Share

Opera House

FRANCESCA

OPERA HOUSE

La Fenice Opera House. Gedung pertunjukan mewah itu terisi penuh. Para pengunjung datang dengan menggunakan pakaian indah dan mewah.  Mereka bersikap sangat anggun dan tampak berkelas.

Disalah satu balkoni yang paling besar di lantai atas, tempat dimana dua orang pria bernama  Enrico dan Leonardo sedang menikmati acara,  pria gagah nan rupawan yang ditemani empat orang wanita cantik dengan penampilan yang memukau. Kedua orang pria itu tampak sangat menyukai pertunjukan hari ini, menikmati simfoni musik dengan sepenuh hati.

 Wajah kedua pria itu sanggup membuat setiap wanita yang melihatnya tak mampu memalingkan wajah, meskipun demikian mereka berbeda karakter. Seorang yang berperawakan lebih tinggi memiliki wajah dan sorot mata sangat dingin. Berbeda dengan pria di sebelahnya, yang selalu tersenyum sambil memeluk wanita-wanita di sisinya

 "Gadis itu! Dia mirip seseorang!"

Tepat saat pertunjukan tunggal dari seorang gadis pemain biola dimulai. Pria berwajah dingin dengan garis rahang persegi yang sangat kokoh, membuat gerakan tiba-tiba. Dia duduk dengan tegak, mendorong kasar wanita yang menempel pada dirinya. Pria itu mengambil kacamata teropong untuk melihat dengan lebih jelas.

"Ada apa Enrico, apa kau tertarik dengan pemain biola itu?" tanya pria di sampingnya dengan menyeringai lebar.

 Pria bernama Enrico, memberikan kacamata teropong kepada pria di sampingnya. Pria itu mengambilnya dengan antusias sambil tersenyum lebar. Dia memperhatikan Francesca yang sedang menggesek biola dengan sangat lincah. 

 "Gadis yang sangat cantik dan masih tampak polos," jawab pemuda itu setelah memandang Francesca lewat kacamata teropong.

 "Leonardo! Perhatikan baik-baik, apakah kau sudah lupa dengan wajah itu?" tanya Enrico dengan suara dingin dan mata tajam menusuk.

 Leonardo terdiam. Sekali lagi dia memastikan penglihatannya. Dia memperhatikan Francesca dengan sungguh-sungguh. Diperhatikannya gadis itu dengan lebih teliti.

 Leonardo berusaha memasangkan gambaran wajah Francesca dengan memori dalam otaknya. Ingatan masa kecil untuk rupa wanita yang sama

 "Apakah dia ...." Leonardo meletakan kacamata teropongnya dan menatap ke arah Enrico dengan mata penuh tanda tanya.

 "Iya. Dia sangat mirip dengan wanita itu." 

 Suara Enrico ditekan sedemikian rupa. Dia berusaha mengendalikan emosi yang menyambar dalam dirinya. Berusaha mengendalikan keinginan untuk menghampiri gadis itu. Enrico mencengkeram bahu sofa dengan keras. 

 "Signor ...." Suara lembut seorang wanita memanggilnya dan menepuk telapak tangan Enrico. Sedangkan gadis satunya segera memijat bahu Enrico, ketika melihat wajah tampan dingin itu berubah menjadi sangat tegang.

 Pandangan mata biru yang dingin dan tajam itu tak dapat  beralih dari gadis pemain biola tersebut. Gerakan tubuhnya yang berayun lembut, senyuman indah dari wajah yang cantik, mengingatkan Enrico akan wanita di masa lalu.

Pertunjukan mewah itu dipenuhi oleh Signore dan Signorita yang mengenakan gaun luar biasa mahal, karya perancang ternama. Mereka seakan berlomba-lomba memamerkan kecantikan yang dibalut dengan kemewahan.

Acara ini memang sangat tepat untuk ajang memamerkan kekayaan dan kemakmuran dari pasangan mereka, juga tingkat status sosial keterpandangan keluarga.

 Ruangan itu di dominasi warna senada di dinding dan lantai yaitu warna kuning keemasan. Kursi-kursi yang berjajar rapi berwarna merah darah. Sungguh nampak sangat indah bagaikan gambaran burung Phoenix. Burung legendaris yang terkenal dengan kecantikannya.

 Balkoni mewah, tempat para bangsawan menonton pun terisi penuh. Balkoni-balkoni yang digunakan oleh kaum elit ini, adalah ruangan khusus, agar mereka bisa menikmati pertunjukan dengan lebih privasi.

Ketika tirai pertunjukan terbuka, Francesca memandang kagum pada gedung opera mewah itu. Lampu-lampu yang menyala dengan terang, membuat suasana menjadi lebih mewah. Jantungnya berdegup kencang. Dia merasa sangat bahagia sekali, berada di gedung opera ternama ini. Impian masa kecilnya terkabul.

