Share

Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku
Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku
Author: Lyrik wish

Penghianatan

Author: Lyrik wish
last update Last Updated: 2025-10-14 10:43:21

Hujan deras mengguyur kota Jakarta malam itu. Butiran air menampar kaca depan mobil dengan suara berisik, menimbulkan pantulan cahaya lampu jalan yang temaram.

Di balik kemudi, duduk seorang wanita muda berusia dua puluh empat tahun—Kinanti Atmadja. Wajahnya pucat, matanya sembab, dan jemarinya gemetar di atas setir.

Baru saja, dunia yang ia kenal selama tiga tahun terakhir runtuh begitu saja.

Baru malam itu ia mengetahui perselingkuhan suaminya—Barata Pramayudha—dengan sekretarisnya sendiri, Nadia.

“Tiga tahun, Bara...” suara Kinanti bergetar pelan, hampir tidak terdengar di antara derasnya hujan.

“Tiga tahun pernikahan kita. Aku mengira kau hanya sedang... bosan denganku.”

Air matanya jatuh perlahan di pipi. Ia menunduk, menatap ponsel yang masih tergenggam erat di tangannya—layar yang menampilkan percakapan terakhir antara Bara dan Nadia. Kalimat-kalimat mesra yang menusuk jantungnya seperti bilah pisau yang dingin.

“...Kau bahkan sudah memulainya sejak tahun kedua pernikahan kita.”

Suaranya makin parau.

Kinanti menutup mata sejenak, mencoba bernapas di tengah sesak yang menekan dadanya. Tangannya gemetar hebat. Ia tahu wanita itu sedang hamil—hamil anak dari suaminya sendiri.

“Sudah cukup...” bisiknya pelan. “Aku masih bisa menerima sikap dinginmu, Bara. Tapi tidak dengan perselingkuhan.”

Ia menyeka air matanya dengan punggung tangan. Wajahnya kini tidak lagi hanya menampakkan kesedihan—ada amarah, ada kehancuran, dan ada keputusan bulat di balik tatapan matanya. Dengan satu tarikan napas panjang, ia menyalakan mesin mobil dan menancap gas.

•••

Tiga puluh menit kemudian, mobilnya berhenti di depan rumah besar bergaya klasik yang selama ini menjadi istananya—atau mungkin lebih tepat disebut sangkarnya.

Brakkk!

Pintu utama terbuka kasar.

Kinanti masuk dengan langkah cepat dan tatapan yang menusuk. Seorang maid yang kebetulan sedang melintas di ruang tengah buru-buru menghampirinya, mengambil tas tangan sang nyonya dengan wajah panik.

“B–Bu Kinanti... sudah pulang?”

“Bara sudah di rumah, Bi?” tanya Kinanti tanpa menoleh, suaranya dingin dan datar.

“Tu... tuan di ruang kerja, Bu...” jawab si pembantu dengan nada ragu.

Kinanti tidak membalas. Ia langsung melangkah menuju tangga marmer yang mengarah ke lantai dua. Suara hak sepatunya bergema di antara keheningan rumah besar itu—ritmenya seperti dentang perang.

Brakkk!

Tanpa mengetuk, ia mendobrak pintu ruang kerja suaminya.

Bara, yang sedang duduk di balik meja kerjanya dengan setumpuk dokumen, sontak menoleh dengan wajah terkejut.

“Kinanti! Apa-apaan ini?” bentaknya, berdiri dari kursi.

Kinanti melangkah lurus, berdiri tepat di depan meja. Tatapannya tajam, matanya merah, suaranya bergetar penuh luka.

“Apa-apaan ini? Itu pertanyaan yang seharusnya aku ajukan kepadamu, Bara!” serunya keras.

“APA maksudmu dengan semua ini, hah?!”

Wanita yang biasanya selalu tampak anggun dan berkelas, kini berubah. Ia masih terlihat rapih, tapi di balik rambut basah dan wajahnya yang pucat, tampak bara kemarahan yang belum pernah Bara lihat sebelumnya.

Dengan satu gerakan, ia melemparkan ponselnya ke arah Bara. Ponsel itu jatuh di atas meja, layar masih menyala memperlihatkan percakapan mesra antara Bara dan Nadia.

Bara menatap layar itu sekilas. Tidak ada sedikit pun kegugupan di wajahnya. Ia hanya menghela napas panjang, seolah sudah lelah menutupi rahasia yang kini terbongkar.

“Jadi, kau sudah tahu sekarang, Kinanti,” ucapnya datar.

Kinanti menatap suaminya tak percaya. “Apa maksudmu, Bara? Kau bahkan... tidak merasa bersalah?” suaranya meninggi, tangannya mengepal kuat hingga buku jarinya memutih.

