Share

Rebutan Kasur

Perlahan mobil yang mengantarkan  pasangan pengantin baru tersebut bergerak meninggalkan Kota Samarinda. Sepanjang perjalanan tidak ada canda atau tawa, yang menyiratkan kebahagian sepasang insan yang pergi  berbulan madu. 

 

"Mbak sama Masnya, tegang amat," celetuk driver travel yang matanya naik turun bergantian memandang jalan dan kaca.

 

Senyum di bibir Zayen sedikit terkembang, lalu hilang saat ujung mata Aira meliriknya tajam. 

 

"Mau di putarin lagu apa biar rilexs?" Lanjut sang driver ingin menawarkan kenyamanan untuk penumpangnya.

 

"Terserah situ," jawab Aira karena sedang malas berbicara.

 

"Kalau gitu lagu kesukaanku, gak papa ya mbak?" Tanyanya lagi.

 

"Uuh, apa semua sopir memang banyak omong? Sudah ku bilang terserah, suka-suka Bapak!" Jawab Aira dengan tekanan pada kata sopir. Sekilas Aira melirik Zayen dengan dongkol yang tertahan.

 

Zayen berpura-pura tak mendengar ucapan Aira. Ia berlagak asik menikmati perjalanan dengan melihat-lihat keluar.

 

Pak Sopir memilih-milih kaset dengan tangan kirimya. Setelah itu, ia mulai memutar lagu penggiring perjalanan mereka untuk berbulan madu.

 

🎶🎶🎶🎶

 

Separuh hati denganmu ....

Kujalani cintaku ....

Aku menipu dirimu ....

Kubilang cinta padamu ....

Tapi dariku itu yang terbaik ....

 

Kau bukan pilihan ....

Kar'na ku tak sedikitpun ....

Hasratku padamu ....

 

Terpaksa aku mencintai dirimu ....

Hanya untuk status palsu ....

Setengah hati kujalani cinta ....

Kar'na aku tak suka denganmu ....

 

🎶🎶🎶🎶

 

"Stoooooopppp!" Aira dan Zayen berteriak bersamaan mendengar lirik lagu lawas milik Vidi Aldiano berjudul status palsu, yang terdengar seperti menyindir mereka berdua.

 

Buukk ....

Aira dan Zayen sama-sama tersungkur dan kepala keduanya menempel di sandaran kursi depan mobil.

 

"Haduuuh! Kenapa berenti mendadak sih!" Ucap Aira sambil mengusap-usap dahinya.

 

"Lah, Mbak sama Masnya sama-sama bilang stop?" Jawab driver tanpa dosa.

 

"Lagunya yang di stop, bukan mobilnya!" Sentak Aira dengan suara tinggi.

 

"Walah ... jangan galak-galak donk, Mbak! Tadi katanya terserah," Sungutnya lagi membuat Aira menahan nafas sejenak menurunkan tensinya yang mulai tinggi.

 

"Udah, cepatan jalan lagi aja!" 

 

Zayen akhirnya bersuara menengahi karena pusing mendengar suara Aira yang selalu ngegas dari awal bicara. 

 

"Iya, iya Mas, Maaf jadi lambat sampai hotel." 

 

Driver travel menjawab sambil senyum-senyum merasa bersalah. Aira yang melihat dari kaca spion hanya mendengkus kesal dan memilih diam sepanjang perjalanan.

 

***

Setelah sampai di hotel tujuan, Zayen dan Aira  membawa koper masing-masing. Setelah chek in seseorang mengantarkan mereka ke kamar dan menyerahkan cardlock kepada Aira dan meninggalkan mereka berdua. Aira memandang cardlock sambil membolak-balik kartu tersebut. 

 

"Huaaahaahahah, Aira ... Aira! Lagakmu sok pamer berlian buka pintu pake itu aja enggak bisa!" Zayen tertawa jahat, sambil merebut cardlock dari tangan Aira. Di arahkannya ke bawah daun pintu dan lampu sensor warna hijaupun menyala. Pintu untuk berbulan madupun terbuka lebar.

 

Aira langsung melesat masuk duluan. Di letakkan koper miliknya di atas pembaringan. Ia melempar sandalnya ke sembarang arah dan langsung merebahkan dirinya berbalik arah supaya tidak melihat ke arah Zayen . 

 

"Enggak usah sok tersiksa sendiri, posisi kita sama," ucap Zayen sambil meletakkan kopernya di lantai lalu memilih duduk di sofa.

 

Wusssh ....

Sebuah bantal putih melayang dari springbed tempat Aira berbaring, sukses membuat Zayen yang kepalanya masih sakit karena terbentur kursi mobil tadi di tambah kelelahan terhunyung.

