Share

Chapter>06.

last update Last Updated: 2025-10-08 09:47:04

Gea terkejut bukan main.

Tiga hari kemarin, dia terus mencari Aris, terutama ketika dia mau berangkat wawancara untuk posisi sekretaris.

Tapi apa?

Aris tidak ada di rumah. Dia mungkin berjudi dengan teman-teman lain sampai Gea tidak habis pikir dengan kelakuan suaminya.

Nina masih kecil, butuh kasih sayang seorang ayah, tapi Aris?

Sebenarnya Gea masih bisa menahan diri, tapi tiga hari terakhir, Aris benar-benar keterlaluan!

Gea bahkan menjual dirinya demi pengobatan Nina. Gea rela sehina itu. Sedangkan Aris, tidak memberi apapun ke Gea. Dia hanya datang untuk marah dan meminta uang Gea saja!

Emosi Gea sudah tidak tertahankan lagi. Setelah keluar dari resepsionis, dia langsung meluapkan semuanya dan pulang ke rumahnya.

“Kamu yang selama ini kemana saja, Mas? Aku disini berjuang demi anak kita, tapi kamu malah asik-asikan mabuk, main judi sama teman kamu.Bahkan berhutang dimana-mana, dan sekarang kamu bilang aku istri gak becus??”

Air mata Gea seketika langsung tumpah dari pelupuk matanya tanpa bisa ditahan. Hatinya hancur, seperti ditusuk ribuan duri. Tubuhnya bahkan sampai gemetar.

"Apaan sih ribut-ribut? Udah sih sekarang kamu masak buat aku! Aku lapar Gea. Gak usah banyak bacot kamu ini! Masak makanan buat aku sekarang, bukannya malah menyalahkan aku ini itu, dasar istri bodoh!” ucapnya mengalihkan topik.

Gea terdiam, matanya panas. “Mas … kamu nggak dengar aku bilang apa? Nina sakit, dia sedang diinfus sekarang! Aku harus kembali ke klinik sek—”

“Yaelah, anak sakit mah biasa. Jangan lebay! Aku lapar, ngerti nggak? Udah sih gak usah ngurusin anak lagi anak lagi! Emang surga Lo ada di anak? Bukan kan?! Biarin aja tuh anak sebentar. Mati juga nggak apa-apa, nggak usah pedulikan!”

Air mata Gea jatuh deras. “Kamu … kamu tega, Mas. Nina itu darah dagingmu sendiri…” suaranya lirih, hampir hilang ditelan tangis.

Dada Gea bahkan sampai sesak dan panas, melihat kelakuan suaminya yang melebihi iblis.

“Aku nggak peduli, Gea, sama anak penyakitan itu! Hidupnya cuma nyusahin! Oh, aku tahu sekarang kenapa kamu dua hari ini menghilang.”

“Bukanya kamu yang menghilang Mas?”

“Aku hilang?? Hei wanita bodoh! Aku ini main, yang hilang itu kamu, dasar bodoh.” sahut Aris dengan nada suara yang tidak santai.

Gea tersentak kaget juga, mendengar ucapan Aris yang mengetahui dirinya menghilang juga. “Dan Ka-kamu tahu apa, Mas?” suaranya bergetar. Tangan Gea bahkan terkepal di samping tubuhnya.

“Kamu sekarang kerja, kan? Bahkan langsung jadi sekretaris di perusahaan besar. Pantesan aja tiba-tiba hilang. Jangan-jangan kamu bisa masuk karena jual diri, ya?”

Gea membelalak kaget. “Kamu dapat kabar itu dari mana, Mas?”

“Halah, kamu nggak perlu tahu aku dengar dari mana. Tapi coba pikir! Bisa-bisanya kamu kerja tanpa izin suami? Jangan bohong, Gea. Kamu beneran jadi pelacur buat bos kamu? Makanya langsung diterima jadi sekretaris, kan?” nada Aris sinis, penuh sindiran.

“Jaga mulut kamu, Mas!”

