"Huhh ... sial ... sial ... sial!" teriak kesal Zayn sembari memukul gagang setir mobilnya. Tak dipungkiri hatinya masih tak rela mengakhiri hubungannya dengan Intan baru saja.
"Gue udah ingetin bolak-balik pake pil kontrasepsi biar kagak kebobolan. Dasar perempuan tolol, rusak semua jadinya!" maki pemuda itu penuh amarah di dalam mobilnya yang melaju kencang menuju ke rumah keluarga Pradipta di pinggiran kota Jakarta yang tenang.
Tak biasanya Zayn pulang ke rumah itu, tetapi kali ini mamanya mengiriminya pesan agar dia hadir makan malam bersama di sana. Ucapan mamanya itu mutlak harus dipatuhi kalau masih menginginkan suport materi secara penuh.
Bendahara di keluarga Pradipta adalah mamanya, Nyonya Selvi Ratna Pradipta. Sedangkan, papanya yaitu Bramantyo Muis Pradipta hanya tahu mencari nafkah dan menambah pundi-pundi kekayaan keluarga mereka. Pak Bram hanya tahu beres atas segala pengaturan istrinya yang memang jago menaruh pos-pos keuangan keluarga.
Hubungan Zayn dan Intan memang sejak awal disembunyikan dari keluarga Pradipta. Dia takut mamanya akan menentang karena latar belakang Intan yang bukan siapa-siapa. Apa yang mau diharapkan dari anak yatim piatu sejak lahir yang bahkan bersekolah pun full beasiswa?
Memang Intan cantik luar dalam dan pintar secara akademik. Makanya Zayn langsung jatuh hati kepada gadis itu dulu ketika berkenalan di SMA yang sama.
Hanya saja zaman begini masih percaya dan mengagung-agungkan cinta? Itu sangat konyol bin naif, pikir Zayn sembari merutuki keluguan Intan tiada habisnya.
Mobil Porsche itu memasuki halaman rumah megah 3 lantai bercat dinding putih dengan genting warna biru navy yang nampak elegan dari kejauhan. Zayn pun memarkir mobilnya sekenanya di depan teras rumah karena tak ada mobil lainnya di situ.
Dia menyembunyikan mood buruknya karena akan bertemu mamanya sebentar lagi, Zayn harus ceria.
"Hai, Jagoan Mama!" sambut Nyonya Selvi seraya memeluk cium putera kesayangannya. Dia menatap wajah pemuda tampan bertubuh jangkung dan kekar itu dengan cermat lalu berkata lagi, "Zayn, kamu sudah siap buat terbang ke Swiss 'kan besok?"
"Swiss?! Astaga, Mama ... kenapa mendadak sekali?" protes Zayn yang nampaknya tak siap berangkat besok ke luar negeri untuk mempersiapkan kuliahnya.
Nyonya Selvi menggandeng lengan Zayn menuju ke sofa ruang keluarga sembari menjawab, "Kamu tinggal berangkat aja 'kan? Semuanya kebutuhan kamu sudah diatur Martin, dia nanti yang bantu-bantu urusan pendaftaran kuliah, apartment tempat tinggal kamu, dan lain sebagainya. Nggak boleh ngebatalin keberangkatan kamu besok ya, Nak!"
Bila itu sudah maunya sang mama, Zayn tak bisa menolak. Dia pun menganggukkan kepalanya dengan lesu. Mereka pun melanjutkan perbincangan seputar adik Zayn yang bernama Prilly yang masih duduk di bangku SMP tingkat akhir tahun ini dan juga kesibukan papa Zayn.
Sementara itu di Panti Asuhan Kasih Ibu Kartini, kepulangan Intan yang nampak sembab wajahnya dan juga lemas tak bersemangat membuat Bunda Kartini Soekotjo bisa menebak hasil pertemuan anak asuhnya dan pacarnya yang telah menghamili Intan.
"Nak, apa kamu mau cerita sama Bunda tentang hasil pembicaraan kamu dan pacarmu?" bujuk Bunda Kartini sambil mengiring Intan ke kamar tidur remaja itu.
Intan terduduk lunglai di tepi ranjangnya dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia mulai menangis pilu tak henti-henti.
Dengan besar hati Bunda Kartini membelai lembut puncak kepala Intan. "Sabar ya, Nak. Apa mau Bunda temani besok untuk menemui orang tua pacarmu? Kamu punya alamat rumahnya 'kan?" tanyanya.
