Share

Bab 4

"Emang adanya segitu!" Lembaran biru itu lagi.

"Tapi Kamu 'kan habis servis 2 mobil, Pah! Masa dapetnya cuma segini?!" lagi lagi airmata Nisa meluncur turun. Lembaran biru lagi yang ia terima. Itupun hanya 1 lembar. Padahal ia begitu bahagia saat melihat 2 mobil yang akan di servis di depan rumah.

"Aku bisa nyimpen buat Doni camping besok." begitu harapnya. Tapi ternyata itu cuma harapan kosong.

Sebenarnya Iman tidak tega melihat airmata Nisa yang akhir akhir ini sering meluncur dari matanya yang indah.

"Uangnya sudah kupakai duluan." keluh Iman nyaris tak terdengar.

"Kamu pakai? Buat apa?" mata Nisa mengerjap. Pikirannya mulai traveling. Sepertinya Iman tidak ada membeli sesuatu yang mahal akhir akhir ini.

Apa Iman memilki wanita idaman lain?

"Aku beli joran."

"Joran?"

"Iya! Joran! Joran lamaku sudah butut begitu. Malu kalau masih Aku pakai mancing di tempat Babah Ali!"

"Astaghfirullaah.." Nisa mengusap dadanya yang langsung terasa sesak. Hatinya terasa ngilu. Iman lebih mementingkan kepentingannya sendiri. Bagaimana dengan nasib uang belanjanya? Bagaimana dengan Doni?

Iman ini sebenarnya sangat mudah mencari uang. Keahliannya dalam servis mobil itu sangat luar biasa. Banyak orang mengakuinya. Daripada mereka ke bengkel yang mahal, mereka lebih suka mempercayakan mobilnya di servis oleh Iman.

Sayangnya Iman ini pemalas. Baru mendapatkan duit sedikit, ia tidak mau menerima pelanggan lagi. Ia memilih pergi memancing.

Di sana sini.

"Sekarang jorannya mana?" tanya Nisa. Rasanya ingin ia patahkan joran itu. Berapa harganya?

Iman tersentak. Ia tidak menyangka Nisa akan menanyakan itu.

"Eh.. Anu.." itu membuat Nisa lagi lagi curiga.

"Kamu bohongin Aku, ya?" tatapan Nisa begitu menghunjam. Iman dengan cepat mencari alasan.

"Ngapain sih Aku bohongin Kamu, Mah? Apa ada gunanya?"

"Itu. Kamu.."

"Jorannya di pinjem sama Bang Mumu!" hanya itu yang bisa dipikirkan oleh Imam.Itu juga semua gara gara dia!

"Baru beli kok langsung dipinjemin? Kamu 'kan pelit, Pah!" astaganaga! Nisa menyebut dirinya pelit! Awas ya Kamu, Nisa!

"Kamu kayak nggak tau Bang Mumu itu gimana! Lagian Kamu kok ngatain Aku pelit, sih?!" mata Iman membesar sampai full. Nisa tau kalau bang Mumu itu orang yang suka memaksa. Sok kuasa. Dilarang marahan dia. Menyebalkan!

"Memang Kamu nggak nyadar kalau Kamu itu pelit, Pah? Kamu itu memang pelit!"

"Aku pelit gimana? " Iman masih tidak menyadari definisi pelit menurut istrinya.

"Kamu selalu ada rokok, 'kan?" Iman mengangguk bingung.

"2 bungkus sehari?" Iman mengangguk lagi.

"Berapa duit sehari?"

"Eeh.. anu.." Iman terdiam. Memang lebih dari limapuluh ribu ia habiskan untuk dirinya sendiri. Belum kalau ia ingin jajan di warung, ingin makan bakso atau yang lainnya. Ia setidaknya menghabiskan seratus ribu untuk dirinya sendiri. Tapi ia hanya memberi limapuluh ribu untuk Nisa. Padahal Nisa menggunakannya untuk mencukupi semua kebutuhan. Termasuk makannya juga.

"Kamu tuh, ya!" Iman langsung ngeluyur pergi dari hadapan Nisa. Ia tidak dapat membantah Nisa, tapi ia juga tidak ingin mengakui kalau Nisa itu benar.

Nisa menghela nafas. Ia pergi ke warung untuk membeli satu kilogram telur. Kembaliannya ia berikan pada Doni untuk bekalnya.

"Ini buat makan sampai sore, ya." Nisa meletakkan telur di atas meja makan.

"Iya, Mah." sahut Wiwi. Nisa meraih anak di gendongan Wiwi yang baru berusia 1 tahun. Tapi ia sudah dapat berjalan.

"Beras masih ada 'kan, Wi?"

"Masih, Mah."

"Alhamdulillah. Tolong masak nasi, ya?"

"Iya, Mah." Wiwi bangun dari duduknya dan berjalan menuju dapur.

