Share

Gara-gara Tunangan Posesif
Gara-gara Tunangan Posesif
Author: Audia

1. Tunangan Harus Diprioritaskan

"Sebenar nya di sini... Siapa yang tunangan kamu?” tanya Nadia menggebu-gebu. 

Nadia membuang nafas kasar melihat adegan di depan mata. Bagaimana tunangannya sendiri mempersilahkan Celina duduk di sebelahnya.

“Tunangan aku kamu Nadia, siapa lagi?” Tidak ada rasa bersalah sedikitpun di wajah tampan itu. Bara hanya tersenyum padanya.

Nadia menatap nanar mereka berdua. Setelah itu kembali menutup pintu mobil dengan kasar. Bagaimana Nadia tidak marah. Celina ia suruh duduk di depan sedangkan dirinya duduk di belakang. 

Nadia bukan gadis yang pencemburu, tapi ini untuk kesekian kalinya Bara mengajak Celina dan tidak menganggap ia ada. Bara hanya mementingkan perasaan Celina, tidak pernah mengerti perasaan Nadia.

Hati tunangan mana yang tidak sakit hati melihat tunangannya, lebih mementingkan gadis lain, walaupun itu sahabat dari tunangannya sendiri.

“Celina kaget. Kamu kenapa lagi?” Bara keluar mobil dan menegur nya seperti anak kecil. Lagi dan lagi Bara lebih mementingkan sahabatnya ketimbang Nadia.

Nadia tersenyum sinis dan merapikan tas selempang yang akan dibawa ke kampus hari ini. Sepertinya mood paginya telah hancur, padahal semalam mimpi Nadia sangat indah bertemu dengan seorang pangeran. Yang pastinya bukan pria brengsek yang ada di depannya sekarang. Tapi ia memimpikan pria lain, tapi jujur Bara jauh lebih tampan.

Nadia hendak pergi, namun Bara sudah ada di sampingnya dan memegang tangan Nadia dengan erat. Andai Celina tidak pindah ke Jakarta dan kuliah di universitas yang sama dengannya, pasti sekarang hubungan Nadia dengan Bara tidak berada di ambang kehancuran.

“Kamu mau kemana?” tanyanya kembali.

“Aku mau berangkat ke kampus. Emangnya aku mau kemana lagi?” jawabnya dengan ketus.

 Inikan yang Bara inginkan. Tidak ingin diganggu satu mobil dengan sahabat tercintanya. Baiknya diri Nadia langsung peka dan mengalah. Walaupun sebenarnya hatinya berdarah-darah.

“Jangan memulainya kembali Nadia. Celina hanya ingin menumpang sampai ke kampus.”

Nadia tidak salah dengar? Menumpang? Yang benar, ia sendiri di sini yang menumpang. Bara dan Celina duduk di depan, sudah terlihat jelas bukan? Siapa yang jadi obat nyamuk. Nadia sendiri tunangan Bara bukan Celina. 

“Aku capek Bar. Kalau kamu suka sama Celina. Silahkan buang cincin ini.” Nadia memegang cincin perak di jari manisnya. 

Bara tidak  pernah mengetahui bagaimana tersiksanya Nadia selama ini. Nadia memang terlihat biasa saja tapi hatinya hancur.

Bara langsung menggelengkan kepalanya. Bara memeluk Nadia dengan erat. Nadia bisa merasakan detak jantung Bara yang berdetak dengan cepat. Bara takut kehilangannya, tapi sikap Bara yang tidak tegas membuat Nadia tidak kuat di sisinya.

 Kalau memang hubungan ini tidak bisa dilanjutkan, Nadia akan mencoba mengikhlaskan Bara dengan Celina.

“Kamu hanya milik aku Nadia. Aku mohon jangan lakukan itu. Aku akan lebih tegas dengan Celina. Aku akan berusaha.”

Kalian pikir itu janji pertama Bara? Salah besar! Bara selalu berjanji, tapi setelah hari ini ia akan mengulanginya kembali. 

“Jangan berjanji kalau akhirnya kamu sendiri yang ingkar Bar.”

Bara tidak menghiraukan perkataan Nadia. Ia menariknya ke dalam mobil, sekarang bukan kursi belakang namun kursi depan tempat Celina duduk, wajah gadis itu tidak merasa bersalah sedikitpun. 

Nadia yakin Celina bukan gadis polos yang tidak mengerti apapun, lebih tepatnya gadis itu sengaja menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka.

“Lo duduk di belakang!” tegas Bara dengan suara tidak ingin dibantah.

 Nadia hanya diam melihat reaksi Celina. Gadis itu melirik sekilas seperti tidak suka. Dugaannya memang benar, Celina tidak sebaik yang Nadia kira.

Setelah Celina duduk manis di belakang. Nadia langsung duduk di samping Bara. Ia sempat melirik Celina kembali. Wajah Celina memang terlihat sangat polos, sehingga Bara selalu iba padanya. Namun satu sisi Nadia kasihan dengan Celina, tidak enak hidup dengan rasa kasihan orang lain. Bara hanya merasa kasihan dengan Celina tidak lebih. Ingin sekali Nadia menasehatinya.

Nadia mengingat perkataan Bara tempo hari. Celina memiliki penyakit jantung yang lumayan parah. Sehingga Bara ingin menemani sahabatnya itu di hari-hari terakhirnya.

