"Aira pingsan ...." tiba-tiba terdengar suara bu Indarti berteriak panik."Ra ... bangun, Ra? Kamu kenapa Ra?" Bu Indarti menyandarkan kepala Aira di pangkuan bu May kemudian berlari mengambil minyak kayu putih. Zayen hanya bengong memandang istrinya yang tiba-tiba ambruk. Dia tidak tau harus berbuat apa. "Zayen ... sini! Kamu gimana sih? Kok diam aja dari tadi. Lupa apa, kalau sudah punya istri?" Bu May langsung mengomeli Zayen yang tidak berinisiatif mendekat."Oh, ya Bu, Maaf!" Zayen gelagapan sendiri. Akibat berhayal yang tidak-tidak dia jadi di omelin. Zayen segera meraih botol aqua lalu beringsut mendekat. Dibuka tutupnya dan dituang sedikit ke telapak tangan. Lalu di percikkan ke wajah Aira. "Astagfirullah, kaya Mbah Dukun yang ngobati pasien aja kamu!" Bu may ngomel lagi melihat kelakuan Zayen.Zayen jadi bingung mau berbuat apa. Bu Indarti dan Bu May bergantian menggosok-gosokkan minyak kayu putih ke telapak kaki dan tangan Aira. Sekali-sekali botol minyak kayu putih yang
Perlahan mobil yang mengantarkan pasangan pengantin baru tersebut bergerak meninggalkan Kota Samarinda. Sepanjang perjalanan tidak ada canda atau tawa, yang menyiratkan kebahagian sepasang insan yang pergi berbulan madu. "Mbak sama Masnya, tegang amat," celetuk driver travel yang matanya naik turun bergantian memandang jalan dan kaca.Senyum di bibir Zayen sedikit terkembang, lalu hilang saat ujung mata Aira meliriknya tajam. "Mau di putarin lagu apa biar rilexs?" Lanjut sang driver ingin menawarkan kenyamanan untuk penumpangnya."Terserah situ," jawab Aira karena sedang malas berbicara."Kalau gitu lagu kesukaanku, gak papa ya mbak?" Tanyanya lagi."Uuh, apa semua sopir memang banyak omong? Sudah ku bilang terserah, suka-suka Bapak!" Jawab Aira dengan tekanan pada kata sopir. Sekilas Aira melirik Zayen dengan dongkol yang tertahan.Zayen berpura-pura tak mendengar ucapan Aira. Ia berlagak asik menikmati perjalanan dengan melihat-lihat keluar.Pak Sopir memilih-milih kaset dengan
**Zayen bangun untuk membersihkan diri, membuka koper lalu menarik lipatan handuknya. Walaupun di hotel sudah di sediakan handuk, tapi karena di koper ada handuk sendiri Zayen lebih memilih memakai miliknya pribadi. Tiba-tiba botol obat perangsang ikut melompat keluar koper, bersamaan dengan tarikan handuknya."Siapa ya yang masukin pakaianku, kok obat sialan ini ikut juga, kalau Pak Gun atau Bu May,aduh! Tapi semoga mereka enggak paham ini obat apa."Pikiran Zayen berkelana hingga tak menyadari botol tersebut berguling dan berhenti tepat di dekat jempol kaki Aira yang sedang menjuntai di sofa.Tangan Aira lekas mengambil botol tersebut dan memandangnya sambil memicingkan mata."Obat apa ini?" "Emm ... anu, itu obat ... a-anu ...."Zayen yang tak menyangka botol tersebut juga di sertakan oleh majikannya dalam koper jadi gagu menjawab, karena tidak ada persiapan ber bohong untuk satu hal tersebut. Beruntung sebelumnya dia sudah melepas gambar yang menempel di botol luarnya sehingga t
Setelah meneguk minuman yang sudah tercampur dengan obat, Aira menarik nafas panjang sambil merebahkan kepalanya di bantal kembali. Kakinya berselonjor, dan dari ujung kaki hingga kepala ditutupnya dengan selimut. "Semoga aku bisa lelap seperti manusia sok kaya di atas itu!" Aira membatin sambil memiringkan tubuhnya membelakangi tempat tidur Zayen.Pukul 02.00 dini hari, nyeri di perut Aira mulai berkurang, tapi ada hawa aneh yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Hawa panas tapi membuatnya berkeringat dingin. Dibukanya selimut supaya hawa panasnya berkurang, tapi tulangnya terasa dingin. Aira duduk, meringkuk memeluk kedua lutut, sambil menyandarkan kepalanya ditepi pembaringan. Diliriknya Zayen yang sedang tertidur pulas."Kalau diperhatikan, dia ganteng juga," tiba-tiba hati Aira yang keras dan pongah berbisik nakal."Uh! Pikiran apa ini? Jangan ikuti bisikan setan. Enggak ... enggak ... enggak! Aku enggak boleh begini, dia pembohong! Penipu! Jangan sampai segelku rusak ditangan penip
