"Sebenar nya di sini... Siapa yang tunangan kamu?” tanya Nadia menggebu-gebu.
Nadia membuang nafas kasar melihat adegan di depan mata. Bagaimana tunangannya sendiri mempersilahkan Celina duduk di sebelahnya.
“Tunangan aku kamu Nadia, siapa lagi?” Tidak ada rasa bersalah sedikitpun di wajah tampan itu. Bara hanya tersenyum padanya.
Nadia menatap nanar mereka berdua. Setelah itu kembali menutup pintu mobil dengan kasar. Bagaimana Nadia tidak marah. Celina ia suruh duduk di depan sedangkan dirinya duduk di belakang.
Nadia bukan gadis yang pencemburu, tapi ini untuk kesekian kalinya Bara mengajak Celina dan tidak menganggap ia ada. Bara hanya mementingkan perasaan Celina, tidak pernah mengerti perasaan Nadia.
Hati tunangan mana yang tidak sakit hati melihat tunangannya, lebih mementingkan gadis lain, walaupun itu sahabat dari tunangannya sendiri.
“Celina kaget. Kamu kenapa lagi?” Bara keluar mobil dan menegur nya seperti anak kecil. Lagi dan lagi Bara lebih mementingkan sahabatnya ketimbang Nadia.
Nadia tersenyum sinis dan merapikan tas selempang yang akan dibawa ke kampus hari ini. Sepertinya mood paginya telah hancur, padahal semalam mimpi Nadia sangat indah bertemu dengan seorang pangeran. Yang pastinya bukan pria brengsek yang ada di depannya sekarang. Tapi ia memimpikan pria lain, tapi jujur Bara jauh lebih tampan.
Nadia hendak pergi, namun Bara sudah ada di sampingnya dan memegang tangan Nadia dengan erat. Andai Celina tidak pindah ke Jakarta dan kuliah di universitas yang sama dengannya, pasti sekarang hubungan Nadia dengan Bara tidak berada di ambang kehancuran.
“Kamu mau kemana?” tanyanya kembali.
“Aku mau berangkat ke kampus. Emangnya aku mau kemana lagi?” jawabnya dengan ketus.
Inikan yang Bara inginkan. Tidak ingin diganggu satu mobil dengan sahabat tercintanya. Baiknya diri Nadia langsung peka dan mengalah. Walaupun sebenarnya hatinya berdarah-darah.
“Jangan memulainya kembali Nadia. Celina hanya ingin menumpang sampai ke kampus.”
Nadia tidak salah dengar? Menumpang? Yang benar, ia sendiri di sini yang menumpang. Bara dan Celina duduk di depan, sudah terlihat jelas bukan? Siapa yang jadi obat nyamuk. Nadia sendiri tunangan Bara bukan Celina.
“Aku capek Bar. Kalau kamu suka sama Celina. Silahkan buang cincin ini.” Nadia memegang cincin perak di jari manisnya.
Bara tidak pernah mengetahui bagaimana tersiksanya Nadia selama ini. Nadia memang terlihat biasa saja tapi hatinya hancur.
Bara langsung menggelengkan kepalanya. Bara memeluk Nadia dengan erat. Nadia bisa merasakan detak jantung Bara yang berdetak dengan cepat. Bara takut kehilangannya, tapi sikap Bara yang tidak tegas membuat Nadia tidak kuat di sisinya.
Kalau memang hubungan ini tidak bisa dilanjutkan, Nadia akan mencoba mengikhlaskan Bara dengan Celina.
“Kamu hanya milik aku Nadia. Aku mohon jangan lakukan itu. Aku akan lebih tegas dengan Celina. Aku akan berusaha.”
Kalian pikir itu janji pertama Bara? Salah besar! Bara selalu berjanji, tapi setelah hari ini ia akan mengulanginya kembali.
“Jangan berjanji kalau akhirnya kamu sendiri yang ingkar Bar.”
Bara tidak menghiraukan perkataan Nadia. Ia menariknya ke dalam mobil, sekarang bukan kursi belakang namun kursi depan tempat Celina duduk, wajah gadis itu tidak merasa bersalah sedikitpun.
Nadia yakin Celina bukan gadis polos yang tidak mengerti apapun, lebih tepatnya gadis itu sengaja menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka.
“Lo duduk di belakang!” tegas Bara dengan suara tidak ingin dibantah.
Nadia hanya diam melihat reaksi Celina. Gadis itu melirik sekilas seperti tidak suka. Dugaannya memang benar, Celina tidak sebaik yang Nadia kira.
