"Jadi? Kalian gak lagi ngapa-ngapain, kan?" Emak menyipitkan mata, menatap tajam Alf dan Willy bergantian.
"Ya, ampun, mak..." Alf mendesah dengan suara berat. "Udah dijelasin berkali-kali juga masih mikir negatif aja!"
Emak mencebik. "Habisnya... Emak gak mau ya, kamu belok sama Willy...!" tegas emak tak peduli dengan bibir dan mata Willy yang sudah melebar.
"Seriusan? Emak pernah kepikiran kalau aku sama Alf pacaran?" sela Willy dengan mimik muka 'apakah saya kelihatan seperti seorang pecinta jantan di mata emak?'
"Eh... Orang tua kalau khawatir kan wajar. Siapa suruh juga si Alf waktu itu ngomong, tidur sama kamu! Ya emak neting (read : negative thinking) dong! Secara kan yang ngomong makhluk jomblo abadi!"
"Mak... Alf udah punya gebetan..."
"Baru gebetan, kan?! Homo-homo di luar sana juga ada yang menikah sama perempuan! Jadi, gak salah dunkz, emak curigesyen (read : curiga)! Huh!" Emak
Alf duduk di ruang tunggu bersama emak. Tak ada kata yang diucapkan. Alf dan emak tenggelam dalam lamunan mereka masing-masing. Sesekali mereka tampak menarik napas bersamaan. Mungkin karena ikatan batin emak dana anak, jadinya bisa samaan. Riuh para penumpang lain di ruang tunggu, tetap membuat kedua manusia beda generasi itu bergeming. Hanya suara operator yang membisingkan telinga, melalui mikrofon berpasirnya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Sebentar lagi, bis yang akan ditumpangi emak tiba. Jemari Alf terlihat memilin ujung tali hoodie-nya. Bibirnya juga tampak mengerut, dilengkapi mata Alf yang mulai berkaca-kaca. Untungnya tidak terlalu kelihatan, karena kacamata yang dia gunakan. Terdengar helaan napas panjang dari wanita paruh baya di sebelahnya, yaitu emak. Alf hanya melirik dengan ujung matanya. "Ingat pesan emak..." Emak membuka suara. "Jaga makan-minum kamu... Jangan suka begadang, kerja yang bener..." "Iya,
Sore itu, Alf dan Willy sudah selesai bersiap-siap. Rambut Alf tidak ditata ala Cha Eun Woo lagi, tapi sudah menjadi dirinya apa adanya. Alf juga mengenakan kaos polo dengan celana chino kesukaannya. Tak lupa sendal kulit KW hasil diskonan di mall, beli satu gratis satu. Yang satunya diberikan ke Willy. Biar couple, gitu. Jiaahh?! "Nah... Gini, dong! Jadi diri sendiri lebih baik! Daripada niruin orang lain!" Willy mengangkat dua jempolnya pada Alf. Alf hanya tersenyum simpul. Alf meraih ponsel di atas nakas, melihat kemungkinan si Inn menge-chat dirinya. Tapi, nihil. Yang ada malah pesan dari Karlinda. Hm? Alf menimbang-nimbang, apakah dia harus membuka pesan itu. Mengingat pembicaraannya dengan Ellen, masih menggema di telinga, dan terpatri di benaknya. Tsah! Willy mendongakkan kepala, menatap layar ponsel Alf. "Karlinda?" gumam Willy. "Pegawai bank itu?" Alf hanya menjawab dengan hembusan napas panjang.&nb
Sebuah es krim berbentuk love, berwarna merah muda dengan hiasan stroberi di atasnya, tersaji di atas meja Alf dan Inn. Tidak lupa dua cup es krim yang berlogo hati di tengahnya, ikut melengkapi meja itu. Mata Inn sudah berbinar-binar, ingin segera menyantap es krim yang menggiurkan itu. "Gak takut gemuk?" celoteh Alf, malah membuat Inn menatapnya tajam. "Aku itu tipe yang gak bakalan gemuk, meskipun makannya selangit!" ketus Inn. "Ehehehe... Yah, takutnya kamu bakalan kayak Willy nanti... Aduh, gak bisa dibayangin, dah!" ledek Alf. "Gak bakalan!" jawab Inn sambil meraih sendok dan mencolek sebagian es krim dalam cup. "Uwoowww! Enak banget!" Wajah Inn berseri-seri, bahagia karena bisa menikmati es krim enak dengan harga di bawah, gara-gara promo couple. "Cobain, deh, Alf!" Inn menyendok secuil es krim dan menyodorkan sendoknya ke bibir Alf. Alf agak ragu, sebab yang digunakan adalah sendok bekas Inn. Ciuman gak langsu
Pagi itu semua karyawan Lab. Sisilia tampak mengikuti briefing. Terlihat juga seorang sekuriti baru berdiri di sebelah Ibu Nover. "Langsung saja. Briefing singkat ini saya adain untuk dua hal," ujar Ibu Nover memulai briefing. "Pertama... Bulan ini, target kita tercapai! Saya benar-benar berterima-kasih dengan kerja keras kalian semua. Semoga, di bulan berikutnya, kita semakin lebih baik!" Semua karyawan menganggukkan kepala dengan senyum terukir di wajah mereka. Usaha mereka tak sia-sia rupanya. "Nah! Yang kedua, seperti yang kalian lihat di sebelah saya, namanya Pak Boy," Tangan Ibu Nover terangkat, menunjuk orang yang dimaksud. Seorang pria berusia 30 tahun, tinggi tegap, kulit eksotik mirip kulitnya Ellen-kecokelatan, wajah mulus dengan rahang tegas, rambut yang dipotong mirip tentara, dan tatapan mata yang bagai elang. Tsah! "Pak Boy adalah sekuriti baru kita, mulai hari ini. Karena Pak Ap
