Share

Bab. 6

Penulis: Daisy Quinn
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-02 10:23:15

Bram mencoba menahan dirinya tetap terlihat tenang, meski dadanya terasa sesak. Pandangan matanya sempat melirik Rian yang begitu antusias bercerita tentang Celina, membuat hatinya makin tersayat. Ada desakan kuat dalam dirinya untuk mengungkapkan kebenaran, untuk berteriak bahwa ada sesuatu yang harus Rian ketahui. Namun, setiap kali niat itu menguat, bayangan Celina dengan tatapan dingin dan kata-kata tegasnya kembali menghantui.

"Kalau kau benar-benar tidak ingin punya hubungan lagi denganku, Bram... lupakan insiden semalam. Anggap saja itu tidak pernah terjadi."

Ucapan itu terus berulang di kepalanya, bagai gema yang tak mau padam.

Rian, yang tidak menyadari pergolakan batin ayahnya, menepuk bahu Bram sambil tersenyum lebar.

“Pa, aku serius dengan Celina. Aku merasa dia wanita yang tepat. Kau pasti akan suka padanya kalau lebih mengenalnya,” ucap Rian penuh semangat.

Bram terdiam sejenak, jemarinya mengepal di sisi kursi. Ingin rasanya ia berkata ‘Rian, kau salah... Ce
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 8

    Dalam hati, Melisa merasa dadanya sesak. Kata-kata Bram barusan seolah menusuk tepat ke dalam relung hatinya yang selama ini ia kunci rapat-rapat. Ia sudah lama mengagumi pria itu—Bram, dengan ketampanan dewasa, kharisma seorang pemimpin, dan pesona duda yang selalu berhasil membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Namun, semua perasaan itu hanya bisa ia pendam. Baginya, Bram adalah mimpi indah yang tidak boleh disentuh. Hanya bisa dinikmati dari kejauhan, diam-diam, sambil berharap suatu hari takdir berbaik hati. "Andai saja kau bisa melihatku, Bram... andai saja kau tahu betapa aku ingin menjadi orang yang selalu ada di sisimu," batinnya bergetar. Lamunannya buyar ketika suara Bram yang berat dan serak menyentak kesadarannya. “Melisa…” Wanita itu tersentak, matanya berkedip cepat, berusaha menata ekspresi agar tak terlihat linglung. “Ya, Pak?” suaranya agak tergagap. Bram menatapnya dengan sorot mata yang penuh luka, membuat Melisa semakin sulit bernapas. “Aku bert

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab.7

    Bram melangkah masuk ke ruang kerjanya dengan bahu merosot, seolah seluruh beban dunia menempel di punggungnya. Begitu pintu tertutup rapat, ia menjatuhkan tubuhnya ke kursi empuk di balik meja besar itu. Tangannya refleks terangkat, memijat pelipis yang terasa berdenyut nyeri. Sesak. Kepalanya penuh dengan suara-suara yang tak mau diam, terutama tangisan Celina yang terus terngiang. "Astaga, Celina... kenapa kau harus menangis seperti itu di hadapanku?" batinnya menggeram, namun sesal menusuk jauh lebih kuat daripada amarah. Ia menunduk, jemarinya mencengkeram rambut sendiri, seolah dengan begitu bisa meredam rasa bersalah yang menghantam. Pikiran Bram melayang pada wajah Celina—mata bening yang kini dipenuhi air mata, bibirnya yang bergetar saat memohon agar ia tidak lagi mengganggu kehidupannya. Suara tangis itu kembali menggema di telinganya. "Tolong, Om... jangan buat semuanya semakin sulit..." Bram menghela napas panjang, matanya terpejam rapat. “Celina…” gumam