Bara bersandar pada meja, mendongak menatap istrinya dengan tatapan kosong. “Apa lagi yang kau harapkan? Pernikahan kita hanya pernikahan bisnis, Kinanti. Kau pikir ada cinta di rumah ini?”

Kalimat itu menghantam Kinanti seperti petir yang menyambar dada.

Sraaakkk!

Braaaakkk!

Dengan satu hentakan marah, Kinanti menepis semua benda di atas meja kerja Bara—dokumen, bingkai foto, dan vas kaca terlempar ke lantai, pecah berantakan.

“Kinanti!” Bara langsung berdiri, terkejut melihat kekacauan di hadapannya.

Air mata jatuh lagi di pipi wanita itu. “Aku mencintaimu, Bara...” suaranya lirih, hampir seperti isak. “Sejak kita kuliah dulu... sejak pertama kali aku bertemu denganmu...”

Darah menetes dari telapak tangannya, luka akibat pecahan kaca yang tak ia sadari. Tapi rasa sakit fisik itu tak ada artinya dibanding luka di hatinya.

Bara hanya menatapnya datar. “Tapi aku tidak mencintaimu, Kinanti. Aku mencintai Nadia.”

Kinanti menatap suaminya lama sekali, seolah berharap kata-kata itu hanya mimpi buruk. Tapi tatapan Bara terlalu tenang untuk disebut kebohongan.

“Kalau memang itu yang kau mau,” suaranya pecah, “kenapa tidak kau ceraikan saja aku, Bara?! Kenapa kau harus menghancurkan aku seperti ini?”

Jeritannya menggema di seluruh ruangan. Ia jatuh terduduk di lantai, menangis terisak.

Sementara Bara... hanya berdiri membeku. Wajahnya tetap datar—dingin, seolah tidak ada sedikit pun rasa bersalah yang tersisa di dirinya.

•••

To be continued—

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Perlawanan Kinanti

    Ponsel Kinanti bergetar lagi, nada dering yang sama berulang tanpa henti. Nama Bara terus muncul di layar, berkali-kali, seolah pria itu tak akan berhenti sampai wanita itu mengangkatnya.Namun Kinanti hanya menatap sekilas, bibirnya mengerucut jengkel. Dengan gerakan cepat, ia menekan tombol merah lalu menonaktifkan ponselnya.Tidak ada niat sama sekali untuk menjawab, apalagi berurusan dengan Bara malam ini.Gerakan kecil itu ternyata membuat Ganendra terusik. Ia sempat membuka mata yang terpejam, lalu melirik ke arah Kinanti yang tengah meraih nakas untuk meletakkan ponselnya."Ummhhh... ada apa, Kinan? Kau belum tidur?" suara beratnya terdengar serak, masih lelah setelah bercinta.Ia bergeser pelan, mengganti posisi. Kini tubuh Kinanti yang mungil justru bersandar nyaman di dadanya yang bidang, seperti menemukan sandaran yang sempurna.Kinanti menarik napas panjang sebelum bersuara."Apa kita harus memiliki tempat khusus?" tanyanya tiba-tiba, suaranya datar tapi serius."Hmmm?" al

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Jika kau selingkuh, akupun bisa selingkuh

    Basement Penthouse, Malam Itu.Blugh!Suara pintu mobil tertutup keras, menggema di parkiran bawah tanah yang sunyi. Lampu neon putih keperakan memantulkan kilau mobil sport berwarna hitam yang baru saja diparkir.Kinanti Atmadja baru saja melangkah keluar. Tumit stilettonya beradu dengan lantai marmer abu-abu, meninggalkan denting elegan di ruang yang lengang.Tubuh rampingnya bersandar di kap mobil, tangan kanan menahan tubuhnya, sementara tangan kirinya merogoh tas kulit mewah.Ia menarik ponselnya, layar menyala, menyorot wajah cantiknya yang pucat namun tetap memesona. Jemarinya mengetik cepat.Kinanti: Kau dimana?Beberapa detik kemudian, layar ponsel bergetar. Notifikasi balasan masuk—sebuah foto.Gambar itu memperlihatkan Ganendra Adipati shirtless, tubuhnya berbaring di atas ranjang king-size, dada bidangnya terbuka, otot-otot sixpack perutnya jelas, kulitnya berkilau samar tertimpa cahaya lampu kamar. Tatapannya ke kamera dalam, menggoda, penuh undangan.Ganendra: Aku di ata

