Share

Saling Lempar Pekerjaan

#5 

Alma mencari tukang ojek yang biasa mangkal di persimpangan. Motor yang selama ini dipakainya merupakan milik Reno, sehingga dia memilih untuk tidak membawa motor itu. 

Tanpa Alma sadari, ucapan menyakitkan dari Reno telah menyakiti hati putri kecilnya. Lily lebih banyak diam, berusaha menahan tangisnya. Ia tak mau membuat sang ibu bersedih melihatnya menangis.

'Papa jahat!' batin Lily. Bocah 7 tahun itu jelas sudah dapat menelaah ucapan Reno barusan yang mengatakan jika tidak akan memberi nafkah untuknya juga Alma, ibunya.

"Alhamdulillah, masih ada tukang ojeknya." Alma dapat menghela napas lega ketika dari kejauhan dapat melihat ada dua orang tukang ojek yang masih mangkal.

Alma segera mempercepat langkahnya. Pun juga Lily yang berusaha mensejajari langkah sang Ibu yang cukup cepat. Lily berusaha tegar, meskipun hati kecilnya telah tergores luka yang cukup dalam akibat ucapan sang ayah.

"Bang, tolong antar kami ke kampung sebelah ya," pinta Alma begitu jaraknya cukup dekat dengan para tukang ojek.

"Siap, Mbak."

Alma lantas membantu Lily membonceng di motor. Sementara dirinya menaiki motor satunya sambil membawa barang bawaannya yang tidak terlalu banyak itu. 

Motor pun melaju meninggalkan tempat Alma tinggal selama delapan tahun menjadi istri Reno. Kini, dia sudah pasrah dengan apa yang terjadi jika pada akhirnya akan bercerai dengan Reno dan menjadi janda.

Seumur hidup terlalu lama dan sulit jika harus bertahan dengan orang yang tidak bisa menghargai kita. 

Sepanjang perjalanan pulang, Alma hanya diam tak banyak bicara seolah membiarkan luka-luka hatinya ikut terbawa oleh angin malam kala itu. Tak lama, mereka pun sampai di tempat yang dituju. Dua tukang ojek itu memberhentikan Alma dan Lily di depan sebuah rumah sederhana. 

"Makasih, Bang. Ini ongkosnya." Alma mengasongkan selembar uang merah kepada dua tukang ojek itu, lalu mereka mengembalikan dua lembar dua puluh ribuan untuk Alma. Mereka pun pergi, dan kini tersisa Alma dan Lily saja yang masih berdiri di tempat.

"Ayo masuk, Nak. Nenek katanya kangen sama Lily," ajak Alma lembut sembari menggandeng tangan mungil Lily. 

Gadis kecil itu pun melangkahkan kakinya seiring dengan langkah sang ibu. Tangan Alma yang satunya sibuk menenteng tas bawaannya. 

Sampai di depan pintu, Alma langsung mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Ia juga mengucap salam. Tak lama, suara seorang wanita menyahut dari arah dalam, lalu kemudian pintu pun terbuka lebar.

Bu Hasna sontak terkejut ketika melihat sang putri datang bersama dengan cucunya. 

"Lho, Alma. Kamu …." 

"Aku sama Lily pengen nginap di sini, boleh, Bu?" potong Alma seolah tahu pertanyaan yang hendak dilontarkan oleh sang Ibu.

Bu Hasna menatap heran pada Alma yang tampak menenteng koper berukuran sedang bersamanya.

Alma berusaha bersikap biasa saja, dia mengambil tangan sang ibu lalu menciumnya takzim. Pun begitu juga Lily, anak itu melakukan hal yang dilakukan Alma barusan. 

"Ayo, masuk dulu," ajak Bu Hasna. 

Ia lantas menepikan rasa penasarannya terkait kehadiran Alma yang begitu tiba-tiba, tanpa kabar sebelumnya. Padahal sore tadi Alma sudah sempat mampir ke sini, dan berbincang sebentar dengan beliau.

Alma dan Lily pun masuk ke rumah. Jam masih menunjukkan pukul setengah 8 malam. Entah apa yang terjadi, tetapi firasat Bu Hasna seperti mengatakan kalau terjadi sesuatu pada Alma dengan suami atau mertuanya.

"Reno mana, Nduk? Kok gak ikut ke sini?" tanya Bu Hasna berbasa-basi setelah Alma baru saja mendaratkan tubuhnya duduk di bangku kayu yang ada di ruang tamu.

"Mas Reno lagi sibuk, Bu, jadi dia gak bisa ikut menginap. Aku sama Lily pengen lihat dan nganter Ibu berangkat umroh," ungkap Alma meyakinkan sang ibu agar tidak curiga jika rumah tangganya dengan Reno sedang bermasalah.

"Oh, gitu. Lily, kamu udah makan belum, Nak?" tanya Bu Hasna pada sang cucu.

