#6
Bu Hasna menghidupkan kompor, seraya memandangi panci masakan yang sudah bertengger di atasnya. Sembari menghangatkan lauk untuk cucunya yang kelaparan, wanita paruh baya itu nampak sibuk memikirkan putrinya yang tiba-tiba datang di malam hari dan meminta izin untuk menginap.Bu Hasna melamun, menerka-nerka kiranya apa yang terjadi pada Alma hingga putri semata wayangnya itu datang ke rumahnya dengan membawa koper besar. Bu Hasna yakin, pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh putrinya."Apa Alma bertengkar sama Reno?" gumam Bu Hasna mencemaskan rumah tangga anak kesayangannya. "Atau Alma berantem sama Bu Besan?"Sore tadi saat berjumpa, Alma masih bersikap biasa saja. Jika memang ingin menginap, seharusnya Alma mengatakan sesuatu pada Bu Hasna sore tadi saat mereka bertemu. Namun, Alma justru datang secara mendadak seperti ini ke kediaman Bu Hasna. Bagaimana mungkin wanita paruh baya itu tidak curiga pada Alma? Meskipun Alma berkata kalau dirinya baik-baik saja, tapi Alma tidak akan bisa membohongi Bu Hasna sebagai ibu kandungnya."Kenapa kamu harus bohong, Alma? Pasti terjadi sesuatu di rumah suami kamu, kan?" gumam Bu Hasna. "Pasti Alma lagi ada masalah sama suaminya, atau ibu mertuanya. Apa mungkin Alma ... diusir?"Memikirkannya saja sudah membuat Bu Hasna sakit hati. Wanita itu hanya ingin tahu apa yang terjadi pada putrinya. Kedatangan Alma dan Lily secara tiba-tiba membuat wanita paruh baya itu merasa tidak tenang.Hampir saja lauk Bu Hasna gosong karena Bu Hasna terlalu asik melamun. Wanita itu pun segera mematikan kompor sebelum lauk untuk cucunya berubah menjadi hitam.Bu Hasna segera memanggil Lily dan menyiapkan makan malam untuk bocah kecil itu. Bu Hasna duduk di meja makan bersama Lily, dan menemani sang cucu menyantap makan malam."Habiskan ya, Nak? Maaf Nenek nggak masak banyak hari ini," ucap Bu Hasna.Lily hanya mengangguk dengan mulut penuh. Karena sudah menahan lapar cukup lama, Lily pun memakan masakan sang nenek dengan lahap."Masakan Nenek enak, kan?" vetus Bu Hasna mengajak Lily berbincang ringan.Wanita paruh baya itu mengamati wajah cucunya dengan cermat. Mata seseorang tidak akan bisa berbohong. Saat Bu Hasna memperhatikan manik mata Lily, wanita itu dapat melihat dengan jelas sorot mata kesedihan yang terpancar di sana."Lily kelihatan nggak semangat. Lily pasti tahu apa yang terjadi di rumah Bu Kamila sebelum dia ke sini sama Alma. Apa mungkin Lily melihat sendiri saat orang tuanya bertengkar?" batin Bu Hasna miris.Karena penasaran, Bu Hasna pun akhirnya bertanya pada sang cucu. Kepolosan anak kecil tidak akan menipu. Siapa tahu Lily akan mengatakan sesuatu padanya mengenai apa yang terjadi dengan Alma dan Lily di kediaman Bu Kamila."Lily, nenek boleh tanya sesuatu?" tanya Bu Hasna.Lily mengunyah makanannya pelan-pelan, seraya menatap ke arah sang nenek dengan mata bulatnya yang bening. "Mau tanya apa, Nek?" tanya Lily.Bu Hasna mengusap lembut rambut gadis kecil itu. "Lily kelihatan sedih. Apa terjadi sesuatu di rumah Oma Kamila?" tanya Bu Hasna dengan penuh hati-hati. "Kenapa Lily nggak ngajak Papa ke sini?"Lily terdiam sejenak. Bocah kecil itu hampir kesulitan menelan makanan karena terkejut dengan pertanyaan sang nenek.Gadis kecil itu mengingat kembali tentang pesan yang disampaikan oleh ibunya sebelum mereka datang ke rumah Bu Hasna. Lily akan memegang