sekali lagi pada Refi dan Susan setelah pemberkatan nikah berakhir. Mereka lanjut menjamu para undangan makan bersama. Refi pun membawa Susan bersamanya untuk dikenalkan pada semua anggota keluarganya. Begitu juga Susan melakukan hal yang sama. Louis juga menemani Refi menyapa beberapa klien yang diundang. Mereka begitu sibuk dengan tawa dan obrolan yang hangat. Sementara Tama sendiri sudah gelisah menatap sekelilingnya. Elva juga diundang, tapi sampai pemberkatan nikah selesai, wanita itu belum muncul juga. Tanpa ia ketahui, Elva masih menjadi Cassa dan ia harus live tadi saat pemberkatan nikah dilakukan. Selesai live, Cassa pun langsung berdandan dengan gaunnya. Ia tidak sempat mengeriting rambutnya d

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Akhirnya Menikah

    "Jangan dengarkan ucapan Gio, dia suka ngawur." Tama mendadak salah tingkah di depan Elva, padahal Elva tidak bertanya apa-apa. Gio pun tidak pernah menyebut nama Elva. Elva sendiri hanya mengangguk malu. "Tidak apa, Pak. Tapi aku baru tahu ternyata Anda lucu sekali, padahal di kantor, Anda terlihat menyeramkan." "Ah, bukankah kita tidak boleh menilai seseorang dari penampilannya kan? Ya begitulah aku!" Elva mengangguk dan kembali tersenyum. Baru saja Tama ingin bicara lagi, tapi Gio sudah berlari menghampiri Elva. "Kak Elva, ayo main sama Gio!" "Eh, mau main apa, Gio?" "Ayo temani Gio saja!" Gio langsung menarik Elva bersamanya sampai Tama rasanya kecewa sendiri melihat Gio mengambil Elva darinya. "Dasar anak kecil sialan! Tidak lihat apa aku sedang mengobrol dengan Elva?" gumam Tama kesal. Namun, mendadak Tama mematung lagi melihat bagaimana reaksi Elva saat menemani Gio bermain. Elva berlari kecil saat Gio memintanya berlari. Elva tertawa saat Gio tertawa. Elva juga ber

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Mulut Besar sang Adik

    "Ajak Elva ke pesta di rumah baruku hari Minggu besok, Tama." "Apa? Untuk apa aku mengajak Elva?" "Biar lebih ramai.""Keluargamu saja sudah terlalu ramai, Samuel. Tidak usah mengajaknya!" Beberapa hari sudah berlalu sejak Samuel kembali bekerja dan Samuel makin melihat kedekatan Tama dengan Elva. Sebagai seorang sahabat, Samuel pun berusaha makin mendekatkan mereka karena memang sudah waktunya Tama mendapatkan pasangan. Hanna sendiri juga terus meminta Samuel mengenalkan wanita untuk Tama. "Hei, aku yang punya pesta dan aku mau mengundang Elva, jadi kau harus datang membawanya besok." "Ya ampun, kau ada-ada saja, Samuel!" Tama mengomel, tapi jantungnya juga berdebar kencang karena untuk pertama kalinya, keluarga Samuel yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri akan melihat Elva. Tapi baiklah, Tama akan mengenalkan Elva sebagai asistennya. Toh, sama seperti Refi yang juga selalu ikut Louis dalam setiap acara keluarga. Tama pun mencari waktu siang itu dan mengajak Elva b

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Perasaan yang Berbalas

    "Akhirnya kau pulang juga, Samuel!" "Apa kabar, Tama? Haha!" "Semuanya baik. Apa kabar, Nadine?" "Baik juga. Tapi silakan mengobrol, aku akan meninggalkan kalian di sini." Tama akhirnya baru sempat datang ke rumah Samuel malam itu untuk menyambut sahabatnya itu. Nadine pun meninggalkan keduanya di pinggir kolam renang untuk mengobrol bersama. "Jadi bagaimana pekerjaan dan proyel-proyek kita?" "Semuanya sangat lancar. Aku sudah menyiapkan semua laporannya agar kau bisa memeriksanya besok." "Kau memang yang terbaik, Tama." "Tapi kalau ada waktu, aku mau mempertemukanmu dengan teman-temanku yang mendadak mendapat hidayah dan ingin bekerja halal." "Teman-temanmu yang dulu itu? Wow, itu hebat sekali, Tama. Tentu saja aku mau bertemu mereka. Aku yakin mereka sama hebatnya denganmu, hanya mereka belum menemukan jalannya yang tepat." "Ya, aku juga lega sekali mendengarnya. Dan semoga mereka bisa berhasil juga." "Itu pasti! Nanti kita akan atur jadwalnya. Lalu bagaimana dengan Elva,

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Kepulangan yang Dinantikan

    Tama memimpikan Elva malam itu. Asisten cantiknya itu berdiri di depannya tanpa kacamata, tanpa rambut keriting, dan tanpa bintik-bintik di wajahnya. Elva tersenyum padanya sampai membuat jantung Tama berdebar begitu kencang. Wanita itu terus mendekat dan mendekat, lalu memeluk leher Tama. Jantung Tama pun makin berdebar kencang saat wanita itu memajukan bibirnya. Elva akan menciumnya. Tama harus menerima atau menolak. Di satu sisi, Tama bosnya Elva. Tapi di sisi lain, Tama juga menginginkannya. Tama tidak bisa berpikir, tapi ia memejamkan matanya. Persetan dengan bos dan asisten, Tama ingin mencium Elva juga. Tama pun memejamkan matanya dan akhirnya memajukan bibirnya lalu mereka berciuman begitu heboh. "Kak Tama! Kak Tama! Mengapa menciumi guling? Kak Tama!" Suara teriakan Gio langsung membuat Tama tersentak kaget dan membelalak. "Apa? Apa? Ada kebakaran? Mengapa harus berteriak?" omel Tama kaget. "Apa yang kau lakukan di sini, Anak Kecil?" tanyanya lagi saat melihat Gio ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status