Share

Talak

#4

Plak!

"Kamu memang benar-benar udah gila!" seru Reno keras.

Kali ini Reno yang menampar pipi Alma. Untuk yang pertama kalinya, pria itu melayangkan tamparan pada sang istri. Alma terkesiap dengan apa yang terjadi tiba-tiba padanya. 

Ia memegangi pipinya yang terasa panas akibat ulah sang suami barusan. "Kamu menamparku, Mas?" Alma masih tak percaya dengan apa yang barusan terjadi.

"Karena kamu sudah mulai kurang ajar! Mama ini adalah ibuku, seharusnya kamu lebih bisa menghargai ibuku!" seru Reno semakin memperkeruh suasana.

"Jadi apa kamu pikir aku yang salah dalam hal ini, Mas? Bukan mulut ibumu atau kamu yang keterlaluan, dan gak bisa melerai kami?" Alma menahan emosinya susah payah demi melontarkan pertanyaan itu. Sakit. Rasanya sangat sakit, tamparan di pipi itu menyadarkan Alma jika posisinya tak lebih dari orang lain yang tiba-tiba menjadi keluarga oleh ikatan pernikahan.

"Kamu yang keterlaluan dan sudah gila, Alma! Apa kamu mau menyombongkan diri kalau kamu bisa bekerja, cari uang sendiri lalu pamer ke orang lain kalau kamu bisa mengumrohkan ibumu, hah!" pekik Reno lagi yang sudah terbutakan oleh emosi.

"Cukup, Mas!" teriak Alma. Kata-kata Reno sudah meruntuhkan seluruh hati Alma saat ini. Porak poranda sudah keteguhan hatinya selama ini, padahal dia belum menjelaskan suatu kata pun pada sang suami tentang ibunya yang akan umroh.

"Lihat, Ren! Istrimu itu memang dari awal sudah kurang ajar! Mama kan sudah bilang jangan menikahi dia yang gak selevel dengan kita, tapi kamu ngotot, dan lihat hasilnya sekarang!" seru Bu Kamila masih mengompori Reno. 

Reno yang sedang dibutakan emosi pun lantas membenarkan ucapan sang ibu.

"Aku menyesal menikahimu!" ucap Reno pada akhirnya, dan lebih membuat hati Alma teriris.

"Malam ini juga aku talak kamu Alma Rahmawati binti Sujatmiko, kamu bukan istriku lagi!" Reno mengucapkan talaknya dengan sungguh-sungguh. Pria itu tidak berpikir panjang tentang apa yang dikatakannya saat ini.

"Bagus, Ren! Memang seharusnya kamu ceraikan dia sejak dulu!" timpal Bu Kamila sambil mengulas senyum kemenangan. 

Sedangkan Alma, dia berusaha bangkit saat ini. Talak yang terucap dari mulut sang suami sudah sangat jelas. Tanpa paksaan siapa pun, Reno menalaknya.

"Baik, Mas. Aku terima talakmu itu," sahut Alma masih berusaha tegar. Wanita itu kemudian berdiri dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, dan berniat untuk ke kamar, membereskan pakaiannya dan pulang ke rumah ibu.

"Aku harap kamu gak akan menyesal suatu saat nanti, Mas." Alma menatap tajam ke arah sang suami. Wanita itu kini berganti menatap ke arah wanita paruh baya yang berhasil menghancurkan rumah tangganya dengan Reno. 

"Asal Mama tahu, ibuku mengumpulkan semua uang pemberian dari sisa gajiku untuk ditabung dan dikumpulkan. Aku bahkan gak pernah tahu kalau Ibuku ingin pergi umroh dengan tabungan itu. Jadi, jaga mulut Mama dan jangan pernah mengatakan hal yang bukan-bukan tentang ibuku. Bukankah jatah bulanan dari anakmu itu lebih besar dari apa yang seharusnya dia kasih pada istri dan anaknya? Harusnya Mama sedikit tahu diri sudah merenggut apa yang seharusnya menjadi hakku dan Lily!" Alma berteriak panjang lebar menumpahkan semua emosi yang sudah menggunung.

"Kurang ajar kamu!" pekik Bu Kamila tak terima dengan perkataan Alma. Ia hendak menampar Alma lagi, tapi sebuah teriakan terdengar dari arah pintu masuk dapur.

"Oma, jangaaann! Jangan pukul Mama, huhuhu …." Lily yang sejak tadi mendengar keributan para orang dewasa itu tak kuasa lagi untuk diam saja. 

Bocah kecil itu tak mau sang Mama disakiti lagi. Ia langsung menghambur mendekati Alma dan memeluknya erat. 

Alma membalas pelukan Lily. Ia sungguh tak mau Lily melihat semua ini, tapi apa yang terjadi, sudah terjadi. 

