"Aira pingsan ...." tiba-tiba terdengar suara bu Indarti berteriak panik.
"Ra ... bangun, Ra? Kamu kenapa Ra?" Bu Indarti menyandarkan kepala Aira di pangkuan bu May kemudian berlari mengambil minyak kayu putih. Zayen hanya bengong memandang istrinya yang tiba-tiba ambruk. Dia tidak tau harus berbuat apa. "Zayen ... sini! Kamu gimana sih? Kok diam aja dari tadi. Lupa apa, kalau sudah punya istri?" Bu May langsung mengomeli Zayen yang tidak berinisiatif mendekat."Oh, ya Bu, Maaf!" Zayen gelagapan sendiri. Akibat berhayal yang tidak-tidak dia jadi di omelin. Zayen segera meraih botol aqua lalu beringsut mendekat. Dibuka tutupnya dan dituang sedikit ke telapak tangan. Lalu di percikkan ke wajah Aira. "Astagfirullah, kaya Mbah Dukun yang ngobati pasien aja kamu!" Bu may ngomel lagi melihat kelakuan Zayen.Zayen jadi bingung mau berbuat apa. Bu Indarti dan Bu May bergantian menggosok-gosokkan minyak kayu putih ke telapak kaki dan tangan Aira. Sekali-sekali botol minyak kayu putih yang sudah terbuka didekatkan ke hidung Aira.Perlahan mata Aira mulai terbuka. Tiba-tiba Aira langsung terlonjak duduk dengan tegak. Orang-orang terkejut bukan kepalang, hingga beberapa di antaranya langsung mundur."Aira ... Ra, kamu kenapa? Sadar, Ra! Istigfar!" Bu May memegang tangan Aira."Nyebut Ra, nyebut nduk," ucap Bu Indarti penuh nada khawatir.Aira masih saja diam tak bergeming. Matanya nanar menatap Zayen, seperti mata kucing melihat seekor tikus. Tiba-tiba tangan kanannya menampar pipinya sendiri dengan keras sampai memerah. Lalu lengan kirinya di cubit sampai berbekas."Aww! Sakit!" Aira meringis sendiri sambil mengusap pipi dan tangan bekas cubitannya."Kenapa dia jadi begitu? Apa ada ritual adatnya yang kelewat, bu?" Bu May berbisik di telinga Bu Indarti."Sepertinya, enggak ada Bu. Saya juga bingung, kenapa jadi begini," dahi bu Indarti mengernyit memandang wajah Aira."Coba kamu pegang tangan Istrimu," ucap bu May sambil berpaling menatap Zayen.Zayen mendekat dan menggapai tangan Aira perlahan. Tapi tiba-tiba Aira menarik tangannya dengan kasar. Kemudian memeluk bu Indarti sambil terisak-isak."Aira pikir ini mimpi, Bu! Ternyata bukan ...." ucap Aira lirih."Oalah ... Ra, Ibu kira kamu kesurupan tadi pas sadar. Ternyata kamu cuma kaget ya, Nduk," Bu Indarti tersenyum lega sambil mengusap rambut Aira."Ya Allah, Aira! Ibu juga ngira kamu kesurupan. Ternyata cuma shock, toh!" Bu May terkekeh geli.Semua yang menyaksikan juga terkekeh geli, kecuali Aira dan Zayen."Ibu dulu juga sempat enggak kuat, ketika pertama kali melepas status lajang menjadi istri orang, Ra. Tapi ya enggak separah kamu lah! Kamu iniiih ... benar-benar parah shocknya," lanjut Bu May sambil terus terkekeh."Iya nih, Aira. Bikin kaget aja. Aku dulu shocknya cuma sebatas nangis aja, Ra! Enggak pake pingsan-pingsan segala," Bu indarti ikut meledek.Aira cuma tersenyum kecut, dan bertambah kecut saat Zayen menyodorkan segelas air minum untuknya. Bila hanya berdua, sungguh tak sudi Aira menyambut air minum yang di berikan Zayen. Setelah meminum seteguk air, Aira merasa lebih nyaman. Sekuat tenaga ia berusaha untuk tetap tersenyum. Setidaknya sampai orang-orang yang ada di situ pulang.Pak margono mendekat ke arah mereka berdua sambil mengulum senyum. Ia datang sambil menyodorkan sebuah amplop berwarna putih."Surprise! Ini