janjinya dan tidak akan mengatakan apa pun pada Bu Hasna, sesuai perintah Alma."Nggak ada apa-apa, Nek. Papa nggak bisa ikut soalnya Papa sibuk dan nggak mau diganggu. Lily mau nginep di sini sama Mama aja," oceh Lily dengan wajah polosnya."Lily sama Mama bawa barang banyak banget. Lily sama Mama mau nginep di sini lama, ya?" tanya Bu Hasna lagi."Lily nggak boleh nginep di rumah Nenek lama-lama?"Bu Hasna mengulas senyum tipis. Wanita paruh baya itu mulai bingung mencari cara untuk membujuk Lily agar mau mengatakan yang sebenarnya."Tentu Lily boleh menginap lama di rumah Nenek. Tapi nanti kalau Papa nyariin Lily gimana?"Wajah Lily terlihat murung. Wajar saja melihat pertengkaran orang dewasa membuat gadis kecil itu mengalami trauma. Apalagi Lily juga melihat ayahnya membentak ibu kesayangannya. "Papa nggak akan nyariin Lily," ucap Lily.Bu Hasna menepuk bahu gadis kecil itu dengan lembut. "Lily ... Lily boleh cerita apa aja sama Nenek. Lily beneran gak mau ngasih tahu Nenek soal Papa sama Oma?""Memangnya Oma sama Papa kenapa?""Lily nggak lihat Papa sama Mama berantem, kan? Lily lihat Oma marah-marah nggak tadi di rumah?"Lily hampir saja tersedak. Pertanyaan Bu Hasna membuat Lily gelagapan. Bocah kecil itu tak akan bisa berakting di depan orang dewasa."Ini minum dulu, Lily! Maaf ya Nenek malah ngajakin kamu ngobrol pas lagi makan begini," ucap Bu Hasna saya menyodorkan satu gelas minuman untuk cucunya. Lily kembali menyendokkan makanan ke mulutnya. Anak kecil berusia 7 tahun itu terlihat was-was saat menatap Bu Hasna. Sepertinya Lily takut jika Bu Hasna bertanya lebih banyak padanya."Apa Lily tadi udah minta izin sama Papa mau menginap di sini? Apa Oma tahu kalau Lily sama Mama mau menginap di sini?" tanya Bu Hasna lagi. Ini akan menjadi pertanyaan terakhir yang dilayangkan oleh Bu Hasna.Bu Hasna tidak ingin lagi memojokkan Lily dengan memberikan banyak pertanyaan pada anak kecil yang tidak bersalah itu."Papa tahu waktu Lily sama Mama pergi dari rumah," jawab Lily. Bocah itu mengikuti perkataan Alma dengan baik. Meski Lily tidak pandai bersandiwara, tapi Lily tidak membeberkan keributan besar yang terjadi di rumah Bu Kamila.Bu Hasna hanya bisa menghela napas. Tak mungkin wanita paruh baya itu memaksa anak-anak untuk bicara. Yang jelas, firasat Bu Hasna mengenai keretakan rumah tangga Alma makin menguat. "Lily, kenapa kamu juga ikut-ikutan berbohong sama Nenek?" batin Bu Hasna dibuat cemas oleh cucunya. "Habiskan makanan kamu, Lily. Setelah ini, kamu langsung istirahat, ya?" ucap Bu Hasna.Lily mengangguk dengan patuh. Bu Hasna segera membereskan piring kotor milik Lily dan mengantarkan bocah itu untuk beristirahat di dalam kamar.Selesai mengurus Lily, Bu Hasna pun beralih pada Alma. Wanita itu segera mengambilkan makanan untuk putrinya yang saat ini tengah berbaring di kursi kayu yang ada di ruang tamu. "Alma, makan dulu!" seru Bu Hasna pada Alma."Aku masih kenyang, Bu," tolak Alma halus.Bu Hasna pun menghampiri Alma di ruang tamu. Alma sama sekali tidak mau menyentuh makanan yang sudah disiapkan oleh Bu Hasna untuknya."Kamu yakin kamu nggak lapar? Kamu pasti belum makan, kan? Lily aja belum makan, nggak mungkin kamu udah makan," cetus Bu Hasna.Alma melempar senyum tipis pada sang ibu. "Aku emang belum makan, Bu. Tapi aku masih kenyang," ujar Alma.Bu Hasna hanya bisa pasrah. Wanita itu pun duduk di