Setelah Celina duduk manis di belakang. Nadia langsung duduk di samping Bara. Ia sempat melirik Celina kembali. Wajah Celina memang terlihat sangat polos, sehingga Bara selalu iba padanya. Namun satu sisi Nadia kasihan dengan Celina, tidak enak hidup dengan rasa kasihan orang lain. Bara hanya merasa kasihan dengan Celina tidak lebih. Ingin sekali Nadia menasehatinya.
Nadia mengingat perkataan Bara tempo hari. Celina memiliki penyakit jantung yang lumayan parah. Sehingga Bara ingin menemani sahabatnya itu di hari-hari terakhirnya.
Namun Nadia sering mencuri pandang ke Celina, tidak ada sedikitpun tanda-tanda Celina memiliki penyakit mematikan. Bukannya orang sakit seharusnya wajahnya selalu pucat dan membawa obat? Tapi Nadia tidak pernah melihat Celina minum obat.
“Apa yang kamu pikirkan sayang?" tanya Bara sesekali memperhatikannya dan fokus menyetir mobil.
Nadia menggelengkan kepala. Bara mengelus tangannya dan membawa ke atas paha pria itu. Nadia diam membiarkan Bara melakukan apapun yang ia inginkan.
“Jangan tinggalkan aku!” pinta Bara padanya.
Sebenarnya itu tergantung Bara. Kalau dia terus saja mengulang kesalahan yang sama, maka Nadia akan memutuskan hubungan mereka. Nadia tidak pernah takut akan perpisahan kalau memang itu jalan yang terbaik, karena baginya waktu Nadia terlalu berharga untuk disia-siakan dan dihabiskan dengan orang yang selalu membuat kita sakit hati.
Barata Mahendra adalah pria yang tampan menurut versi Nadia dan semua orang. Siapa yang tidak tertarik dengan Bara. Di usianya yang masih muda sudah menjadi CEO perusahaan ternama. Sudah tampan dan baik, pokoknya kecerdasan otak Bara tidak bisa diragukan lagi.
Namun Nadia sedikit risih dengan semua penggemar Bara yang fanatik, termasuk sahabatnya yang sedang ada di belakangnya. Berbagai macam cara mereka lakukan untuk memisahkan Nadia dengan Bara. Tidak semudah itu girls!
“Kamu tadi sengaja jemput Celina atau dia yang nyuruh?” tanya Nadia penasaran.
“Celina yang menelpon, katanya sopirnya lagi sakit dan libur. Jadi Celina minta tolong ke aku. Iya kan Cel?” jelas Bara, melirik sekilas ke arah Celina membenarkan ucapannya.
“Iya, Nadia. Gua yang minta tolong ke Bara. Lo jangan salah paham. Bara hanya cinta sama lo kok,” jelasnya membuat Nadia entah mengapa muak mendengarnya.
Terus Nadia akan percaya begitu saja dengan ucapannya? Oh, tentu saja tidak!
“Lo gak ada teman selain Bara?” Nadia tidak percaya Celina hanya berteman dengan satu orang. Mengaku Bara sahabatnya lagi, padahal mereka hanya berteman biasa. Lihatlah! Bara, pria dingin dan cuek, tidak mungkin bisa sedekat itu dengan Celina. Kecuali Nadia pawangnya.
“Kan gue baru pindah ke Jakarta. Sebenarnya ada, tapi gue gak enak meminta bantuan selain ke Bara. Lo gak suka ya sama gue?”
Siapa juga yang suka sama lo? Dari awal Nadia sudah muak melihat wajah sok polos Celina di depan Bara, contohnya sekarang ini. Wajahnya penuh akan topeng.
Bara dari tadi hanya mendengar mereka, tanpa niat ikut berbicara, takut Nadia marah kembali dan meminta putus. Sampai kapanpun Bara tidak akan pernah melepaskan Nadia. Bagaimana pun caranya Nadia hanya miliknya. Bara tidak bisa hidup tanpa Nadia.
“Kalau bisa... lo jangan sering-sering minta bantuan ke Bara. Soalnya gue risih. Gue orang yang nggak suka berbohong, karena dosa. Jadi gue jujur ke lo.”
“Sayang!” peringkat Bara langsung karena Nadia berkata seperti itu. Ya, kan Nadia hanya mau berkata jujur. Apa salahnya yey.
“Besok gue gak akan minta tolong ke Bara lagi. Tapi gue mohon jangan larang Bara ketemu sama gue, soalnya Bara kan sahabat gue.”