“Aku tanya sekali lagi—kamu beneran jadi simpanan bos kamu, Gea? Jawab aku!!” bentaknya, suara Aris meninggi tepat didepan Gea, mata Aris bahkan melotot tajam.

“Nggak, Mas! Aku kerja di sana hasil usaha aku sendiri! Aku melamar, aku berjuang ke mana-mana, bukan karena hal kotor yang kamu tuduhkan!”

“Sudahlah, Gea! Jangan bohongi aku! Kamu pikir aku percaya? Dasar wanita murahan! Wanita kantoran itu sama aja, gatal, nggak punya harga diri lagi!”

“Cukup, Mas!!” suara Gea pecah. “Seharusnya kamu introspeksi diri. Lihat diri kamu—apa sudah jadi suami yang benar? Bukan malah menghina istri yang sudah berjuang! Aku capek, Mas … aku benar-benar capek!”

Bruk!

“Jahat kamu Mas! Kamu benar-benar jahat..” Gea meraung sambil seg-segan nangisnya.

Tubuhnya yang gemetar langsung jatuh terduduk di lantai. Isak tangis sudah tidak bisa dibendung lagi, beban kehidupan Gea seakan menekan relung ulu hatinya.

“Alah gak becus benar-benar gak becus kamu ini Gea!! Istri macam apa kamu ini, yang hilang begitu saja, dengan alasan mengurus anak? Padahal kamu itu jual diri sama orang kaya.”

Aris berdiri di tengah ruang tamu dengan wajah memerah, matanya menyala penuh amarah. "Kamu itu wanita murahan, Gea! Tak punya harga diri!" teriaknya dengan suara yang pecah, seolah semua kebencian dunia ini tertumpah pada istrinya yang selalu Aris anggap tak berguna.

Gea yang terus dimaki oleh suaminya sendiri hanya bisa menangis dan terus menangis Tanpa henti, sampai tubuhnya semakin gemetar hebat, bibirnya bergetar, Ia menarik nafas dalam-dalam, mencoba menguatkan diri, tapi kata-kata kasar Aris terus menusuk hatinya seperti pisau.

Setiap makian yang keluar dari mulut Aris membuat Gea merasa hancur, seolah seluruh dunia menolak keberadaannya. Tubuhnya terkulai lemas ke kursi, tangan gemetar menyeka air mata yang terus mengalir tanpa henti. Di balik kesedihan itu, ada luka yang dalam, luka yang tak bisa diobati hanya dengan kata maaf yang tak pernah datang.

“Kenapa Mas? Disaat aku berjuang demi kehidupan dan darah daging kamu sendiri, kamu justru terus menuduhku ini dan itu! Kamu gak pernah lihat perjuangan aku selama ini Mas, aku selalu berusaha untuk kehidupan kita, tapi yang ada di otakmu, hanya mabuk, main judi, dan obat-obatan gak jelas itu, hanya itu yang selalu kamu pikirkan! Kamu gak pernah mikirin gimana perasaan aku yang selalu kamu injak-injak Mas! AKU CAPEK MAS AKU CAPEK—”

Gea merasa muak dengan setiap makian yang keluar dari mulut suaminya. Gea lelah dengan semuanya, tetapi Gea seakan terkunci oleh ruang kegelapan yang tidak pernah ada cahaya apapun.

“Kenapa kamu yang jadi marah? Seharusnya aku suami kamu yang marah Gea! Kamu ini keras kepala dan gak pernah becus, anak sakit-sakitan tapi malah kamu rawat terus, bukanya dibiarkan mati saja, ini malah kamu rawat, kamu tahu gak? Itu hanya akan menghabiskan uang jika terus kamu rawat. Perempuan bodoh otak pun tidak dipakai.” cerca Aris dan terus menyalahkan Gea, tanpa mau introspeksi diri sendiri.

Mata Gea terpejam berusaha menahan emosinya yang seakan ingin meledak besar-besaran. “Aku bukan kamu Mas yang gak punya hati! Itu putri aku, sampai kapanpun akan aku rawat semampu aku.”