 

"Apaan sih, Ra!"ii

 

"Ini hotel yang bayarin majikanku, berarti aku berhak dong, ngusir kamu keluar," ucap Aira bernada mengejek karena jengkel dengan ucapan Zayen.

 

"Kamu pikir, aku sudi tidur sama perempuan pembohong seperti kamu?" Tanya Zayen mencibir.

 

"Hahaha, kalau aku pembohong, terus kamu apa? Pecundang? " tanya Aira mencibir balik.

 

"Mendingan kamu cari kamar lain sana!" Lanjutnya.

 

"Uangku sudah habis, buat beli cincinmu dulu, sisa paling buat 2 malam aja," jawab Zayen santai.

 

"Dasar kere! Beli cincin seimprit aja uang langsung habis! Nih, ku kembalikan, aku juga enggak sudi pake," cerca Aira sambil melepaskan cincin yang di berikan Zayen saat melamarnya dulu.

 

"Emangnya cincin bisa buat bayar hotel?" Sungut Zayen.

 

"Besok-besok dijual lah. Cari aja tempat jual- beli emas disini."

 

Zayen menarik nafas panjang, lalu kembali melangkah keluar. Ia ingin menemui resepsionis agar segera pindah kamar. Aira lega karena tanpa perlu memperpanjang perdebatan Zayen akhirnya mengalah. Sekitar 10 menit kemudian Zayen kembali dengan wajah masam.

 

"Enggak ada kamar kosong lagi, Ra."

 

"Modus!" Tuduh Aira.

 

"Apa untungnya, aku modusin perempuan kaya kamu?"

 

"Ya untung, lah! Emang Aku enggak tau, akal bulusnya lelaki?" Aira berbicara dengan nada sengit.

 

"Enggak tertarik, dan enggak berminat!" Jawab Zayen.

 

"Halah, sok jual mahal, nanti Aku tanyain sendiri " Aira merasa di remehkan dan masih tidak mempercayai ucapan Zayen.

 

"Kalau enggak percaya, memang sebaiknya tanya aja sendiri," ucap Zayen dongkol karena Aira menuduhnya berbohong.

 

"Awas aja, kalau kamu bohong."

 

"Oke, Kalau aku enggak bohong, malam ini kamu tidur di sini!" Ucap Zayen sambil menghentak-hentakkan kaki kanannya di lantai yang beralas ambal lumayan tebal .

 

"Oke, siapa takut!" 

 

Aira menjawab dengan pongahnya karena merasa yakin Zayen pasti berbohong. Mustahil hotel sebesar ini penuh, pikirnya. Aira langsung melangkah keluar kamar karena tidak mempercayai ucapan suaminya.

 

"Permisi, Mbak. Apa masih ada kamar yang kosong?" Tanya Aira begitu sampai di resepsionis hotel.

 

"Maaf Mbak, semua kamar di sini sudah ada daftar pemesan selama seminggu ke depan. Memang nanti ada yang check out, tapi itu sudah ada yang langsung check in lagi, karena semua kamar sudah ada pemesannya dari seminggu yang lalu" terang resepsionis secara rinci membuat lutut Aira merasa lemas.

 

"Tamatlah riwayatku malam ini," batin Aira menyesal karena menyanggupi tantangan Zayen untuk tidur di bawah.

 

"Baiklah, Mbak. Terima kasih," ucapnya dengan nada kecewa, lalu melangkah ke kamar dengan lambat. 

 

Setelah sampai di kamar, Aira melihat pemandangan yang membuat tenggorokannya merasa gondok.

 

Kopernya yang semula di atas kasur sudah bertukar tempat dengan koper Zayen. Bantal yang tadi tempatnya merebahkan kepalanya, sudah berpindah ke kepala Zayen juga. Seluruh permukaan springbed di kuasai oleh barang-barang milik Zayen. Handphone, headsheet, baju dan celana Zayen bertebaran.

 

"Huuuuhhh!" 

 

Aira menghempas tubuhnya di sofa. Kalau saja dia banyak uang dan mengerti wilayah balikpapan, sudah tentu Aira melarikan diri dari hotel mewah tersebut dan mencari hotel lain. Tapi apa mau di kata, Aira harus terima kalau malam pertama bulan madunya ia terpaksa tidur di lantai  hotel. Bila ingin yang lembut hanya ada pilihan sebuah sofa tempat meringkuk dengan kaki ditekuk.

 

"Nasib ... nasib ...." Aira meringis dalam hati menyesali keras kepalanya ketika berdebat dengan Zayen tadi.

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status