tiket buat bulan madu dari kami." Pak Margono menyerahkan Amplop putih yang di bawanya pada Aira. Aira yang penasaram, langsung membuka Amplop tersebut. Perlahan tangannya mengeluarkan 2 buah tiket dengan gambar sebuah hotel."Uhuuuk ...." Aira yang mengeluarkan isi amplop sambil minum, terbatuk dan airnya menyembur keluar mengenai wajah suaminya."Astaga, Ra!" Zayen ingin mengumpat lebih banyak, tapi urung karena orang-orang malah tertawa melihat kejadian yang mereka alami sebagai pengantin baru. Zayen bergegas meraih tisu dan membersihkan wajahnya dengan gusar yang tertahan."Belum sehari, bagaimana sebulan, Tuhannn!" Zayen meringis dalam hati."Suprise ke 2, buat perjalanan ke Balikpapan menuju hotel nanti kami siapkan mobil buat antar jemputnya," sambung Pak Gunawan mengagetkan Aira dan Zayen."Balikpapan?" Aira dan Zayen serentak menoleh ke arah Pak Gun."Ya iyalah, yang jauh-jauhlah sedikit dari Samarinda," ucap Pak Margono menjawab."Ehm, makasih, Pak. Jadi enggak enak merepotkan," ucap Zayen sambil menunduk. Menyembunyikan senyumnya yang sangat terpaksa.Aira menarik nafas panjang. Ia memandang tiket yang ada di tangannya. 'F*r Po*t by She **ton Balikpapan' terpapang dengan jelas di kertas tersebut. Hati Aira bertambah mendung melihat durasi yang di berikan oleh majikannya selama seminggu."Ayo, kalian masuk kamar! Ganti baju lekas berangkat, semua bajumu buat disana, sudah ada di koper dalam mobil" Bu Indarti menepuk bahu Aira yang sejak tadi banyak diam."Iya, mesra-mesraannya nanti di sana aja ya, seminggu loh!" Bu May menggoda pasangan pengantin baru tersebut.Wajah Aira bersemu merah. Antara malu dan menahan kesal. Begitu banyak surprise yang di dapat di hari pernikahannya. Tapi sayang, tak satupun yang bisa dinikmati.Aira begegas ke kamarnya. Ia sudah tak tahan berpura-pura di depan banyak orang. Gerah dan marah bercampur menjadi satu, membuat Aira ingin segera melepas baju kebayanya. Zayen mengikuti langkah Aira dari belakang dengan terpaksa. Merasa Zayen mengikuti langkahnya, Aira makin mempercepat langkah. Cepat-cepat ia masuk dan mengunci kamarnya dari dalam.Tok ... tok ... tok ....Terdengar suara pintu di ketuk. Aira tau itu pasti zayen. Tanpa berniat membuka pintu, Aira masuk ke kamar mandi dan mengguyur seluruh tubuhnya dengan air. Aira tidak perduli Zayen yang terus memanggilnya dari luar."Ra, buka! Aku juga mau ganti baju," suara Zayen terdengar dari luar.Aira bukan tak mendengar, hanya sengaja menutup pendengarannya dengan menimba air sesering dan secepat mungkin lalu mengguyur ke seluruh tubuhnya. Puas melampiaskan kekesalannya melalui air dan gayung, Aira segera keluar dan berpakaian. Beberapa saat Aira duduk di depan cermin, melirik peralatan pemikat yang dipakainya selama mendekati Zayen. Aira meraih lipstik, bedak, maskara, dan peralatan makeup lainnya, sekejap benda-benda tersebut melayang ke tong sampah."Berdandan buat laki-laki kere seperti Zayen cuma ngabisin waktu aja!" Dengkusnya sambil meraih tas kecil lalu menyelempangkan di badan. Ia membuka kunci pintu kamarnya dan segera keluar."Mau ngapain bengong di situ!" Sentak Aira melihat Zayen masih berdiri di depan pintu kamarnya."Mau mandi terus ganti baju, lah! Emang kamu aja," jawab Zayen dengan santai.Aira tak menggubris lagi ucapan Suaminya. Ia hanya melirik sekilas, di tangan Zayen