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 6

    Bram mencoba menahan dirinya tetap terlihat tenang, meski dadanya terasa sesak. Pandangan matanya sempat melirik Rian yang begitu antusias bercerita tentang Celina, membuat hatinya makin tersayat. Ada desakan kuat dalam dirinya untuk mengungkapkan kebenaran, untuk berteriak bahwa ada sesuatu yang harus Rian ketahui. Namun, setiap kali niat itu menguat, bayangan Celina dengan tatapan dingin dan kata-kata tegasnya kembali menghantui. "Kalau kau benar-benar tidak ingin punya hubungan lagi denganku, Bram... lupakan insiden semalam. Anggap saja itu tidak pernah terjadi." Ucapan itu terus berulang di kepalanya, bagai gema yang tak mau padam. Rian, yang tidak menyadari pergolakan batin ayahnya, menepuk bahu Bram sambil tersenyum lebar. “Pa, aku serius dengan Celina. Aku merasa dia wanita yang tepat. Kau pasti akan suka padanya kalau lebih mengenalnya,” ucap Rian penuh semangat. Bram terdiam sejenak, jemarinya mengepal di sisi kursi. Ingin rasanya ia berkata ‘Rian, kau salah... Ce

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 5

    Di seberang telepon terdengar tarikan napas panjang. Rian berusaha menahan gejolak hatinya, lalu berkata dengan nada tegas, mantap, tanpa keraguan sedikit pun. “Lin, aku nggak mau menunda lagi. Aku akan menikahi kamu secepatnya.” Kata-kata itu membuat dada Celina berdesir hebat. Ia memejamkan mata, menggenggam ponselnya erat-erat. Air matanya hampir tumpah, bukan karena tak bahagia, melainkan karena hatinya diselimuti ketakutan yang tak bisa ia jelaskan. “Mas...” suaranya pelan, bergetar. “Bisa nggak... kasih aku waktu? Aku... aku belum siap.” “Belum siap?” Rian langsung menukas, nada kecewanya tak bisa ia sembunyikan. “Lin, kita sudah setahun bersama. Setahun. Apa itu masih kurang buat kamu? Masih kurang waktu untuk saling mengenal?” Celina terdiam, napasnya tercekat. Dalam hati ia tahu, Rian benar. Mereka sudah melewati banyak hal bersama. Rian selalu ada, selalu setia, selalu menunjukkan kesungguhannya. Rian melanjutkan, suaranya semakin mantap, seolah ingin menepis s

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 4

    Celina menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu kontrakannya yang catnya sudah mulai mengelupas. Begitu pintu terbuka, aroma dapur sederhana langsung menyambut, bercampur dengan wangi teh hangat yang baru diseduh. Dewi, teman satu kerjaannya di restoran, langsung menoleh dari kursi rotan tempatnya duduk. Wajahnya yang polos mendadak berubah tegang, matanya melebar penuh kecemasan. “Celina... astaga, kemana saja kamu semalam? Aku tunggu sampai hampir tengah malam, tapi kamu nggak pulang juga,” suara Dewi bergetar, ada nada khawatir sekaligus penasaran. Celina tersenyum tipis, meski senyum itu terasa dipaksakan. Dia melangkah masuk, menutup pintu pelan-pelan seakan ingin menunda percakapan itu. Jantungnya berdegup tak karuan, pikirannya masih kacau, berusaha mencari alasan yang terdengar masuk akal. “Aku... maaf, Wi,” ucap Celina lirih sambil meletakkan tasnya di atas meja kecil. “Aku ketiduran... di rumah salah satu kenalan.” Dewi mengerutkan kening, jelas tak puas

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 3

    Bram lantas turun dari ranjang dengan gerakan tergesa. Ia meraih boxer yang tergeletak di lantai, lalu segera mengenakannya. Napasnya masih berat, pelipisnya berdenyut, dan hatinya diliputi kebingungan. Pelan, ia melangkah mendekati tubuh mungil yang masih terkulai di sisi ranjang. Wajah Celina tampak pucat, helai rambut panjangnya menutupi sebagian pipi yang basah oleh sisa air mata semalam. “Celina…” suara Bram terdengar lirih, nyaris seperti bisikan yang penuh penyesalan. Tubuh wanita muda itu sedikit bergerak, matanya perlahan terbuka. Pandangannya kabur, tapi begitu sadar siapa yang berdiri di hadapannya, tubuhnya refleks menegang. “Jangan sentuh aku…” bisik Celina parau, ia berusaha bangkit namun tubuhnya lemah. Bram menelan ludah, rasa bersalah menohok dada. “Celina, aku… aku tidak tahu apa yang terjadi tadi malam. Aku kehilangan kendali.” Air mata menggenang di pelupuk mata Celina. Ia menatap pria itu dengan sorot yang penuh luka. “Kau pikir dengan ucapan itu sem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status