Book 1
"Aku melihatnya sendiri dan itu benar-benar luar biasa! Dia berjalan di dinding gedung begitu saja! Apa dia pria laba-laba yang sedang populer i ... Ray? Kau mendengarkanku, 'kan? 'kan?"Beritahu aku bagaimana caranya agar aku tidak mendengarkanmu saat kau bicara dengan suara yang begitu keras?
Beritahu aku bagaimana caranya agar aku bisa melepaskan tanganmu yang sibuk menarik kerah seragamku?Aku tidak mengerti, anak perempuan ini berusaha bicara denganku atau sedang merampok?
Kulirik anak perempuan berambut cokelat muda di hadapanku, tatapannya tertuju padaku, penuh curiga.
"Dengar, tentang pria laba-laba, 'kan? Aku dengar semuanya dari awal hingga akhir. Karena itu bisa kau ... "Brak-
Mejanya.
Mejanya retak. Anak perempuan ini memukul meja sampai retak begini, padahal aku yakin meja di sekolah terbuat dari kayu kualitas terbaik.Aku menelan ludah, perlahan menatap ke arah perempuan yang masih berada di hadapanku. Iya, aku yakin sekali jika dia ini seorang perempuan, dia memakai rok dan punya sesuatu yang ... lebih baik tidak aku lanjutkan."Aku tahu kau tidak mendengarkanku, aku tidak mengerti kenapa kau tidak tertarik dengan berita seperti ini. Apa kau salah satu dari pengkhianat yang tidak percaya akan adanya manusia yang memiliki kemampuan luar biasa?"
Aku hanya tidak mengerti bagaimana kau bisa memukul mejanya sampai seperti itu dan sekarang aku berharap jika kepala atau wajahku tidak jadi korban selanjutnya.Sebenarnya membicarakan tentang manusia berkemampuan, bukannya aku tidak percaya. Aku percaya, tentu saja, aku mempercayai kehadiran Limmerence di antara kita meski mereka hidup dengan bersembunyi. Tapi aku juga tidak punya epiphany atau semacamnya. Hanya begitu saja, seolah ada yang menanam pikiran seperti itu di kepalaku.
Hm?Apa itu? Bayangan putih bertopeng? Siapa?Manusia? Bagaimana dia bisa sampai di atap gedung seberang?Mana mungkin Limmerence, 'kan?Jangan-jangan mereka bisa membaca pikiran seseorang? Lalu karena pikiranku tadi mereka akan mengincarku!?Aku bahkan belum pernah pacaran!
Ya Tu ..."Ray!"Dua kali.Dua kali aku merasa terlonjak karena perempuan bernama Naya ini, aku berharap jantungku akan tetap sehat ke depannya."Apa yang kau lihat? Ada apa di gedung sebelah? Kau seperti sedang melihat hantu saja."
"Iya, sepertinya aku sedang melihat hantu. Dan karena habis melihat hantu, aku jadi lapar. Aku akan makan siang sekarang, jadi, bisa kau biarkan aku makan bekal siangku?"
"Baiklah, baik. Dasar Ray tidak seru, aku akan mengajak bicara yang lain saja."
Aku menghela napas lega, akhirnya dia membiarkanku sendiri. Akhirnya aku bisa menikmati waktu makan siangku yang berharga dan menunggu hingga jam pulang. Aku berharap tidak akan melihat hal aneh seperti ... pria tadi? Pria aneh dengan rambut panjang, tapi bagaimana aku bisa yakin jika makhluk itu pria? Lalu bagaimana juga aku bisa melihat jelas dengan jarak sejauh itu?Kepalaku sakit. Aku sudah cukup lelah karena pelajaran matematika, aku sungguh tidak mau jadi gila karena masalah ini. Baiklah, aku akan beranggapan jika aku sedang berilusi.
***Namaku Rayshane, teman-teman biasanya memanggilku Ray. Aku cukup normal di kalangan remaja ibu kota, tinggiku mencapai 178 senti, wajahku tidak benar-benar buruk. Setidaknya aku dapat satu, dua pernyataan cinta dari perempuan, meski itu terjadi saat aku masih di sekolah dasar. Tidak masalah.Aku sudah tidak punya orang tua, sudah tiada sejak aku masih bayi. Satu-satunya keluarga yang aku punya, nenek, juga sudah meninggal dua tahun yang lalu. Karena itu, aku mengurus semua keperluanku sendiri, dari memasak hingga menjemur pakaian. Kau tidak akan bisa bayangkan bagaimana kesepiannya aku saat menonton film romansa sendirian.