 Namun Nadia sering mencuri pandang ke Celina, tidak ada sedikitpun tanda-tanda Celina memiliki penyakit mematikan. Bukannya orang sakit seharusnya wajahnya selalu pucat dan membawa obat? Tapi Nadia tidak pernah melihat Celina minum obat.

“Apa yang kamu pikirkan sayang?" tanya Bara sesekali memperhatikannya dan fokus menyetir mobil.

Nadia menggelengkan kepala. Bara mengelus tangannya dan membawa ke atas paha pria itu. Nadia diam membiarkan Bara melakukan apapun yang ia inginkan. 

“Jangan tinggalkan aku!” pinta Bara padanya. 

Sebenarnya itu tergantung Bara. Kalau dia terus saja mengulang kesalahan yang sama, maka Nadia akan memutuskan hubungan mereka. Nadia tidak pernah takut akan perpisahan kalau memang itu jalan yang terbaik, karena baginya waktu Nadia terlalu berharga untuk disia-siakan dan dihabiskan dengan orang yang selalu membuat kita sakit hati.

Barata Mahendra adalah pria yang tampan menurut versi Nadia dan semua orang. Siapa yang tidak  tertarik dengan Bara. Di usianya yang masih muda sudah menjadi CEO perusahaan ternama. Sudah tampan dan baik, pokoknya kecerdasan otak Bara tidak bisa diragukan lagi.

 Namun Nadia sedikit risih dengan semua penggemar Bara yang fanatik, termasuk sahabatnya yang sedang ada di belakangnya. Berbagai macam cara mereka lakukan untuk memisahkan Nadia dengan Bara. Tidak semudah itu girls!

“Kamu tadi sengaja jemput Celina atau dia yang nyuruh?” tanya Nadia penasaran.

“Celina yang menelpon, katanya sopirnya lagi sakit dan libur. Jadi Celina minta tolong ke aku. Iya kan Cel?” jelas Bara, melirik sekilas ke arah Celina membenarkan ucapannya.

“Iya, Nadia. Gua yang minta tolong ke Bara. Lo jangan salah paham. Bara hanya cinta sama lo kok,” jelasnya membuat Nadia entah mengapa muak mendengarnya. 

Terus Nadia akan percaya begitu saja dengan ucapannya? Oh, tentu saja tidak!

“Lo gak ada teman selain Bara?” Nadia tidak percaya Celina hanya berteman dengan satu orang. Mengaku Bara sahabatnya lagi, padahal mereka hanya berteman biasa. Lihatlah! Bara, pria dingin dan cuek, tidak mungkin bisa sedekat itu dengan Celina. Kecuali Nadia pawangnya.

“Kan gue baru pindah ke Jakarta. Sebenarnya ada, tapi gue gak enak meminta bantuan selain ke Bara. Lo gak suka ya sama gue?”

Siapa juga yang suka sama lo? Dari awal Nadia sudah muak melihat wajah sok polos Celina di depan Bara, contohnya sekarang ini. Wajahnya penuh akan topeng.

 Bara dari tadi hanya mendengar mereka, tanpa niat ikut berbicara, takut Nadia marah kembali dan meminta putus. Sampai kapanpun Bara tidak akan pernah melepaskan Nadia. Bagaimana pun caranya Nadia hanya miliknya. Bara tidak bisa hidup tanpa Nadia. 

“Kalau bisa... lo jangan sering-sering minta bantuan ke Bara. Soalnya gue risih. Gue orang yang nggak suka berbohong, karena dosa. Jadi gue jujur ke lo.”

“Sayang!” peringkat Bara langsung karena Nadia berkata seperti itu. Ya, kan Nadia hanya mau berkata jujur. Apa salahnya yey.

“Besok gue gak akan minta tolong ke Bara lagi. Tapi gue mohon jangan larang Bara ketemu sama gue, soalnya Bara kan sahabat gue.”

Tuhkan, nih cewek ngelunjak. Nadia membuang nafas sangat pelan sampai tidak terlihat bernafas. Mobil Bara melaju dengan kecepatan sedang. Nadia memilih diam tidak bertanya kembali. Nadia membuka ponsel dan terpampanglah wajah-wajah tampan artis Korea yang sedang trend bulan ini.

“Hapus Nadia! Aku tidak suka melihatnya! Lebih tampanan aku daripada mereka,” tegas Bara. 

“Mau-mau aku dong, ini ponsel aku. Jadi aku bebas mau menyimpan foto siapapun.” Nadia langsung menyembunyikan ponselnya. Dasar Bara possessive.

“Besok kalau aku lihat lagi foto itu, aku bakar ponsel kamu.”

“Huh, kang ngatur. Aku aduin ke papa kalau kamu berani  bakar ponsel aku,” kesal Nadia menatap tajam Bara. Enak saja main bakar-barak emang jagung bakar apa? Smartphone Nadia juga keluaran terbaru dan bermerek. Bukan smartphone abal-abal.

“Besok aku ganti dengan yang jauh lebih canggih. Kalau kamu mau aku belikan sama tokonya sekalipun.”

Sultan mah bebas. Tapi sombong sekali dirinya. Pokoknya Nadia sangat menyayangi smartphonenya saat ini karena hadiah dari ayah  kemarin ketika ulang tahun. Tapi kalau Bara membelikan smartphone sepuluh dan tokonya, Nadia mau. Lumayan investasi jangka panjang.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Riona Hutabarat
bingung aku baca ceritanya...nadia ,bara,Celina..eh thor pake aku kamu dia aja kenapa sih?ga usa soksok manja klo bikin cerita.pake pake nyebut nama sendiri.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status