dekat Alma dan mengajak putrinya berbincang dengan wajah serius."Alma, kamu pasti menyembunyikan sesuatu dari Ibu, kan? Bilang sama Ibu, apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu lagi ada masalah sama Reno? Atau kamu ada masalah sama Bu Kamila?" tanya Bu Hasna.Alma langsung memalingkan wajah. Wanita itu tak mau bertatapan dengan ibunya."Ibu ngomong apa, sih? Aku nggak ada masalah apa pun sama Mas Reno. Aku juga nggak ada masalah sama Mama Kamila," ungkap Alma penuh dusta."Kamu yakin?""Ibu nggak perlu cemas. Aku baik-baik aja Bu. Aku ... cuma lagi pengen nginep aja di sini sama Lily. Sebentar lagi kan Ibu juga berangkat umroh. Aku sama Lily pengen nemenin Ibu sebelum Ibu pergi," ucap Alma.Alma sengaja berbohong pada Bu Hasna agar ia tidak membebani pikiran Bu Hasna. Sebentar lagi ibu kesayangannya itu akan berangkat ke tanah suci. Tentu Alma tidak ingin merusak kebahagiaan ibunya dengan memberikan kabar buruk mengenai rumah tangganya. Alma ingin Bu Hasna berangkat umroh dalam suasana penuh sukacita."Ibu nggak perlu cemas. Kalau ada apa-apa, aku pasti bilang sama Ibu," ujar Alma. "Sekarang Ibu fokus aja sama persiapan umroh Ibu."***#48"Saya serius sama kamu, Alma," sambungnya.Rafael mengeluarkan sesuatu dari sakunya, kemudian menyodorkannya pada Alma. "Saya selalu membawa cincin ini ke mana pun saya pergi. Saya harap, suatu hari nanti saya bisa menemukan waktu yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu. Saya rasa, hari ini adalah hari yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu, Alma."Alma tak dapat berkata-kata lagi. Lidahnya terasa sangat kelu. Dengan menyerahkan cincin tersebut, secara tidak langsung Rafael sudah menunjukkan keseriusannya pada Alma dan berniat untuk meminang Alma."Apa kamu mau jadi istri saya?" tanya Rafael bersungguh-sungguh.Alma masih tak percaya ia akan menerima lamaran secepat ini. Wanita itu menoleh ke arah Lily sebelum menjawab pertanyaan dari Rafael. "Saya tanya sekali lagi Alma, apa kamu mau menikah dengan saya?" tanya Rafael lagi. "Kamu nggak perlu jawab sekarang. Ta
#47Tok, tok!Reno mengetuk pintu perlahan. Saat ini pria itu sudah berdiri di depan rumah Bu Kamila.Butuh waktu lama bagi Reno untuk membuat keputusan ini. Setelah mempertimbangkan baik-baik, akhirnya pria itu pun pulang untuk menemui sang ibu. Reno ingin tahu bagaimana keadaan ibunya saat ini. Ia hanya mendengarkan setiap nasihat Alma padanya. Jika saja Alma tak pernah menasihatinya maupun memberi kabar tentang sang ibu, mungkin Reno tidak akan pernah berdiri di sini, saat ini."Mama masih tinggal di sini kan?" gumam Reno seraya celingukan ke kiri dan ke kanan. Pria itu tampak menelisik kondisi rumah yang terlihat sangat sepi, namun beberapa bagian dinding terlihat sangat kotor.Reno berdiri cukup lama di teras rumah. Tak ada satu orang pun yang muncul untuk membukakan pintu."Mama nggak ada di rumah, ya?" Reno membuka gagang pintu rumah tersebut, kemudian membukanya. Ternyata pintu