Lily menggelengkan kepala. Alma membulatkan matanya dan baru teringat kalau Lily memang belum makan. 

'Maafin mama, Nak,' bisik Alma dalam hatinya. Ia merasa bersalah karena telah melupakan Lily dan rasa laparnya.

"Kalau gitu, Nenek buatkan makanan dulu buat Lily ya. Kamu juga belum makan, Alma?" Bu Hasna menatap lekat ke arah putri semata wayangnya.

"Aku masih kenyang, Bu. Tolong buatin makanan aja buat Lily, Bu," pinta Alma. Sejujurnya, dia memang seakan sudah kehabisan tenaga usai beradu mulut dengan suami dan mertuanya tadi.

"Ya sudah. Lily, ayo ikut Nenek ke dapur," ajak Bu Hasna. Lily hanya mengangguk, lalu mengekori langkah kaki sang nenek dari pihak ibunya itu. 

Alma pun membiarkan putrinya bersama sang ibu. Ia merasa lelah. Lelah fisik dan mental. Apa yang terjadi barusan adalah guncangan terhebat dalam hidupnya. Ia lalu merebahkan tubuh lelahnya di atas bangku kayu jati yang sudah usang itu.

"Ya Allah … inikah akhir dari rumah tangga yang kubina dengan Mas Reno." Alma menggumam pelan seraya memejamkan matanya erat-erat. Banyak kekhawatiran yang kini berkeliaran di benaknya. Terutama Bu Hasna, yang cepat atau lambat pastinya akan mengetahui kalau rumah tangganya dengan Reno sudah berakhir.

Pria itu sudah dengan sadar mengucapkan talak untuknya. 

Sementara itu, di kediaman Bu Kamila. Tampak Reno dan Bu Kamila sedang makan malam bersama. Kali ini ada yang berbeda. Mereka hanya duduk berdua saja di ruang makan, tanpa kehadiran Lily dan Alma.

Masakan yang sempat Alma masak sebelum pertengkaran terjadi itu kini telah tandas tak bersisa. 

Reno tampak merenung dan lebih banyak diam sepanjang acara makan malam dengan ibunya. Sedangkan Bu Kamila masih terus mencerocos tentang kejadian tadi tak henti-hentinya. 

"Reno, kenapa sih kamu diam terus, hah? Orang tua lagi ngomong malah kamu cuekin," cibir Bu Kamila kesal, pasalnya Reno hanya diam, sama sekali tak menanggapi serentetan kekesalannya pada Alma. 

"Aku harus ngomong apa, Ma. Mama udah berapa kali bolak-balik bahas masalah tadi. Apa nggak capek? Lagipula, Alma juga sudah pergi dari sini," ucap Reno pelan. Tak dipungkiri ada sesuatu yang hilang dari dirinya tanpa kehadiran Alma yang baru pergi kurang lebih sejam itu. 

"Kamu nyesel udah nalak istri kurang ajarmu itu, hah!" tebak Bu Kamila dengan tatapan sinisnya.

Reno tercenung. Ingin sekali dia bilang kalau dia menyesal, tetapi suasana memanas baru saja usai, Reno tak mau membuat ibunya tersulut amarah lagi.

"Nggak, Ma. Aku gak nyesel," ucap Reno terpaksa.

"Baguslah! Ngapain kamu nyesel, asal kamu tahu ya, kamu itu tampan, kerjaannya udah enak. Wanita mana pun pasti mau jadi istrimu, Ren. Kamu bisa dapetin istri yang jauh lebih baik dari si Alma itu. Mama yakin seratus persen!" ucap Bu Kamila. 

"Iya, Ma," sahut Reno singkat. Meskipun bertolak belakang dengan hati nuraninya. Reno merasa sangat tersiksa. Ia pun lantas pamit pada sang ibu untuk masuk ke kamar.

"Lho, siapa yang cuci piring-piring kotor itu, Ren?!" Bu Kamila protes saat Reno baru saja hendak menaiki anak tangga.

"Masa' harus Reno yang nyuci, Ma?" Reno pun tak kalah bimbang, pasalnya, sejak menikahi Alma semua pekerjaan rumah di sini dikerjakan Alma tanpa protes. 

"Terus kamu nyuruh Mama buat cuci piring, gitu? Gak bisa, Ren. Tadi pagi Mama itu habis menicure. Bisa-bisa kuku Mama kotor dan rusak kalau harus cuci piring," tolak Bu Kamila dengan tatapan jijik melihat piring kotor bekas makan mereka itu.

"Kamu aja ya, yang bersihin, Ren!" pinta Bu Kamila lalu langsung menyelonong pergi.

Reno mendengus kesal. Mau tak mau dia harus menggantikan Alma mencuci seluruh piring kotor itu, meski dia tak pernah sekalipun melakukannya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status