 Saat ini, ditengah rombongan Orkestra kelas dunia, dengan memegang biola, Francesca akan memeriahkan gedung pertunjukan ini melalui lantunan musik indah, gesekan nada pada biola kesayangannya.

 Ini pertama kali bagi dirinya, bisa bermain musik dalam salah satu gedung opera terkenal di dunia. Berada di tengah-tengah grup pemain musik dunia. Suatu kebanggaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Kebahagiaan itu terpancar jelas melalui expressi dan hembusan nafasnya.

 Gadis itu  sangat bersyukur mendapatkan kesempatan luar biasa ini, meskipun tidak satupun dari keluarganya yang bisa hadir berbagi kebahagiaan dengan dirinya. Ini memang keinginannya sendiri untuk mengikuti rangkaian pertunjukan musik bersama group orkestra tersebut.

 Konduktor musik mulai memberikan intro. Francesca dengan tersenyum bahagia memainkan bagiannya. Dia mencintai biola sejak kecil. Beruntung sekali seluruh anggota keluarga sangat mendukung dirinya. Tak satupun yang memaksa dirinya untuk terjun dalam dunia bisnis.

 Hari ini lebih istimewa lagi, karena ada beberapa kesempatan di mana Francesca akan bermain biola secara tunggal, tampil di tengah panggung.  Ini artinya pimpinan musik sangat menghargai talenta yang dia miliki.

 Lampu sorot yang mengarah pada Francesca, sempat membuat gadis itu gugup, namun dalam sekali hembusan nafas, kegugupan itu berubah menjadi senyuman dan permainan lincahnya

Kembali Enrico menyambar kacamata teropong dari tangan Leonardo. Memastikan sekali lagi penglihatannya. Dia harus benar-benar yakin, jika gadis pemain biola itu adalah wanita yang dia maksud. Dia tidak boleh salah langkah.

 "Aku yakin sekali dia adalah wanita itu," desis Enrico.

 "Tapi ... gadis itu tampak lebih muda," bantah Leonardo ragu.

 "Kau tahu bagaimana wanita itu menyukai uang. Dia pasti sudah melakukan operasi wajah," balas Enrico dengan yakin.

 Leonardo memandang Enrico ragu. Tampak sekali jika saudaranya ini, benar-benar dibutakan oleh perasaan terhadap wanita itu. Wanita yang berperan sangat besar dalam perubahan hidup meŕeka.

Bagaimana mungkin dia yakin gadis pemain biola itu, adalah wanita yang sama dengan wanita di masa lalunya. Mereka tampak sekali beda generasi.

 "Aku akan memerintahkan  Devonte untuk mencari tahu tentang gadis itu, sebelum kau mendekatinya." 

 Leonardo melambaikan jari telunjuk dan tengah pada seorang pengawal di belakangnya. Dengan sigap pengawal itu mendekati Leonardo.

 Pria muda itu kemudian membisikan sesuatu sambil menyerahkan kacamata teropong, agar Devonte dapat melihat dengan jelas, gadis yang dimaksudkan.

 "Si, Signore," angguk Devonte memahami tugasnya.

 "Ingat! Sebelum pertunjukan ini berakhir kau harus menemukan semua info detail  tentang gadis itu. Jangan sampai terlewatkan!" perintah Leonardo dengan tegas. 

 Devonte mengangguk, dia meninggalkan ruangan setelah sebelumnya memberi tanda pada anak buahnya untuk menggantikan posisinya. Devonte kemudian turun ke bagian belakang panggung, dia harus tahu paling tidak  nama gadis itu, sebelum meretas riwayat hidup gadis itu dengan detail.

 "Tenangkan dirimu, Kakak. Dalam satu jam, kita akan tahu siapa gadis itu," kata Leonardo.

 Enrico tidak menjawab. Dia kembali diam membisu. Pandangannya lurus menatap pada panggung opera. Francesca kini sudah duduk kembali bergabung dengan pemusik lainnya, berganti dengan penyanyi seriosa yang sangat populer. 

 Enrico bahkan tidak menghiraukan kedua wanita cantik yang melayani dirinya. Wanita itu tersenyum lembut sambil menempelkan tubuh mereka pada Enrico. Aroma harum dan belahan dada yang sangat rendah, tidak memikat Enrico untuk menyentuh atau sekedar meliriknya. 

 Matanya tetap menyorot dingin pada gadis yang memegang biola itu. Dia yakin sekali jika saja wanita itu bukanlah wanita yang sama yang dia cari dan dikabarkan telah meninggal, maka gadis itu pasti salah satu relatif atau keturunannya. Dan Enrico tidak akan membiarkan gadis itu lolos begitu saja. 