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, hingga malam minggu sudah menyambut Alf. Alf sudah tampil casual dengan celana selutut dan baju kaos serta jaket kw-nya. Willy juga sudah tampil dengan hoodie dan celana selutut. Tak perlu menunggu lama, keduanya bergegas ke tempat yang dijanjikan sebagai tempat pertemuan mereka dan Karlinda. "Inget, ya... Pokoknya, lo bagian ngobrol sama Karlinda! Biar gue main sama Shafa!" Alf mengingatkan Willy. "Siap, bro! Aman aja!" jawab Willy. Setibanya di tujuan, Alf dan Willy dibuat terpesona oleh penampilan Karlinda, yang terlihat seperti emak-emak gaul. Karlinda dan Shafa mengenakan pakaian dengan motif yang sama. Sepertinya pakaian couple ibu dan anak. "Alf... Kalau gue dideketin sama yang begini... Gue gak nolak," gumam Willy. Alf hanya terdiam, tapi tetap melangkah mendekati Karlinda dan Shafa. "Halo, Alf!" sapa Karlinda dengan wajah ceria. "Om Alf!" Shafa juga ikut
Setelah pulang dari malam minggu bareng Karlinda, Willy langsung mengajak Alf untuk bicara sejenak."Lo gak usah berhubungan sama Karlinda lagi, deh!" ujar Willy yang mondar-mandir di kamarnya Alf, macam odong-odong."Emang kenapa, sih? Waktu itu padahal lo yang bilang biar gue jangan mikir aneh-aneh! Temenan aja kayak biasa!" sahut Alf heran."Iya! Itu saat gue belum ketemu dia! Tapi, tadi saat gue ngobrol sama dia, gue menangkap sinyal-sinyal kalau dia mulai suka sama lo!" tegas Willy.Alf terdiam."Bro... Dan gue liat-liat, dia kayaknya tipe yang sangat berambisi mengejar cinta lo! Karena anaknya udah akrab banget sama lo!" imbuh Willy.Alf berdecak. "Itu hanya pikiran lo aja..." Alf merebahkan diri di atas tempat tidur.Willy mengacak rambut kribonya dengan gusar. "Bukan hanya pikiran gue, Alf! Lo ngerti kagak! Gue udah ngobrol bareng dia! Jadi, gue udah ngebaca dari bahasanya dia! Huh!" Willy jadi geregetan."Jadi... Apa yang haru
Willy menatap lekat wajah Alf, yang mulai bercucuran keringat. Resah dan gelisah pada semut merah. Lah? Kok malah nyanyi?Wajah Alf penuh kebimbangan. Padahal beberapa menit yang lalu, Alf penuh semangat ingin menyatakan cinta pada Inn. Sekarang, entah lari kemana semua semangat membaranya tadi. Kebimbangan Alf sontak saja membuat Willy jadi geregetan."Ayo, dong!" desak Willy. "Tadi semangat banget! Sekarang kenapa lo macam kucing kena air gini, sih!" cemooh Willy.Alf berusaha menelan salivanya, yang seolah tertahan di kerongkongan. Padahal udara di luar teras begitu adem, tapi Alf macam orang lagi di pemandian air panas. Tubuhnya sudah keringatan, bukan hanya wajahnya.Willy berdecak sebal. Padahal maunya Willy, malam ini juga Alf harus menyatakan cintanya pada Inn. Willy yakin seribu persen kalau Inn juga punya rasa yang sama pada Alf.Alf menarik napas panjang dan mengembuskannya berkali-kali, mirip ibu-ibu mau lahiran. Willy ha
Alf berulang kali mengumpat kebodohannya sendiri, yang marah dan akhirnya menyatakan cinta pada Inn. Padahal, rencananya Alf mau nyatain cinta dengan romantis ala-ala para lelaki di drama Korea. Namun, apa daya... Begitu nama Nugo disebut, emosi Alf naik sampai ke ubun-ubun."Aarrgghhhh!" pekik Alf dengan wajah ditutupi bantal. "Gimana sekarang gue ngadapin Inn!"Alf menurunkan bantal dari wajahnya, beralih memeluk bantal itu."Gak elegan banget nyatain cinta pake marah-marah, Alf! Gimana bisa diterima!" lanjut Alf dengan wajah penuh penyesalan.Alf bangkit dari rebahannya, duduk bersandar pada tembok. Matanya menatap lurus pada plafon, menanti cicak. Heeh?!"Sekarang gue harus gimana...?" tanya Alf pada diri sendiri. "Masa gue non-aktifkan hp gue terus?"Pandangannya beralih pada ponsel yang layarnya gelap gulita.Alf berdecak. "Kalau Inn sampai nyusul ke kantor gimana?" Raut wajah Alf berubah khawatir.