memegang baju. Kemudian Aira meninggalkan Zayen di kamarnya dengan langkah cepat.Tapi beberapa langkah kemudian dia kembali berbalik setengah berlari menuju kamar. Aira menerobos masuk dan mendekati Zayen. "Benar dugaanku!" Gumam Aira sambil berkacak pinggang."Jangan sekali-sekali sentuh barang milikku!" Sentak Aira lagi sambil melotot memandang Zayen dengan tajam."Siapa yang suruh pakai handukku?" ucap Aira dengan nada marah sambil menarik paksa handuk yang melilit di tubuh Zayen."Aaaaaaa ... Astagfirullah, Astagfirullah, ampuni aku ya Allah, sial! sial! Sial!" Aira menjerit histeris begitu menyadari benda keramat milik Zayen yang berada di dalam handuk sedang lepas dari sangkarnya. Aira menutup wajahnya dengan handuk yang di tariknya paksa dari Zayen.Zayen yang tak menyangka Aira akan menarik handuknya, jadi melongo dalam keadaan bugil."Aaaa ... pasang! Pasang!""Apanya?" Zayen yang panik melihat Aira melompat-lompat lupa dengan keadaannya sendiri."Pasang ... pasang ... itu! Itu! Tutuuuuup!" Aira menjerit dan melompat-lompat sambil menutup telinga seperti anak kecil yang takut mendengar suara ledakan balon. "Astaga!"Zayen yang baru menyadari penyebab kehisterisan Aira, buru-buru memungut dan memasang kembali celana yang tadi di kenakannya di depan penghulu. Di bekapnya mulut Aira yang masih saja teriak-teriak dengan cepat."Sttttt ... Ra! Jangan nyaring-nyaring coba. Udah pake celana aku. Masih banyak orang di luar!" Zayen panik sambil membekap mulut Aira dengan tangannya. Tentu saja ia sangat takut jika banyak orang mendengar."Ada apa? Kok Aira teriak- teriak?" Suara wanita bertanya.Ternyata di pintu sudah menyembul empat kepala manusia, majikan mereka berdua. Tentu saja mereka sangat heran melihat kelakuan pengantin baru tersebut. Lalu mereka berempat mundur dengan malu-malu ketika melihat ke lantai. Kain berbentuk segitiga piramida milik Zayen tergeletak seperti bingkai kacamata yang terpisah dengan kacanya.Akibat buru-buru menenangkan Aira, Zayen hanya memakai celana luarnya saja. Pak Gun, Bu May, Pak Margono dan Bu Indarti akhirnya mundul alon-alon sambil mengulum senyum."Zay, nanti aja di hotel kenapa? Masih siang juga, ini. Enggak sabar banget," ucap Pak Gun disambut gelak tawa yang lainnya."Tuh, kan. Apa kubilang? Volume suaramu kekencangan. Aku yang malu!"Zayen berkata sambil melepaskan tangannya dari badan Aira. Ia memandang Aira dengan perasaan jengkel karena membuatnya malu."Makanya jangan lancang main pake aja barang orang!" Aira menjawab sengit."Kamu juga lancang, main liat aja barang orang!" Jawab Zayen tak mau kalah.Aira bergidik mendengar ucapan Zayen barusan. "Cepatan! Nanti aja mandi di sana! Kelamaan," ucap Aira sambil mendelikkan mata lalu melangkah keluar meninggalkan Zayen.Zayen memungut kembali baju dan kain segitiga miliknya. Daripada di semprot lagi, Zayen mengikuti saja perkataan istrinya supaya mandi di sana. Zayen juga tidak ingin memakai handuk Aira lagi. Ia hanya mengganti baju dan celana dengan setelan santai, kemudian bergegas ke depan untuk berpamitan.Majikan mereka berdua memang kompak. Semua persiapan sudah matang ada di dalam mobil travel yang sengaja di carter oleh pak Gun. Jika saja pernikahan tersebut benar-benar di inginkan, mungkin mereka adalah pasangan yang paling bahagia saat ini. Selayaknya pengantin baru yang