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Terabaikan

    Dua hari kemudian, di Rumah Mode Kinanti.Gedung modern itu berdiri anggun di kawasan elit SCBD, dinding kaca memantulkan cahaya matahari siang yang terik.Di lantai tiga, ruang kerja pribadi Kinanti terasa begitu rapi, elegan, namun sekaligus dingin—persis seperti pemiliknya.Kinanti duduk di meja kerjanya, rambut hitam panjangnya tergerai ke satu sisi. Sejak tadi, pensil di tangannya hanya menari di atas kertas putih, membentuk coretan-coretan acak yang bahkan tak bisa disebut sketsa.Tangannya bergerak, tetapi pikirannya jelas jauh melayang entah ke mana.Wanita itu menarik napas dalam-dalam, lalu meletakkan pensil. Jemarinya menekan pelipis. Seorang fashion designer muda yang namanya sedang melambung di kalangan sosialita, selebriti, bahkan politikus ibu kota.Dia dicari-cari untuk gaun gala, pesta pernikahan, hingga sekadar private fitting. Namun di balik semua itu, hari ini dia justru duduk bengong.Ceklek.Pintu ruang kerja terbuka."Halo, kak." Suara ceria terdengar. Dari bali

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Aku harus hamil

    Satu bulan berlalu... Keringat mengalir di pelipis Kinanti, tubuhnya bergetar di bawah desahan panjang yang lolos dari bibirnya."Ngghhh... Ganendra... aku... aku sudah tidak kuat..." suaranya parau, bercampur antara kenikmatan dan kelelahan.Ganendra menunduk, wajahnya hanya sejengkal dari milik Kinanti, napasnya memburu, tubuhnya menegang hingga urat di lehernya mencuat."Kinanti... aku tidak memakai pengaman..." bisiknya, nyaris seperti ancaman sekaligus pengakuan.Mata Kinanti terpejam rapat, kepalanya terhentak ke belakang."Keluarkan... di dalam saja..." ia meliuk, tubuhnya menegang dalam kepasrahan yang nikmat."Aku ingin seorang anak... ahhh..."Hembusan napas berat Ganendra terdengar di telinganya."Kinantiiii... Arrrggghhh!!"Tubuh atletis lelaki itu akhirnya terkulai, dadanya naik turun dengan cepat, sementara peluh membasahi kulitnya.Ia menindih Kinanti sejenak, merasakan detak jantung keduanya berpacu gila.Dengan sisa tenaga, Ganendra menggulingkan tubuhnya ke samping,

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Pertemuan Dengan Ganendra

    Beberapa hari kemudian, tibalah hari yang dinanti—malam reuni kampus Universitas Azzura.Kinanti berdiri di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangan dirinya sendiri yang tampak begitu memukau dalam balutan gaun hitam sederhana dengan potongan elegan yang menonjolkan lekuk tubuhnyaMeski desainnya tidak berlebihan, kemewahan tetap terpancar dari setiap detailnya, terutama dari perhiasan berlian yang menghiasi leher dan pergelangan tangannya. Aura anggun dan mahal benar-benar keluar dari sosoknya malam itu.Tangannya sempat bergetar sedikit saat ia merapikan anting, bukan karena gugup, melainkan karena hatinya masih menyimpan bara amarah yang belum padam. Luka batin akibat pengkhianatan Bara belum kering sepenuhnya, tapi malam ini, Kinanti bertekad tampil sempurna—untuk menunjukkan pada dunia bahwa dirinya tidak hancur.Suara langkah sepatu terdengar mendekat. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka, menampakkan sosok pria dengan jas hitam rapi. Bara berdiri di ambang pintu, w

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Lelaki bernama Ganendra

    RUMAH MODE KINANTI. Kinanti Atmadja, mengenakan kemeja putih dan rok pensil hitam, berjalan melewati deretan kain satin dan manekin yang dipajang rapi di lorong utama. Tatapannya fokus, wajahnya tenang—nyaris tak menunjukkan bahwa hidup pribadinya baru saja porak-poranda.“Kak,” panggil seseorang di belakangnya.Asisten pribadinya, Hana, berlari kecil menyusul sambil membawa tablet di tangannya.“Nanti siang ada klien, Kak. Kakak tahu kan influencer yang lagi booming itu? Tarina?” ucapnya cepat sambil menyesuaikan langkah.Kinanti melirik sekilas, bibirnya membentuk senyum tipis.“Ah, yang viral karena video dia nangis itu, kan?” tanyanya datar.Ceklek.Pintu ruang kerja Kinanti terbuka. Aroma teh melati langsung menyambut begitu ia masuk. Ia meletakkan tas tangan di atas meja kerja kayu mahoni yang bersih dari berkas, hanya ada tumpukan sketsa dan laptop terbuka.“Iya, Kak, yang itu,” lanjut Hana sambil berdiri di depan meja. “Dia mau bikin pesta ulang tahun mewah minggu depan, dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status