"Ayolah, jangan bangun sekarang, dek! Ini bukan waktu dan orang yang tepat. Pleasee! Ini saatnya tidur," Zayen berguman pada masa depannya yang mulai naksl sambil menutup mata rapat-rapat. Ia memikirkan cara melepaskan diri dari Aira.Pelan-pelan Zayen menurunkan tangan kiri Aira, lalu pindah dan bertukar tempat membelakangi Aira. Aira yang hanya berpura-pura, menyadari perubahan reaksi Zayen akibat aksinya sendiri. Sekuat tenaga Aira berusaha menetralkan perasaanya, tapi Aira tak mampu menahan diri. Aira kembali berbalik dan memeluk Zayen dari belakang.Zayen merasa aneh, dan membuka matanya pelan-pelan. Ia kaget setengah mati begitu pandangannya tertuju ke meja tempat air minum. Botol obatnya hanya tersisa separuh. "Berarti ... dia ...."Zayen mengeleng-gelengkan kepalanya saat menyadari apa yang terjadi, kenapa Aira ada di atas dan memeluknya. Zayen mulai paham, Aira hanya berpura-pura menggigau."Sumaira, bangun! Enggak usah-pura!" Zayen berbisik pelan di telinga Aira yang masih
Byurrrr ....Aira terlempar ke kolam tanpa perlawanan. Zayen yang sudah merasa menang bersiap-siap kembali ke kamar. "Zay ... Za-yen! To-long! To-long!"Zayen menghentikan langkahnya mendengar suara Aira meminta tolong yang terputus-putus di sela kecipak suara air yang tak beraturan. Zayen membalikkan badannya segera. Dilihatnya kepala Aira timbul tenggelam, dengan kedua tangan terulur ke atas."Astaga! Aku enggak pernah bertanya dia bisa berenang atau enggak selama ini! Mati anak orang!" Zayen langsung panik melihat Aira yang sudah mau tenggelam.Byuuurrrrr ....Tanpa pikir panjang Zayen ikut menceburkan dirinya ke dalam air kolam yang dingin. Secepat mungkin Zayen mendekati Aira. Tangan kirinya langsung meraih pinggang Aira, dan ditopangkan perut Aira di bahunya. Lalu dengan sekuat tenaga tangan kanannya mengayuh di air supaya cepat sampai ke tepi. Nafas Zayen terengah-engah begitu sampai ditepi kolam. Tangan kanan menahan tubuhnya, perlahan ia merebahkan Aira yang terlihat lemas
"Uhuk! Za-yen ...." Terdengar suara Aira memanggilnya lirih. Zayen mendekat, ia lega akhirnya Aira sudah sadar. Ia memberanikan diri mendekati istrinya."Emm ... Ma-maaf ya, Ra!, Ak-aku enggak tau kalau Kamu, gak bisa berenang."Zayen berbicara dengan terbata-bata karena merasa bersalah. Aira hanya diam sambil membalikkan badan enggan melihat ke arah Zayen."Marahkah dia?" Zayen bertanya dalam hati."Ra, maaf!" Zayen duduk disebelah Aira dengan kaki menjuntai ke bawah. "Ra ..."Hening.Wanita, jika marahnya sambil berbicara tanpa berhenti berarti masih normal. Tetapi jika marahnya wanita tanpa mengeluarkan suara lagi, itu berbahaya. Di atas Normal. Begitu pikir Zayen, karena sering melihat meme yang sering berseliweran di status WA maupun Facebook teman-temannya."Ra, maaf! Aku ngapain? Buat nebus kesalahanku tadi?" Suara Zayen mulai memelas karena benar-benar merasa bersalah.Aira membalikkan tubuhnya, dan menatap Zayen dengan nanar."Pijitin Aku, dari kaki sampai kepala!"Aira mel
Diluar dugaan, Zayen mengirim pesan lebih dulu pada Aira agar menunggunya pada pukul 09.00 pagi. Zayen mengirim pesan tanpa penjelasan mau kemana ataupun dimana keberadaannya saat itu. Karena penasaran, Aira langsung bersiap-siap dan menunggu di depan hotel seperti yang diperintahkan Zayen. Hampir setengah jam menunggu, akhirnya sebuah mobil Avanza berwarna silver menepi menghampiri."Woy, Ra. Bengong aja. Cepat masuk!" Kepala Zayen menyembul keluar setelah kaca mobil di turunkan.Wajah Aira berubah masam. Dengan kaki yang dihentak-hentakkan, Aira melangkah menuju mobil. Aira lebih memilih membuka pintu depan dan duduk di sebelah driver grab yang di sewa Zayen."Loh, Mbak jangan duduk di sini, di belakang aja sama Masnya," protes Driver."Tapi aku pengennya, disini!" jawab Aira ketus."Tapi enggak boleh, Mbak! Penumpang harus duduk di belakang.""Kata siapa?" Aira mulai dibuat kesal."Kata Masnya," ucap Driver polos sambil mengerlingkan mata ke Zayen."Pokoknya, Aku tetap di sini!" A