pergi berbulan madu, Aira dan Zayen berpamitan dengan takzim pada majikan mereka."Nanti di sana jangan fokus di hotel aja kalian berdua, disana banyak tempat wisata yang romantis," pesan pak Margono ketika bersalaman dengan zayen."Iya Zay, bawa istrimu menikmati kota balikpapan. Sore-sore santai di melawai romantis loh, atau ke pantai Manggar juga bagus mandi berdua," kata Pak Gun sambil mengerdipkan mata ke arah Zayen."Happy selalu ya, Zay, Ra!" Ucap bu May dan diamini oleh Bu Indarti.Zayen dan Aira mengangguk sambil mengucapkan terima kasih. Dengan langkah berat keduanya memasuki mobil yang akan mengantarkan mereka berbulan madu ke Balikpapan, kota yang terkenal dengan kilang minyaknya.4 tahun kemudian ....Sebuah keluarga kecil beranggotakan 4 orang melangkah turun dari pesawat. Kedua orang tuanya tersenyum lebar, doa mereka terkabul untuk bisa kembali menjajakkan kaki di pulau Kalimantan.Setengah berlari mereka mengejar langkah kedua bocah yang tak pernah lelah berlari."Ragil ... Rasya ... jangan lari-lari terus, bunda capek, Nak!" Seru Ibunya yang menggunakan baju gamis berwarna merah maron dengan jilbab hitam. Ia nampak kesulitan, mengejar dua bocah yang sedang lincah-lincahnya.Sang Bapak, yang mengenakan jaket berwarna senada, hanya geleng-geleng kepala sambil tertawa melihat tingkah kedua bocahnya.Dari jauh tampak dua orang berdiri, untuk menyambut kedatangan mereka. "Ibuuuu ....""Airaaa ...."Kedua wanita tersebut saling berpelukan menumpahkan kerinduan. Sementara kedua bocah yang tadi berlari-lari menyembunyikan wajah di belakang ayahnya."Hey, Ragil! Rasya! Sini ... ini juga Nenek dan Kakek" ucap Aira memperkenalkan Bu Indarti dan Pak Margono pada ked
Aira dan Zayen baru saja selesai salat subuh. Zayen masih saja mengajak Aira bermanja-manjaan dan melarang Aira keluar dari kamar. Aira terpaksa menuruti kemauan bayi besarnya tersebut."Zayen, Bank jauh gak dari sini?" Tiba-tiba Aira bertanya.Zayen diam tak menjawab."Zayeeen! Dengar enggak sih Aku nanya!" Sungut Aira kesal."Enggak!""Enggak kok jawab.""Panggil Aku, Mas dulu ... baru aku jawab!""Hedeeh! Iya ... iyaaa ... Mas Zayen Zeyeeeenggg. Bank jauh enggak dari sini?""Mau ngapain ke Bank?"Aira duduk di samping Zayen dan meraih tangan suaminya. "Kalau aku panggil sayang aja, enggak papa kan?"goda Aira tanpa menghiraukan pertanyaan Zayen sebelumnya."Terserah dah, penting jangan panggil nama, ya! Mau ngapain ke Bank?" Ulangnya."Ya ... ya ... ya ... Sayaang, tadi malam, Bu Indarti transfer uang kita yang udah masuk untuk bayar rumah sama motor yang disana dia bayar juga. Karena rumahnya sekarang ditempatin sendiri ama Niko, jadi uang kita total di ganti.""Oh, Gitu! Tapi bia
Zayen melihat raut wajah istrinya yang nampak gelisah. Ingin sekali ia membawa istrinya ke kamar dan bertanya. Tapi kerabat dan tetangga masih datang silih berganti. Bisa jadi bulan-bulanan dia, jika siang bolong ketahuan mengajak Aira ke kamar.Zayen tersenyum sendiri, ingat bagaimana pernikahan pertamanya dengan Aira yang penuh kepalsuan, bagaimana Aira pingsan setelah ia mengucapkan Ijab qobul, bagaimana mereka bertengkar sepanjang bulan madu yang penuh kepalsuan.Zayen sedikit heran dengan reaksi sebagian orang. Ia diam-diam memperhatikan mereka seperti menemoohkan istrinya. Mungkin itu sebabnya Aira gelisah. "Ah ... lambat kali matahari tenggelam," gumam Zayen dalam hati.Menjelang Ashar, kerabat sudah mulai pulangan. Rumah mereka mulai sepi. Aira dan Alya membersihkan sisa-sisa piring kotor yang belum di cuci. Sebagian tadi sudah di cuci oleh orang-orang yang berdatangan secara bergantian. Sementara itu Zayen membersihkan sisa-sisa sampah tisu dan Aqua yang masih berceceran.K