Tuhkan, nih cewek ngelunjak. Nadia membuang nafas sangat pelan sampai tidak terlihat bernafas. Mobil Bara melaju dengan kecepatan sedang. Nadia memilih diam tidak bertanya kembali. Nadia membuka ponsel dan terpampanglah wajah-wajah tampan artis Korea yang sedang trend bulan ini.
“Hapus Nadia! Aku tidak suka melihatnya! Lebih tampanan aku daripada mereka,” tegas Bara.
“Mau-mau aku dong, ini ponsel aku. Jadi aku bebas mau menyimpan foto siapapun.” Nadia langsung menyembunyikan ponselnya. Dasar Bara possessive.
“Besok kalau aku lihat lagi foto itu, aku bakar ponsel kamu.”
“Huh, kang ngatur. Aku aduin ke papa kalau kamu berani bakar ponsel aku,” kesal Nadia menatap tajam Bara. Enak saja main bakar-barak emang jagung bakar apa? Smartphone Nadia juga keluaran terbaru dan bermerek. Bukan smartphone abal-abal.
“Besok aku ganti dengan yang jauh lebih canggih. Kalau kamu mau aku belikan sama tokonya sekalipun.”
Sultan mah bebas. Tapi sombong sekali dirinya. Pokoknya Nadia sangat menyayangi smartphonenya saat ini karena hadiah dari ayah kemarin ketika ulang tahun. Tapi kalau Bara membelikan smartphone sepuluh dan tokonya, Nadia mau. Lumayan investasi jangka panjang.
"Hem, sebaiknya lo pulang ajha Celina! Bara katanya mau libur kerja hari ini." Candra tidak menyukai kehadiran Celina dan terpaksa berbohong, agar gadis itu tidak mengganggu Bara. "Gue nungguin Bara bentar aja Can, gue mau kasih dia makanan ini, sebagai ucapan terima kasih gue ke Bara. Bara dia udah peduli ke gue." Celina tersenyum ramah, membalas tatapan tidak suka Candra. Gadis itu memangku sebuah kotak makan dan duduk di sofa dengan rapi. Candra dari dulu tidak menyukai Celina, walaupun ia tahu Celina mempunyai penyakit yang hampir sekarat. Candra tidak memperdulikan itu, yang sekarang ia pikirkan adalah perasaan Nadia, kalau Nadia mengetahui semuanya, pasti gadis itu akan sangat marah ke Bara. 'Dasar pelakor, cewek gak tau malu,' batin Candra menggerutu dengan disertai tatapan tajam pada gadis yang duduk di sampingnya. "Bolehkan, Can?" Celina tersenyum ramah. "Terserah lo," balas Candra singkat. "Lo gak suka
"Gila!! Gue tadi lihat malaikat ganteng banget," teriak salah satu dari gadis yang Nadia kenal. Siapa lagi kalau bukan sahabat nya sendiri. Dia Lala, gadis cempreng dan tidak bisa diam. Lala adalah salah satu sahabat Nadia. Nadia hanya diam mendengar suara kegaduhan di dalam kelasnya. Sudah biasa, jadi Nadia sudah kebal dengan semua itu. Harus ekstra menjaga gendang telinga kalau sudah masuk di kelas ini. Kelas yang sudah di desain oleh rektor dengan sangat spesial, bagaimana tidak kelasnya ini tempat berkumpul nya mahasiswa pintar tapi pintar dengan kritikan yang pedas. Bukan hanya itu juga kelas ini juga terkenal dengan para mahasiswanya yang biang gosip namun lumayan cantik untuk di hujat. Mimpi apa Nadia di tempat kan di kelas ini. Nadia mengges
Nadia langsung masuk ke dalam mobil Lala. Nadia tidak akan menangis, semua percuma saja kan? Sudah terjadi. Nadia hanya mengikuti alurnya.Nadia menyalakan lagu dengan seenak jidat nya. Membuat kedua sahabatnya memekik dengan apa yang dilakukan Nadia. Yang benar saja, Nadia menyalakan lagu dengan suara yang dapat membuat telinga mereka ikut bergoyang."Gila lo Nad, lo mau bunuh kita juga?? Kalau lo mau mati jangan ajak-ajak gue," Pekik Lala mengecilkan volume suara itu.Sakitnya tuh di sini di dalam hatiku, sakitnya tuh disini melihat kau selingkuh.Nadia bernyanyi sesuka hatinya. Kedua sahabatnya hanya menggeleng frustasi melihat tingkah laku Nadia yang seperti ini."Kalau gue jadi lo. Gue udah jam