"Ada, Bunda. Mungkin itu jalan satu-satunya agar Zayn mau bertanggung jawab untuk janin di rahimku ini!" sahut Intan setuju dengan usul Bunda Kartini.
"Besok pagi kita berdua naik taksi online ke sana saja. Sekarang kamu mandi, makan, istirahat biar janin kamu tetap sehat. Jangan stres dan banyak pikiran ya, Tan!" tutur Bunda Kartini sebelum meninggalkan kamar tidur Intan.
Memang keesokan harinya, sekitar pukul 08.00 WIB mereka telah sampai di teras depan rumah megah milik keluarga Pradipta. Asisten rumah tangga yang menyambut kedatangan Bunda Kartini dan Intan.
"Maaf, kalian mencari siapa ya?" tanya Murni, art kediaman Pradipta kepada kedua tamu tak diundang tersebut.
"Kami ingin bertemu orang tua Zayn, Mbak," jawab Bunda Kartini tanpa bertele-tele karena tujuan kedatangan mereka berdua membawa topik yang sensitif.
Murni pun meminta mereka berdua untuk menunggu di sofa ruang tamu yang ada di sisi barat rumah megah tersebut. Baik Intan maupun Bunda Kartini berdecak kagum seraya mengedarkan pandangannya ke interior rumah yang nampak mewah dan juga arsitektur yang terkesan elegan itu.
Tak lama setelahnya Nyonya Selvi memasuki ruang tamu dan mengernyitkan keningnya ketika melihat sosok kedua tamunya pagi itu. Dia pun menyapa sekadarnya, "Selamat pagi. Saya mamanya Zayn, kalian siapa ya?"
"Selamat pagi, Bu. Perkenalkan saya Kartini, walinya Intan," balas Bunda Kartini sambil berjabat tangan dengan Nyonya Selvi bergantian dengan Intan yang telapak tangannya terasa dingin.
"Oke. Ada perlu apa ya datang menemui saya ke mari?" tanya Nyonya Selvi bernada ketus.
Kedua tamunya kompak menghela napas dalam dan merasa tak nyaman. Namun, Bunda Kartini merasa hak puteri asuhnya wajib dibela. Maka dia pun mulai berbicara tanpa basa-basi, "Jadi kedatangan kami ini untuk meminta pertanggung jawaban Nak Zayn yang telah menghamili Intan ini—"
"HAHH?! Hamil? Maaf ya, kalau Zayn bersenang-senang dengan sembarang perempuan di luar rumah, bukan berarti dia wajib bertanggung jawab menikahi perempuan itu dong! Enak saja kalian minta pertanggung jawaban. Keluarga kami tidak buka panti sosial ya!" cerca Nyonya Selvi dengan pedas.
"Tapi, Bu—ini anaknya Zayn lho, cucu Anda!" tegas Bunda Kartini tak ingin menyerah memperjuangkan hak Intan.
Tawa sinis terdengar menggema di ruang tamu. Mama Zayn pun bangkit berdiri seraya bersedekap di hadapan kedua tamu yang tak diundang tersebut.
Dia pun menjawab, "Gugurkan saja dan selesai perkara! Hari ini Zayn berangkat ke Swiss untuk sekolah kedokteran, masa depannya masih terbentang panjang. Jangan hanya karena menghamili perempuan bodoh yang miskin lantas cita-citanya kandas!"
"Ya Tuhan, tega sekali Anda menyuruh Intan menggugurkan calon cucu Anda, Bu!" Bunda Kartini mengelus dadanya mencoba bersabar sekalipun dia yang selama ini merawat anak-anak yang dibuang oleh orang tuanya di panti asuhan merasa wanita di hadapannya berhati degil.
"Alaa—perempuan mata duitan saja sok-sokan jadi korban. Aku yakin pasti dia yang menggoda Zayn sampai jadi bunting begini, iya'kan?!" sentak Nyonya Selvi bernada tajam seolah pendapatnya pasti dijamin benar 100%.
Intan merasa lidahnya kelu dan air matanya seolah tak dapat dibendung terus mengalir. Dia baru sekali bertemu dengan mama Zayn. Pemikiran pemuda itu rupanya hasil didikan mamanya yang sebelas dua belas dengannya.