Tapi aku bersyukur aku punya tetangga yang baik, Naya adalah salah satu tetangga juga teman sekelasku. Meski aneh dan mengerikan, dia sering membantuku memasak dan memberi nasihat tentang keberadaan harga telur termurah. Ada juga Diaval, laki-laki kurang waras yang bercita-cita ingin mengadopsiku di usianya yang kedua puluh lima. Tapi karena pekerjaannya, dia jarang ada di rumah, dan hal itu membuatku lega.
Aku hidup mengandalkan tabungan yang ditinggalkan nenek dan orang tuaku, aku dapat beasiswa sehingga tidak perlu memikirkan biaya sekolah. Aku mendapatkannya setelah hampir koma karena terlalu banyak belajar. Itu adalah asal usul kenapa aku phobia pada pelajaran, bukan, bukan karena aku bodoh, jelas berbeda.
Kami hidup dengan baik di sini, semua warga yang tinggal tidak berat tangan untuk membantu. Memang ada beberapa yang keji, mereka yang menjual bahan baku tanpa pernah berikan diskon. Sungguh perbuatan tidak terpuji. Sejujurnya aku tidak benar-benar ingat masa laluku, tidak tahu bagaimana karena itulah kenyataannya. Tapi aku bisa pastikan jika tidak ada kekacauan yang terjadi selama aku masih anak-anak.Kota yang kutinggali bernama Panacea, salah satu ibu kota di Ilicit. Para pendeta menyebut Ilicit sebagai dimensi, karena mereka percaya adanya keberadaan dimensi lain. Sebagian masyarakat mengikuti dan percaya, sebagian lagi tidak ikut andil, hanya diam dan memilih hidup dengan tenang sepertiku.
Dan tiba-tiba saja, tahun lalu muncul satu kelompok yang menolak untuk percaya adanya dimensi lain secara keras dan menganggap Ilicit adalah negara tanpa pimpinan yang nyata hingga menimbulkan keributan.
Anehnya, para Limmerence yang disebut sebagai penjaga tidak muncul untuk menahan mereka.
Mereka memang tidak melukai, tidak seperti pemberontak yang dengan sengaja merusak barang atau rumah, yang mereka lakukan hanya berteriak menyuarakan pendapat.Mungkin karena tidak menyebabkan kerusakan, jadi Limmerence tidak merasa perlu untuk muncul? Aku tidak tahu.
... aku berkata begini hanya iseng saja, jangan datangi aku kumohon.Dan sekarang malah muncul kabar angin dari para pendeta yang mengatakan jika Limmerence kehilangan pimpinan mereka yang baru.
Lagi-lagi aku tidak mengerti hal seperti ini, yang aku tahu pemimpin mereka adalah sang Karael. Apa Karael menghilang? Atau mungkin hanya sedang liburan? Apa sang bijaksana butuh liburan? Memangnya siapa yang tidak butuh? Aku.Aku tidak butuh liburan, aku hanya butuh uang yang banyak hingga tidak perlu lagi memusingkan bagaimana cara berhemat bulan ini!
Di suatu hari tanpa sengaja Di suatu hari tanpa sengaja senja menghampiri kau dan aku.Kau berdiri, tegak kulihat.Aku duduk, gemetar. Di suatu hari tanpa sengaja teriakan itu terdengar.Siapa? Aku jawabmu.Kau takut dan aku ragu. Di suatu hari tanpa sengaja hujan datang.Kau bilang hari akan cerah, kau bilang matahari akan bersinar.Salah, aku yang percaya, bukan kau yang mengatakannya. Di suatu hari tanpa sengaja aku melihatmu berlari.Tidak begitu cepat, tapi tidak kukejar.Ada apa? Bukan begitu.Aku berdiri, gemetar. Di suatu hari tanpa sengaja kita kembali berdiri di tempat yang sama.Angin berbisik, memintaku pergi.Kau duduk, tegap. Di suatu hari tanpa sengaja senja menghampiri kau dan aku.Kau tidak lagi berdiri dan aku tidak lagi duduk.Di tanah lapang, di bawah matahari yang tenggelam.Kau matahari dan aku hujan.