Hari Ini Nadia kembali masuk kuliah dengan ceria. Untuk masalahnya dengan Bara, Nadia belum memaafkan pria itu. Biarlah Bara berusaha membuatnya luluh. Nadia sudah lelah.Tiga gadis cantik tengah berbincang dan bergosip ria dengan kedua sahabatnya. Sebenarnya hanya mereka berdua yang berbicara, karena salah satu dari mereka tipe cewek pendiam."Nadia! kamu ikut ke ruangan saya!" perintah Ryan dengan halus namun sedikit tegas.Pak Ryan mirip dengan oppa-oppa Korea itu memanggil Nadia kembali. Nadia berhenti bergosip ria, padahal lagi asik."Boleh ajak teman nggak, Pak?" tawarnya , melirik Lala yang sangat ingin ikut bersama ke ruangan dosen tampan itu. Lala sangat mengidolakan dosen itu.Lala tersenyum, berharap do
Nadia memperhatikan mobil hitam di depan pekarangan rumahnya, pasti ini milik Bara tunangannya, siapa lagi. Pria keras kepala itu masih saja membuat ulah, padahal Nadia sudah memperingati Bara agar tidak ke rumahnya selama seminggu.Dengan langkah kesal Nadia masuk ke dalam rumahnya. Ia sangat malas bertemu dengan Bara. Kenapa juga pria itu ke rumahnya."Sayang."Nadia baru saja ingin melewati Bara menuju kamarnya dan pura-pura tidak melihatnya. Namun dirinya ketahuan juga."Apaan sih? Aku capek. Pulang sana!" usir Nadia mengangkat tangan nya seperti mengusir itik ke arah Bara.Bara tidak menyerah, ia langsung memanggil calon mertuanya. Karena hanya calon mertuanya yang bisa membujuk Nadia.
"Syukur deh papa pergi kerja. Mama pergi ke pasar. Gue bisa bebas, mengendarai mobil sendiri," ucap Nadia pelan sambil cengengesan. Sebelum menggunakan mobilnya, Nadia terlebih dahulu membersihkan nya. Itu adalah mobil pemberian kedua orang tuanya ketika Nadia ulang tahun kemarin. Nadia ingin mengendarai mobilnya setiap hari. Tapi, karena ulah tunangannya, mobilnya itu hanya menjadi bahan pajangan di garasi rumahnya. "Yuhuuuu... Kita berangkat!!" Nadia masuk ke dalam mobil kesayangannya. Ingat ya, ini sejarah Nadia mengendarai mobil ke kampus pasti keren. Kalau tentang Bara. Ia bodo amat. Pria itu hanya mementingkan Celina dari pada dirinya. Nadia menancap gas dengan kecepatan Penuh. Gadis itu bersorak ria sembari menyetel lagu. Hampir semua Mobil yang ada di jalan ray
"Kamu jangan banyak tingkah Nadia. Aku tahu kamu bohongin aku, kan?" tanya Bara menatap tajam gadisnya. Kalau seperti ini, Nadia jadi takut melihat Bara. Bara mirip seperti Monster kalau sudah marah. Nadia masih enggan berbicara dan tidak ingin melihat Bara."Mama sama papa aku di mana?" tanya Nadia mencari keberada mama dan papanya dengan ekor matanya."Mereka semua sudah pulang. Sekarang aku yang jagain kamu. Sampai kamu sembuh," ujar Bara duduk di dekat Nadia.'Males banget di jagain sama Bara. Bisa-bisa gue gak bebas. Huft! Kenapa mama sama papa pulang sih?' batin Nadia menggerutu kesal."Kamu lagi mikirin, apa?" tanya Bara curiga. Pasti gadisnya tengah memikirkan keberadaan orang tuanya. Bara sudah mengatur sem
Karena tubuh Nadia lumayan kebal dengan penyakit. Maka hari ini Nadia diizinkan pulang oleh dokter, dengan catatan! Nadia harus tetap mengontrol keadaan nya sesekali ke rumah sakit.Nadia mengangguk setuju. Nadia juga sudah bosan tingkat akhir berdiam diri di ruangan yang penuh dengan bau obat, apalagi dengan Bara yang yang tidak pernah jauh dari nya. Nadia ingin bebas tanpa ada kekangan dari siapa pun.Bara yang hafal dengan raut wajah Nadia. Sudah menduga gadisnya tidak mengharapkan kehadirannya. Bara tidak akan melepaskan Nadia sampai kapanpun."Ayo Sayang. Aku gendong, ya?" tanya Bara lembut. Nadia dengan cepat menggeleng. Kalau Bara menggendong nya, semua orang di rumah sakit ini, menganggap mereka seperti pengantin baru yang sedang dimabuk asmara. Nadia tid