"Sudah, begini saja. Kalian 'kan mau uang, aku akan berikan cek giro senilai 100 juta rupiah. Cairkan itu di bank sepulang dari sini dan jangan pernah mengungkit masalah anak haram yang dikandung perempuan ini!" putus Nyonya Selvi dengan ringan. Dia menulis nominal di buku cek giro lalu menanda tanganinya.
Selembar kertas berharga 100 juta rupiah itu diulurkan ke hadapan kedua tamunya. "Ambil ini! Lalu cepat tinggalkan rumahku," tuturnya dingin.
Bunda Kartini dan Intan bertukar pandang dengan perasaan tak menentu. Karena belum bisa menentukan akan bagaimana, maka Bunda Kartini pun menerima lembaran cek giro itu dari tangan Nyonya Selvi.
"Bagus. Sekarang kalian enyah dari hadapanku. Orang miskin memang selalu bisa dibeli bukan? Sungguh menjijikkan!" hina Nyonya Selvi sebelum memanggil pelayan laki-laki di rumahnya untuk mengusir kedua tamunya.
Intan tak akan pernah lupa hari dimana harga dirinya diinjak-injak sedemikian hina oleh mama Zayn. Dia berdoa dalam hatinya bahwa suatu hari nanti karma dari Tuhan akan berbalik memukul wanita arogan tersebut.
Dengan pikiran buntu dan hati yang panas Zayn berjalan kaki di trotoar setelah meninggalkan kediaman Richermond. Harapan terakhirnya pupus sudah. Semua gara-gara pria sialan keturunan Adira Lukmana itu! Zayn merutuki Jovan.Ketika sampai di sebuah halte bus, Zayn memilih untuk duduk sendiri bengong meratapi nasibnya yang naas. Dia seharusnya menjadi pewaris tunggal aset kekayaan mendiang papanya. Namun, semua tidak bisa diusut. Pengacara keluarga Pradipta malah tersandung kasus hukum hingga masuk bui. Dia sekarang luntang lantung hanya punya dompet dan HP saja. Entah barangnya di kost sudah dibuang ke mana oleh pengelola tempat tersebut atau pula disimpan kalau orangnya baik hati. Zayn belum sempat pulang ke kost. Sebuah mobil sedan Ferrari merah berhenti tak jauh dari halte bus tempat Zayn duduk bengong sendirian di sana. Seorang wanita dengan penampilan heboh dan riasan tebal mendekati Zayn."Hai, apa Mas lagi butuh pekerjaan? Kenalkan namaku Mami Rosa. Aku suka wajah dan perawaka
"Bebaskan saja dia dari tuntutan hukum, Pak Sondang Sirait. Saya lebih senang kalau Zayn menghidupi dirinya sendiri di luar penjara. Cabut laporan kasus saya dari kepolisian ya!" tutur Dokter Maya Suratih pasca sembuh dari cedera di kepalanya.Kepalanya memang bocor di sisi kiri akibat dipukul oleh mantan suaminya itu menggunakan trofi yang terbuat dari kaca. Sungguh tragis justru dia dilukai dengan trofi favorit kebanggaannya sebagai rumah sakit favorit konsumen 6 tahun yang lalu. Saat itu Rumah Sakit Permata Indah Medika masih dipegang managemen lama belum diakuisisi oleh grup Richermond, jadi rumah sakitnya menjadi pilihan utama pasien ibu kota.Usut punya usut, mantan suaminya pernah punya masa lalu hingga memiliki anak haram dengan komisaris utama rumah sakit tersebut. Namun, Dokter Maya menganggap rahasia kelam itu sebatas cukup tahu saja.Pengacara kepercayaan Dokter Maya pun menjawab disertai peringatan, "Baik kalau itu yang diinginkan oleh Bu Dokter Maya. Saya cabut berkas pe
