Dimas masih syok dengan apa yang ia rahasiakan terbongkar. Lelaki itu menatap sang istri yang meluapkan emosi. "Kenapa kamu diam aja, Mas! Tadi bukannya menuduhku," sentak Viona.Pria tersebut menghela napas, ia langsung mendekati istrinya tetapi wanita itu mundur. "Jangan sentuh aku, Mas! Kenapa kamu bohong, ha!"Lelaki itu langsung menarik lengan Viona lalu wanita tersebut didudukan ke kursi. "Kamu duduk, dengerin aku!" ucap lelaki itu.Sang istri mengerucutkan bibir, wajahnya terlihat datar. Tak ada garis senyuman sama sekali, hati wanita tersebut sedang kacau balau. "Kamu jangan mikir macam-macam dong," lontar lelaki itu.Dimas memegang dahu sang istri tetapi ditepis wanita itu. "Jangan pegang-pegang, Mas! Sekarang kamu mau jelasin apalagi? Apa masih mau memperpanjang kebohonganmu," seru wanita tersebut.Dimas langsung memasukan tangan ke saku, ia menatap istrinya dengan tatapan sulit diartikan. "Oke, aku gak pegang-pegang. Sekarang kamu tenang dulu dong," ucap Dimas.Viona
Viona mendengar itu langsung menarik tangannya kembali. "Mas ... mendingan gak usah bahas ini, aku ngantuk mau bobo," ucap wanita itu.Wanita itu segera pergi meninggalkan suaminya, sedangkan Dimas menghela napas. Lelaki tersebut tidak memusingkan sikap sang istri. "Untung aku pinter, bisa ngarang cerita. Lagian istriku kok bodoh banget sih," batin Dimas.Sedangkan di kediaman Mila, wanita itu lagi termenung. Memikirkan apa yang dikatakan sang anak. Hana yang baru aja sampai ke ruang tengah, mengerutkan kening melihat Ibunya melamun. Dengan cepat mendekat lalu menggerakan tangan di depan muka mertua Viona. "Kamu ini ngapaian sih, ngalangin tau. Ibu lagi nonton nih, tuh kan gara-gara kamu Ibu gak tau bersambungnya kaya gimana," omel wanita itu.Mendengar omelan Mila, sang anak memutarkan bola mata dengan malas. Perempuan itu mendengkus lalu mendaratkan bokong duduk disamping Mila. "Dih, nyalahin aku. Ibu aja yang dari tadi ngelamun terus. Aku cuma takut Ibu kesurupan aja gara-gara
Viona menatap kepergian sang suami, lalu saat lelaki itu telah menghilang dari pandangan langsung menyeringai. Ia bergegas masuk ke kontrakan dan memasukan barang-barang ke koper, setelah semua pakaian dan barang berharga di sana. Wanita tersebut mengembuskan napas dan mendaratkan bokong diranjang."Apa aku harus kasih tau Ibu," gumam wanita itu. Wanita itu memejamkan mata dan memijat kening. Ia menarik dan mengembuskan napas kasar, lalu bangkit. Saat malam tadi dia telah merencanakam semua, perempuan tersebut segera bangkit dan mulai menggeret koper. Kala keluar dari kontrakan, Viona langsung dihentikan oleh suara Sinta. "Vio ... kamu mau pergi? Sini aku antar," seru perempuan itu. Mendengar perkataan Sinta, Viona mengulas senyum. Lalu datang beberapa wanita yang mendekati mereka, dan pemilik kontrakan ini pun ikut mendatangi. "Pasti butuh uang lumayan ke sana, ini sedikit uang buat kamu," lontar pemilik kontrakan. Baru saja Viona hendak menolak, tetapi wanita itu langsung mena
Sinta mendapati perkataan sang teman langsung berpaling menatap wanita tersebut. Terlihat wajah Viona yang lesu, membuat perempuan tersebut menghela napas. "Ada sih ... tapi aku lagi pegang handphone Mas Panji," balas Sinta.Wanita itu merogoh tas dan memperlihatkan benda pipih yang ia ambil di dalam. Melihat hal tersebut, Viona langsung lesu. "Aku gak berani pake, Vio. Kecuali itu akun danaku, aku pasti bantu kamu," tutur perempuan tersebut. Viona langsung membuka tasnya dan menyodorkan sesuatu. Sinta melihat hal tersebut mengeryitkan kening."Aku bukan minjem Sin. Kita barteran gitu, aku ada emas ini. Harganya sekitar ada delapan ratusan, ini ada juga suratnya tertulis itu. Kalau potongan aku bayar kok. Kamu kalau mau jadiin uang juga gak papa. Habis pulang nganterin aku kamu bisa ke toko emas dulu, ongkosnya nanti aku kasih. Please ... Sinta, aku butuh banget. Kasih juga si Mpok yang udah kasih aku ngutang," tutur Viona. Istri Panji itu menatap barang yang ditunjukan Viona dan