"Lily, kenapa kamu turun, Nak? Kenapa gak tunggu di atas aja?" tanya Alma lembut setengah berbisik. 

"Lily mau di sini sama Mama," ucapnya yakin. 

"Ini lagi si Bocah, ikut-ikutan! Sana, mending kamu pergi saja sama Mamamu yang gak tau diri itu!" seru Bu Kamila menatap kejam ke arah sang cucu. Seolah tidak ada kasih sayang seorang nenek lagi yang ada padanya. 

"Aku memang mau pergi dari sini!" tukas Alma berani. Alma yang sudah tidak tahan lagi berada di sana pun lantas mengajak Lily untuk pergi dari tempat itu. Keduanya melangkah naik ke lantai atas dengan kondisi Lily yang masih terisak akibat bentakan dari Bu Kamila. 

Reno hanya terdiam seribu bahasa saat melihat istri yang telah ditalaknya juga buah hatinya berlalu begitu saja di hadapan matanya. Hatinya seakan dibiarkan mati dimakan oleh emosi. 

"Ma, kenapa Oma jahat banget sama kita?" tanya putri kecil Alma itu di sela isak tangisnya. 

"Ma, kenapa Papa juga diam aja gak ngebela kita?" Lily kembali bertanya, namun jawaban yang diharapkan oleh gadis itu nyaris tidak ada. Alma hanya bungkam sepanjang langkah kaki mereka menaiki undakan tangga. 

Lily tampak lebih tenang ketika mereka sudah berada di kamar. Alma tampak mengeluarkan sebuah tas besar dari dalam lemari. Setelahnya wanita itu mulai membereskan pakaian miliknya juga Lily ke dalam tas itu. 

"Kita mau ke mana, Ma?" tanya Lily yang sudah mulai tenang suaranya. 

"Malam ini kita tidur di rumah nenek aja ya, Sayang. Tapi janji sama Mama, Lily gak boleh ceritain apa yang terjadi tadi ke Nenek, ya?" pinta Alma sambil menatap wajah putri kecilnya itu dengan lekat.

Lily hanya mengangguk sebagai responnya. 

Alma kembali melanjutkan aktivitasnya membereskan barang, lalu tiba-tiba saja Reno masuk ke kamar dengan membanting pintu cukup keras.

"Kamu mau ke mana, hah?!" pekik Reno keras, bahkan jari telunjuknya menunjuk tepat di wajah Alma.

"Apa kamu lupa kalau tadi kamu sudah menalakku, Mas! Aku sudah bukan istrimu lagi," ucap Alma dengan sisa keberanian dalam dirinya.

"Kamu boleh pergi, asal jangan bawa Lily! Silakan pergi dari sini sendirian!" seru Reno tak mau mengalah.

Lily menangis. Bentakan yang baru pertama kali didengarnya itu amat sangat mengguncang mentalnya.

"Apa pun yang terjadi, Lily akan ikut denganku!" ujar Alma. Dia tidak akan pernah membiarkan Lily tinggal dengan Reno maupun Bu Kamila. 

"Halah! Emangnya kamu mampu menghidupi Lily, hah! Gajimu itu gak seberapa, Alma! Kamu tanpa gajiku bisa apa memangnya!" ucap Reno menyombongkan dirinya.

Alma menghirup napasnya dalam-dalam. Ucapan Reno sudah sangat menyinggung perasaannya. Tiap kata yang terucap bagaikan belati tajam yang siap mencabik-cabik hatinya.

"Memangnya berapa yang kamu kasih untukku perbulan, Mas? Apa kamu pikir aku gak bisa bertahan hidup hanya mengandalkan gajiku? Aku bisa! Buktinya saat kamu kasih uang bulanan Mama lebih besar daripada untukku dan keperluan rumah aku bertahan selama ini!" ucap Alma yang sudah muak dengan segala hinaan sang suami.

"Gajimu 7 juta, kamu kasih Mama 5 juta tiap bulan selama kita menikah. Lalu, kamu hanya kasih aku 1,5 juta perbulan selama ini. Sadar gak, kalau kamu itu gak adil, Mas! Kamu udah menzalimi istri dan anakmu sendiri!" 

"Diam kamu, atau kutampar mulutmu!" sergah Reno emosi. Ia marah karena ucapan Alma tidak semuanya salah. 

"Baiklah kalau kamu pergi, silakan bawa anak itu, Alma. Tapi jangan harap aku akan kasih nafkah anak itu! Silakan kamu hidupi sendiri anak itu!" ucap Reno penuh penekanan. 

"Sampai mati pun aku dan Lily gak akan pernah mengemis nafkah darimu! Camkan itu, Mas!" Alma berucap penuh percaya diri. Ia yang sudah selesai membereskan barang pun lantas menggandeng tangan Lily dan segera mengajaknya keluar dari rumah yang menurutnya sudah seperti neraka itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status