Page twenty four - Ending "Kenapa kehidupan beranjak dari gelap?""Ia ingin lebih baik, katanya." *** Dua makhluk yang ditinggalkan itu tidak saling bertanya, tidak saling menatap hanya diam menghabiskan waktu di antara mereka. Hingga malam pun terlewat, menjelang pagi dengan matahari yang muncul seolah tidak terjadi apa-apa. Sepasang mata terasa lelah, Limmerence yang ikut berjaga semalaman itu melewatkan salam pertamanya pada pimpinan baru mereka. Tidak apa pikirnya, ia dapat tugas yang lain dari raja. Sementara sepasang mata yang lain tidak mau tertutup, ia tetap memaksa untuk terjaga. Tidak tahu apa dan tidak tahu kenapa, seakan dia yang belum menerima kenyataan yang ada. Benarkah? Benarkah yang terjadi? Ia selalu menanyakan hal yang sama, ia selalu bertanya pada dirinya sendiri tanpa bisa menjawab. "Semuanya sudah berlalu. Sudah lewat, sudah terjadi. Seperti katanya, jika kau memen
Page twenty three - In Between "Kenapa kehidupan beranjak dari gelap?""Ia ingin lebih baik, katanya." *** "Aku tidak akan minggir, aku juga tidak akan ragu untuk menghentikanmu. Tuanku sudah memberi perintah, ia yang akan memberi hukuman pada Bellial." Dammian menatap lurus pada sosok yang sama dengannya, sosok Doppelganger, perwujudan dari kekuatan yang di anugerahkan pada Savior dan Bellial. Judas diam, tidak ia menjawab tidak juga ia bergerak seolah ia yang tidak menolak keputusan yang Savior buat. "Judas, aku tahu. Aku tahu kau merasa sedih karena tuanmu, aku tahu kau ingin dia bahagia lebih dari siapa pun. Aku tahu jika kau, benar-benar peduli padanya, tapi jika kau diam, kau tidak akan pernah bisa menyelamatkannya." "Tuanku, tidak seperti tuanmu Dammian. Dia tidak pernah menganggapku sebagai teman atau saudara, dia hanya menganggapku sebagai alat. Aku adalah senjatanya, kekuatannya, hanya itu. Aku t
Page twenty two - The Truth "Aku menembakkan peluru ke kepala yang harusnya aku lindungi dengan topi, dan aku membiarkan diriku tertabrak agar aku dibawa lari." *** "Callahad ... " Suara itu terdengar tenang, tidak bernada tinggi tidak juga bernada takut seperti sebelumnya. Seolah yang berdiri di hadapan tiga makhluk tersebut adalah orang yang tidak lagi sama. "Rayshane?" Diaval menatap pria yang ada di hadapannya, memastikan jika pria ini benar-benar saudaranya, benar-benar orang yang ia kenal sejak ia kecil. "Maaf ... saya tidak bermaksud membohongimu selama ini. Tetapi, saya tidak pernah benar-benar berbohong. Saya memperlakukanmu sebagaimana saya, sebagaimana saya yang menjalani kehidupan baru. Saya hanya meminjam nama itu." Pria yang seharusnya ketakutan dan menangis itu kini menatap Diaval dengan tatapan sulitnya, nada bicaranya tenang dan terasa asing untuk Diaval. Sementara makhluk yang Diaval yak
Page twenty one - Salvation "Rayshane, kenapa kau ini pelit sekali? Bukankah kalau kau kehabisan uang, kau bisa minta pada heirs brutal itu?" "Aku tidak pelit tapi perhitungan. Coba berkaca, kau itu menghabiskan makanan pokokku untuk satu minggu dalam satu hari!" *** Aku berlari, yang aku tahu aku harus menemukan Callahad. Aku berlari dan tidak sekali pun menoleh ke belakang. Tidak juga kudengarkan teriakan Savior ataupun Diaval yang mencoba menghentikanku. Bagaimana ini?Bagaimana ini? Ada yang tewas, ada yang tiada. Bagaimana ini?Semuanya karena aku, semuanya terjadi karena aku yang tidak berguna. Harusnya aku menyerah saja sejak dulu. Harusnya aku mati saja, harusnya aku saja yang mati. Callahad! Langkah kakiku terhenti, aku hampir tersungkur jika bukan karena Savior yang menangkap salah satu lenganku. Di belakangnya Cassian dan Diaval menyusul. "Tuan ... "
Page twenty - World Behind Aku bertindak terlalu jauh saat mencintaimu, aku bertindak terlalu jauh saat aku mencium tanah yang bekas kau injak, aku bertindak terlalu jauh menunggu mata kita saling menatap. *** Aku masih menunggu Savior, sudah tiga puluh menit berlalu dan dia belum muncul juga. Aku tahu Savior jauh lebih kuat dari Callahad, jadi, tidak mungkin Savior kalah, 'kan? Aku menggigiti bibir bawah karena gugup, mengingat malam semakin gelap dan angin semakin dingin. Aku sengaja fokus menatap dua kakiku, memperhatikan bagaimana bentuk jari kaki, kuku juga sepasang sandal yang sudah aku pakai sejak tiga tahun lalu. Bukan menghemat, tapi sandal ini sandal keberuntungan. Kenapa Savior lama sekali? Apa dia sengaja? Apa dia meninggalkanku karena marah? "Tuan?" Aku terlonjak, hampir saja aku memukul makhluk yang memanggilku dengan balok kayu. "Savior ... hah. Astaga, kau tidak bisa ya muncul dengan normal?