Nisa menatapnya dengan keharuan yang menyesak dalam ronnga dadanya.

Wiwi ini menantu yang sangat baik. Ia merelakan gaji suaminya yang tak seberapa untuk membantu keuangan mereka. Ia rutin membeli beras, sabun cuci dan lain lain. Nino juga memberi mamahnya uang atas permintaannya.

"Kita main, yuk." ajaknya pada sang cucu. Ia menurunkan cucunya dan memakaikan sandal.

"Jalan, ya. Nenek nggak kuat gendong lama lama."

******

"Aku minta uangku. " Iman menagih uangnya pada Mumu.

"Uang apa?" tanya Mumu tanpa perasaan bersalah.

"Itu uang buat beli onderdil, Bang!" seru Iman gusar. Gara gara itu ia dimarahi pemilik mobil. Ia juga harus merelakan upahnya untuk mengganti uang itu.

"Ya nanti dong bayarnya! Kalau Aku menang ngadu ayamnya! " bentak Mumu galak. Iman pun kalap. Gara gara abangnya ini ia harus melihat airmata Nisa.

"Ganti sekarang, Bang! Kalau enggak..?"

"Kalau Enggak, mau apa?" Mumu berdiri menantang Iman dengan amarah yang meluap.

Bugh!

Satu tonjokan dari Iman melayang. Mumu langsung jatuh terlentang. Ia tidak menyangka adiknya ini berani melakukannya.

"Berani Kamu, ya!!" Mumu berdiri dan langsung melayangkan tinjunya.

Bugh!

Iman terjajar terkena tinju Mumu.

Bugh! Bugh!

"Baang!"

Yanti, istri Mumu menjerit. Ia langsung berlari mencari bantuan.

Mumu kembali jatuh terlentang.

"Awas Kamu, ya! " ia kembali bangkit.

Ia kembali memukul Iman yang telah bersiap. Pukulannya mengenai angin dan membuatnya kehilangan keseimbangan. Ia jatuh tersungkur.

"Jangan lari Kamu, Man!" teriaknya ngawur. Siapa juga yang mau lari?

Mumu berdiri dengan kepala pusing.

Plak plak!

Mumu terkejut. Kedua pipinya terasa panas.

Plak plak!

Iman pun terkejut. Tamparan ini..

Bang Hasby, abang tertua mereka berdiri di hadapan mereka dengan wajah garang. Tenyata Yanti lari ke rumah Hasby ini.

"Kalian mau berantem? Ayo! Aku adu sekalian!" Mumu dan Iman menunduk takut. Bentakan bang Hasby itu membuat nyali mereka mengecil.

"Nggak, Bang." sahut mereka kompak.

"Duduk!" mereka pun berubah menjadi anak yang patuh.

Iman dan Mumu duduk dengan kepala tertunduk.

"Kalau ada masalah itu diselesaikan dengan baik baik." nada suara bang Hasby melunak.

"Dia yang nonjok Saya duluan, Bang."

"Tapi Kamunya..!" mata Iman menyorot tajam.

"Kamunya! "

"Kamu! "

"MAU MULAI LAGI?!!" gelegar suara Hasby menggema sampai ke sekita rumah Mumu.

Nisa tersentak.

"Ada suara Bang Hasbi. Tapi di mana?" Nisa melihat sekelilingnya. Ia melihat pintu rumah Mumu yang sedikit terbuka. Rumah mereka memang berdekatan satu sama lain.

Nisa menggendong cucunya dan melangkahkan kakinya mendekati rumah Mumu.

"Kita ini udah nggak punya orang tua. Apa kalian mau, Nyak sama Baba nangis dalam kuburnya ngeliat Kalian berantem gini?"

'Itu suara Bang Hasby.' gumam hati Nisa. Ia lalu berpikir Hasby sedang menasehati Mumu dan Yanti karena memang mereka seringkali ribut. Ia membalikkan badannya untuk pergi dari rumah itu.

"Iman yang mulai, Bang."

'Iman?' Nisa menghentikan langkahnya.

"Tapi 'kan Abang yang bikin masalah, Bang. " ini suara Iman. Nisa menjadi kepo. Apa Iman meminta jorannya dan Mumu menolak?

'Bang Mumu memang kebangetan!' desis hati Nisa.

"Sebenarnya apa masalahnya?"

Iman pun menceritakan kejadian yang sebenarnya. Dari ia ingin servis dan diajak Mumu untuk mengantarnya ke tempat sabung ayam. Bahkan Mumu sampai mengambil uang onderdil dari dompetnya untuk ikut taruhan berjudi.

"Nanti juga Aku balikin! " teriak Mumu, tetap tanpa merasa bersalah.

Airmata Nisa lagi lagi turun. Rifki, cucunya, mulai tidak betah dalam gendongan dan mulai bersuara.

"Mmaaa..!"

********

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status