#46"Alma, mau pulang bareng saya? Kebetulan saya ada urusan di dekat rumahmu. Saya bisa antar kamu pulang sekalian," ajak Rafael pada Alma saat jam pulang kerja tiba.Ini bukan pertama kalinya Rafael menawarkan diri untuk mengantarkan Alma pulang. Tidak hanya mengantar pulang, Rafael juga makin sering mengajak Alma makan siang bersama.Setelah Rafael tahu kalau Alma sudah resmi bercerai dari Reno, Rafael pun makin gencar mendekati Alma. Rafael tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sebelum Alma jatuh ke pelukan pria lain, Rafael harus segera bertindak untuk mendapatkan hati Alma. Apalagi sang Mama juga sudah mendukung penuh mengenai kemauan Rafael untuk membuat Alma menjadi istrinya, sehingga Rafael tidak ragu lagi dalam menunjukkan perasaannya pada Alma."Terima kasih atas tawarannya, Pak. Tapi saya belum mau pulang. Saya juga masih ada urusan di luar," tolak Alma secara halus. Wanita itu masih enggan terhadap Rafael, seolah memb
#45Alma pulang ke rumah dengan perasaan kalut. Wanita itu tidak tega melihat Bu Kamila yang tertawa dan menangis sendirian di tengah jalan tanpa mengenakan alas kaki."Kenapa nasib Mamanya Mas Reno jadi begini?" gumam Alma.Meskipun Alma hanya mempunyai kenangan buruk dengan Bu Kamila, tapi Alma sama sekali tidak menyimpan dendam. Alma ikut sedih melihat kondisi Bu Kamila yang cukup memprihatinkan."Nduk, Ibu mau masak makan malam. Kamu pengen dimasakin apa?" tawar Bu Hasna pada Alma.Alma hanya diam. Wanita itu sibuk melamun, memikirkan Bu Kamila."Nduk, kamu dengar ibu nggak sih?" Bu Hasna menepuk pelan bahu Alma.Alma terkesiap. Wanita itu tersadar dari lamunannya. "E–eh, kenapa, Bu? Ibu butuh apa?" tanya Alma gelagapan.Bu Hasna mengulas senyum tipis. "Kamu lagi ngelamunin apa?" tegur sang ibu."Aku nggak melamun kok, Bu.""Kamu nggak perlu bohong, Alma. Bilang sama Ibu, kamu lagi mikirin apa?" desak Bu Hasna.Alma menarik napas dalam-dalam. Sepertinya, wanita itu harus memberita
#44"Emas-emasku pada ke mana?"Bu Kamila menatap wadah perhiasan miliknya yang sudah kosong. Wanita paruh baya itu terlihat linglung. Sepertinya Bu Kamila tidak sadar kalau ia sudah menjual semua emas-emasnya hingga ludes."Hilang ke mana emasku? Kenapa wadahnya kosong?" gerutu Bu Kamila mengomel sendiri di dalam kamarnya."Pasti jatuh di bawah lemari! Atau aku lupa naruh? Nggak mungkin ada pencuri masuk ke sini, kan?"Bu Kamila mengobrak-abrik seisi kamarnya. Wanita itu mulai uring-uringan, mencari perhiasannya yang sudah raib.Kamar Bu Kamila yang sudah berantakan pun makin terlihat acak-acakan. Tidak hanya kamar saja, beberapa ruangan lain yang ada di rumah tersebut juga tidak terawat.Sepertinya Bu Kamila mengalami stress berat setelah ditinggal oleh putranya. Demi menyambung hidup, Bu Kamila terpaksa menjual harta benda miliknya, termasuk emas-emas yang ia punya. Sekaran
#43Alma melirik ke arah jam dinding. Wanita itu sudah berpakaian rapi dan siap untuk pergi ke suatu tempat.Hari-hari berlalu begitu cepat tanpa ia sadari. Setelah melewati drama yang panjang, akhirnya tiba saatnya Alma untuk berjumpa dengan sang suami di meja hijau.Hari ini adalah hari sidang pertama perceraian Alma dan Reno. Sebentar lagi, Alma benar-benar akan lepas dari cengkraman Reno."Udah jam segini. Aku harus berangkat sekarang," gumam Alma.Alma melangkah menuju ke ruang sidang dengan senyum cerah. Wanita itu sudah siap menyambut lembaran hidup barunya dengan status baru."Semoga sidang hari ini lancar!"Alma berpapasan dengan Reno di depan pintu masuk ruang sidang. Alma langsung membuang muka begitu ia melihat sang mantan suami. Keduanya masuk secara bersamaan ke ruang sidang. Alma dan Reno membeberkan satu persatu alasan mereka ingin berpisah. Beruntung sidang dapat berjalan dengan lancar tanpa di