Dini hari sekitar pukul 03.00 WIB Mariana merasakan bagian paha dalamnya dialiri air hangat. Awalnya dia berpikir sedang bermimpi dan mengompol. Namun, ketika merabanya dan mendapati bahwa itu sepertinya air ketubannya ia segera menggoyang-goyang bahu suaminya."Mas Jovan, aku pecah ketuban!" ucapnya sedikit panik karena hampir melahirkan.Jovan yang tadinya masih mengantuk karena baru tidur beberapa jam setelah beberapa putaran bercinta dengan Mariana semalam segera bangun lalu duduk di ranjang. Dia bertanya, "Kuantar ke rumah sakit sekarang ya?""Iya, Mas. Ganti baju dulu. Panggil Pak Sapto buat anterin kita," jawab Mariana lalu perlahan bangkit dari tempat tidur dengan perutnya yang sangat besar. HPL memang besok sebetulnya, wajar lebih cepat sehari. Berat janin terakhir sudah 3.4 kilogram sudah cukup untuk dilahirkan kata Dokter Royce Adler. Mariana mengganti gaun tidurnya yang basah dengan daster batik berkancing depan agar mudah berganti baju pasien nanti di rumah sakit.Setela
"Permisi, Bu. Saya Zayn Alarik Pradipta, kliennya Om Charles. Apa beliau ada di tempat?" ujar Zayn berusaha menemui pengacaranya yang berjanji akan membantu mengurus masalah hak warisnya yang sulit diproses karena surat-surat habis terlahap api saat kediaman Pradipta kebakaran tempo hari.Wanita yang berjaga di bagian front desk kantor firma pengacara serta notaris Hutapea and Friends menghela napas mengulang kalimat yang sama untuk kesekian kalinya ke klien bosnya. "Maaf ya, Mas. Sepertinya saya nggak bisa memberi tahukan sampai kapan beliau tidak bisa memproses kasus hukum Anda. Pak Charles Hutapea tersandung kasus money laundry pejabat pemerintahan sehingga harus ditahan di Rutan Salemba untuk sementara," terang Bu Dyah Pertiwi, karyawati berusia setengah abad itu kepada Zayn yang mendadak bengong."Ta—tapi, perkara hak waris saya gimana dong, Bu? Mungkin rekan Om Charles bisa bantu?!" kejar Zayn, dia risau uang tabungannya tak mampu mencukupi kebutuhan sehari-harinya. "Bisa, sil
Jorges D'Argentine mengusap sudut matanya yang basah. Di sisinya, puteri kesayangannya mengenakan gaun putih sederhana dengan model sabrina mermaid dress memegang lekuk lengannya berjalan dalam langkah anggunnya menuju ke sebuah gazebo berhias mawar putih.Pagi yang sejuk tanpa tertutup lapisan salju di Danau Biel menjadi hari pernikahan sakral yang dinantikan oleh Patrick Olsen. Setelah perjuangan tanpa henti selama berbulan-bulan bolak-balik Jakarta-Genewa, segalanya terbayar lunas. Pada akhirnya Mariana melepaskan kepergian dokter spesialis obsgyn andalannya kembali ke Swiss untuk seterusnya. Dokter Royce Adler yang terikat kontrak menggantikan dirinya sebagai dokter praktik di poli obsgyn rumah sakit jaringan Richermond.Wanita pujaan hatinya yang mungkin adalah jawaban doanya untuk seorang kekasih yang baik hati itu melangkah di seberangnya bersama Tuan Jorges D'Argentine, papanya. Sama seperti calon papa mertuanya, Patrick pun menitikkan air mata haru yang membuat tamu undangan
Sudah beberapa bulan berlalu semenjak pernikahan resmi antara Zayn dan Dokter Maya. Rumah tangga mereka nampak harmonis tanpa ada pertengkaran yang berarti. Namun, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh jua.Memang Zayn sudah mendapat mobil baru untuk akomodasinya pulang pergi ke rumah sakit dan bepergian sendiri. Dokter Maya berangkat ke tempat kerjanya tanpa suaminya seusai sarapan pagi bersama. Dia tidak menaruh curiga sama sekali seperti apa kelakuan Zayn di balik punggungnya.Kehidupan seksual pasangan pengantin baru itu pun sangat aktif nyaris setiap malam mereka bermesraan. Itu pun Dokter Maya bukan hanya dihajar satu atau dua ronde di atas ranjang. Maka dari itu dia tidak pernah berpikir masih ada hasrat yang tak tersalurkan oleh suaminya. Akan tetapi, sesuatu yang tak pernah ia duga terjadi di bawah atap rumahnya.Pintu kamar tidur Zayn diketok tiga kali sebelum dibuka perlahan dari luar. Seorang perempuan berambut panjang hitam legam tergerai sepunggung masuk