Dalam waktu kurang dari satu jam, Devonte sudah kembali, dengan membawa berkas laporan. Melihat kedatangan Devonte, Enrico memerintahkan keempat wanita dalam ruangan untuk keluar.

 Informasi yang dibawakan oleh Devonte dia anggap sangat penting dan rahasia. Terlalu banyak orang tak berguna yang tahu, akan menimbulkan kecurigaan. Meskipun mulut wanita-wanita tadi bisa disumpal dengan uang.

 "Katakan!" perintah Enrico pada Devonte tidak sabar.

 "Namanya Francesca Knight. Gadis muda berusia dua puluh tahun. Anak dari pasangan Andrew Knight dan Diana Stevani. Andrew adalah seorang pengusaha kapal pesiar di Miami sedangkan Diana adalah wanita keturunan Asia. Francesca adalah anak kedua dari enam bersaudara." Davonte membacakan laporannya.

 "Sudah aku duga dia bukan wanita yang sama," ujar Leonardo dengan yakin.

 "Tidak mungkin! Aku masih mengingat jelas wanita itu. Dan dia sangat mirip," bantah Enrico.

 "Kau terlalu terobsesi pada wanita itu, Kakak. Dia sudah meninggal." 

Enrico mendengus tidak percaya jika perasaannya salah.

 "Tuan ... ada lagi,"  Davonte menyela perdebatan di antara Enrico dan Leonardo.

 Pandangan mata dingin dan menusuk Enrico membuat Davonte segera melanjutkan keterangannya yang terputus.

 "Saya rasa, gadis itu bukan anak kandung dari pasangan Andrew dan Diana." 

 "Bagaimana kau yakin?" 

 "Usia anak kedua dan ketiga terlalu dekat, mereka hanya selisih delapan bulan." Devonte menjelaskan.

 "Bisa saja kan anak ketiga lahir prematur?" Kata Leonardo dengan ringan.

 "Itu ...." 

 "Lanjutkan Devonte!" perintah Enrico.

 "Ini Tuan," Devonte menyerahkan beberapa lembar kertas yang berada di bawah laporannya pada Enrico. Dengan sigap Enrico melihat kertas itu. Disana adalah foto-foto keluarga Andrew Knight bersama dengan keenam anak-anaknya.

"Maksudmu dengan foto ini?" Leonardo tidak mengerti dengan apa yang dia lihat.

 "Francesca tidak mirip salah satu dari mereka," ujar Enrico tegas sambil menyeringai dingin.

 "Coba lihat." Leonardo mengambil foto yang dicetak di beberapa lembar kertas. Dia memperhatikan dengan seksama. Keluarga itu memang pernikahan antara Amerika dan Asia. Tapi meskipun dicocokan dengan Andrew Knight sang kepala keluarga, Francesca tidak mirip. 

 "Ini ...." Leonardo tidak bisa berkata-kata lagi.

 "Ini artinya dugaanku ada kemungkinan sembilan puluh sembilan persen benar." 

 "Bisa saja dia mirip dengan keluarga lainnya." 

 "Mungkin. Tapi aku lebih yakin jika perasaanku mengatakan kebenaran."

 "Apa yang akan kau lakukan pada gadis itu?" kening Leonardo berkerut.

 "Tentu saja aku akan membawanya kembali denganku. Dia harus menerima hukuman yang selama ini aku rencanakan." 

"Bagaimana caranya? Bagaimana jika dugaanmu salah? Bagaimana jika gadis itu tidak ada sangkut pautnya dengan wanita itu?" 

"Devonte! Kau masih punya waktu dua puluh empat jam untuk mencari informasi tambahan, sebelum mereka semua berangkat ke negara lain," ujar Enrico dengan tegas.

"Setelah pertunjukan ini selesai, bawa gadis itu kemari! Aku ingin melihatnya dengan jelas," perintah Enrico lagi.

 "Kau benar-benar terobsesi dengan wanita itu." Leonardo menggelengkan kepalanya. 

 Mereka kembali menatap ke arah panggung pertunjukan. Dan tampaknya pertunjukan sudah selesai. Saat yang dinantikan Enrico sudah tiba.

 Meskipun dia yakin sekali, jika Francesca adalah wanita yang sama yang dia cari selama ini, tetapi menatapnya lebih dekat akan membantu Leonardo yakin, jika dugaannya benar.

 Enrico mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompet. Memandang dengan mata dingin dan  menyeringai menakutkan, ke arah foto yang ada dalam genggaman tangannya.

Ia kemudian memberikan foto itu kepada Leonardo, membuat pria yang lebih muda darinya melihat dengan dahi berkerut.

"Mereka memang mirip."

*******

Kisah ini adalah sequel dari kisah Novel Hidupku Bersama CEO.

Cek i* taurusdi_author untuk karya lainnya

Komen (1)
goodnovel comment avatar
lieyuin
Waduh. Dikurung dia nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status