"Ada yang ngebet minta di halalin nih! Kayaknya ....""Ihhh ... Zayeeen!" Aira memukul lengan Zayen pelan."Eh, bukan ngebet ... kebelet!""Iiihhhh ...." Aira mencubit tangan Zayen sambil menunduk malu.Zayen tertawa gemas melihat tingkah Aira. Jika tidak berada ditempat umum sudah pasti di peluknya wanitanya itu."Yakin? Mau dihalalin lagi sama aku?"Aira mengangguk malu-malu."Tapi ..."Aira mendongakkan wajahnya harap-harap cemas, mendengar kata tapi dari mulut Zayen."Tapi apa?" Aira tak sabar."Tapi, aku enggak punya mobil. Enggak bisa beliin kamu berlian," ucap Zayen sambil tersenyum simpul.Aira mencubit pinggang Zayen berkali-kali dan menjawab," tapi kamu masih punya uang buat bayar penghulu kan?Lalu mereka tertawa berdua."Tapi, Zayen! Darimana dulu kamu bisa berpikir menyerahkan aku ke Niko, kaya barang aja!" Aira kembali merengut.Zayen menarik nafas panjang. Lalu mulai bercerita."Waktu malam, sebelum pagi-pagi Aku marah itu, ada nomor enggak kukenal ngirim video ke Aku."
"Tunggu!" Suara wanita memanggilnya. Aira membalikkan badan, rupanya mempelai wanita yang memanggil."Apa ... kamu bernama Aira?" Tanyanya."I-iya!" Aira menganggukkan kepalanya dan lanjut menunduk lagi."Masuklah!" Perintahnya kembali.Aira diam, tidak melangkah masuk juga tidak meneruskan keluar. Mempelai wanita tersebut berbisik ke telinga calon suaminya. Lalu suaminya mengangguk-angguk.Mempelai wanita tersebut mengisyaratkan kepada seseorang untuk membawanya ke kamar."Ayo!" Ia menghampiri Aira dan membawanya masuk ke kamar yang nampaknya merupakan kamar pasangan yang akan menikah. Aira menurut saja arah wanita tersebut menariknya, ia tak mengerti maksud perlakuan mereka."Disini dulu, ya! Sampai akad selesai. Kami khawatir kamu membuat keributan lagi!" ucap wanita tersebut sambil mengunci pintu kamar dari luar.Aira yang masih bingung dan malu hanya pasrah. Entah setelah itu apa yang akan mereka lakukan padanya, ia benar-benar sudah pasrah.Aira duduk di pinggir ranjang yang su
Aira mengecek jarak tempatnya berada dengan alamat Zayen. 30 menit, tertera. Aira segeara memanggil Gojek."Selama janur kuning belum melengkung, masih ada harapan," Aira nekad ingin menggagalkan akad nikah Zayen bagaimanapun caranya.Beruntung jalanan tampak senggang. Aira bisa sampai di alamat tujuan sesuai perkiraan waktu. Aira membayar gojek lalu melangkah menuju ke sebuah rumah yang nampak ramai. Aira melirik ke kanan-kiri, alamat tidak mencantumkan nomor rumah. Tapi ia yakin, di tempat yang ramai itulah akan berlangsung akad nikah.Aira berlari dan menerobos kerumunan orang. Belum nampak kedua mempelai yang akan melangsungkan akad nikah, karena acaranya masih setengah jam lagi."Hentikan!" Teriak Aira dengan suara lantang.Orang-orang yang semula riuh melihat kedatangannya, mendadak diam. "Ada apa ini? Kamu siapa?"Seorang lelaki tua menghampiri Aira yang masih berdiri dengan tubuh bergetar."Aku Aira, aku calon istri dari mempelai laki-lakinya," jawab Aira lantang.Suara orang