Hana langsung merebut handphone miliknya saat Mila lengah karena ada yang mengetuk pintu. "Kamu ini!" sentak wanita itu.Ia mengembuskan napas kala terdengar lagi suara tak sabaran yang memanggil sambil mengetuk pintu. "Iya-iya, sebentar napa!" teriak Mila.Ibu perempuan itu langsung bangkit lalu melangkah menuju pintu. Sedangkan Hana menghela napas dan menatap layar handphone, ia bersyukur karena sang kekasih ternyata sedang tidak online. Jadi tidak membalas sejak tadi benda pipih itu ditangan Mila. "Hana ... ke sini dulu cepet!" panggil wanita itu.Mendengar panggilan orang yang melahirkannya, Hana mendengkus tetapi ia bangkit dan mendekati wanita tersebut. Melihat seseorang di depan sang Ibu, dia segera menyapa dan mencium pun teman arisan Mila. "Mana uangnya, Han," bisik wanita itu. Perempuan itu langsung memandang sang Ibu lalu menghela napas. Ia segera mengeluarkan uang yang ada di casing handphone. "Ini, Bu. Kalau gitu Hana pamit dulu ya, mau beli seblak. Enak kalau cuac
Viona terus diam membuat sang Ibu sangat gemas. Baru saja wanita itu hendak mengeluarkan suara, istri Dimas tersebut langsung bicara. "Ibu ... Bapak ke mana? Viona kangen banget sama Bapak," lontar perempuan itu. Wanita itu mendengkus kala melihat sang anak berkelit, memandang tatapan marah perempuan yang melahirkannya. Viona menghela napas lalu memejamkan mata dan kembali menatap Ibunya. "Dikasih nafkah sih, Bu. Tapi ...." Viona menceritakan semuanya tanpa kurang dan ditambahi, mendengar hal itu. Sang Ibu mengepalkan tangan lalu kembali menatap anaknya. "Kamu memang mendingan balik lagi ke Ibu dan Bapak aja, Nana. Dari pada masih digituin sama suami dan keluarga suamimu itu," sungut perempuan tersebut. Wajah wanita itu memerah akibat emosi, sedangkan Viona mengusap punggung sang Ibu untuk menenangkan perempuan tersebut. "Setelah Bapakmu pulang kita bicarain semuanya," ucap sang Ibu. Viona hanya mengangguk mengiyakan, lalu wanita itu disuruh kembali mengisi perut dan diperinta
Sedangkan di kediaman orang tua Viona, wanita itu menggeliat karena mendengar suara panggilan telepon dari ponsel. Ia lekas bangkit dan segera mengambil benda pipih tersebut. Mata Viona mengeryit kala melihat nama sang mertua tertera disana. "Ngapain Ibu nelepon," gumam wanita itu. Viona memiringkan kepala ke kiri dan kanan untuk merenggangkan otot, setelah itu memilih mengangkat panggilan tersebut. "Kenapa lama banget sih!" omel Mila. Anak Ida itu langsung menjauhkan handphone dari telinganya. Ia menarik dan mengembuskan napas terdengar sangat lelah. "Ada apa sih, Bu ... emang gak bisa apa ngomongnya gak pake teriak-teriak. Aku lama-lama budeg gara-gara Ibu," sungut Viona. Mila yang mendengar nada suara sang menantu yang nyolot langsung mendengkus. "Mana perhiasan itu! Apa jangan-jangan kamu bawa," sentak sang mertua. Viona mengeryitkan kening, ia bingung dengan perkataan mertuanya. "Kamu pergi dari hidup anakku, aku sangat senang. Tapi kenapa kamu bawa perhiasan itu! Dasar
Viona langsung memalingkan wajah kala Dylan berkata sambil menatapnya. Begitu pun Ida, wanita itu mengikuti arah pandangan lelaki tersebut. Helaan terdengar dari Ibu Viona. "Eh ... Dylan mau masuk dulu gak? Sini biar Ibu buatkan kopi," seru Ida.Mendengar seruan Ida, Dylan langsung mengalihkan pandangan pada wanita itu. Senyuman kecil terulas di bibir pria tersebut lalu dia melihat jam."Eum ... enggak, Bu. Dylan lagi ada janji sama orang, nanti lain waktu aja ya, Bu," jawab lelaki itu. Ida menganggukan kepala lalu Dylan segera mencium punggung tangan wanita itu lalu menatap Viona. "Aku pergi ya Vio, Ibu. Assalamualaikum," ucapnya. Kedua wanita itu menjawab secara bersamaan lalu Viona segera mengajak Ibunya untuk masuk ke kediaman. Dengan cepat istri Dimas segera menutup pintu membikin Ida mengeryitkan alis. "Kamu kenapa sampe segitunya, Nana?" tanya Ida penasaran. Mendapatkan pertanyaan demikian, Viona langsung menggeleng lalu menarik lengan Ida dan mengajak untuk duduk di