“Aku yang mengandung Nina selama sembilan bulan, aku yang ngerasain gimana beratnya jadi seorang ibu, dan bahkan saat aku hamil Nina, aku gak pernah dapat gizi yang baik, aku selalu makan-makanan yang gak sehat, sampai aku benar-benar berjuang buat ngelahirin Nina ke dunia yang kejam ini, dan mulut kamu dengan seenaknya, menyuruh aku untuk membiarkan putri aku dan darah daging kamu buat mati dan tidak mengurusnya lagi. Dimana hati kamu mas, dimana?!”

Gea memukul dada suaminya, berharap suaminya memiliki hati yang bisa berubah, bahkan tangan Gea mengetuk-ngetuk dada suaminya.

Aris terdiam, entah bingung atau justru malas menjawab ucapan Gea yang baginya cerewet.

“KAMU DIAM! AKU PUSING.” bentak Aris keras.

“Aku juga capek Mas.” Gea pun pergi meninggalkan Aris untuk masuk ke dalam kamar.

***

Pagi menjelang di kamar hotel Viceroy. Jonathan baru saja terbangun dari tidur lelap semalamnya. Matanya melirik ke samping, mencari sesuatu yang hilang—Gea tidak ada disampingnya.

“Gea, dimana kamu?”

Tak ada jawaban.

“Gea!” panggil Jonathan lagi.

“Brengsek apa setelah dia dapat uang, dia pergi begitu saja??”

“Dasar cewek matre. Sudah dapat uang baru pergi, semalam dia memohon seperti pengemis!” suara Jonathan serak karena baru bangun tidur, tangannya mengepal merasa emosi oleh Gea yang pergi begitu saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rysea
kesel banget sama Aris, udh bagus dpt istri seperti Gea yg msh mau ngurusin segalanya, msh mau kerja, dll malah digituin.. Gea mending kamu run aja deh daripada sakit punya suami seperti Aris...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>42.

    Gea dengan cekatan menyuapkan nasi ke mulut Jonathan, matanya sesekali menatap lelaki itu yang tampak serius meskipun sedang makan. Setelah kotak bekal Gea kosong. Gea menarik nafas pelan, berusaha mengumpulkan keberanian untuk menyampaikan kabar yang hampir terlupa. "Pak, saya menerima undangan untuk Anda," katanya sambil menghindari tatapan Jonathan, seolah takut reaksinya akan berbeda.Jonathan mengangkat alis, menunggu kelanjutan perkataan Gea.Gea melanjutkan, "Daftar undangan ulang tahun dari putri Keluarga Hendra. Sampai saya cari tahu, ternyata Anda cukup dekat dengannya." Suaranya bergetar tipis, menandakan campuran rasa penasaran dan sedikit kekhawatiran.Jonathan menatap Gea dengan mata yang tiba-tiba lebih tajam. "Acara akan diadakan Minggu besok," lanjut Gea, "Tepatnya di malam hari."Diam sejenak, Jonathan menghela nafas panjang lalu berkata, "Kamu ikut dengan saya ke sana."Gea terkejut, tubuhnya kaku seketika. "T

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>41.

    “Nona Selly sebenarnya terus mengejar anda ada maksud lain tuan, dia bukan menyesali perbuatannya yang dulu. Melainkan ada sesuatu yang ingin direncanakan.”Rasya datang ke ruangan pribadi Jonathan, untuk memberitahu beberapa hal penting kepada Jonathan.Jonathan tampak duduk di bangku kebesaran nya, sambil di temenin tumpukan kertas-kertas yang belum ditandatangani.“Aku sebenarnya sudah mengetahui niat dia seperti itu, maka dari itu aku akan masuk ke dalam permainannya Nanti.”“Mungkin benar Anda harus masuk kedalam permainan nona Selly, untuk bisa mengambil kesempatan, membuat perusahaan Keluarga Hartono gulung tikar tuan.” “Nona Selly sangat haus akan kekuasaan, sehingga dia sangat tertarik kepada tuan, karena nona Selly tahu, tuan memiliki kekuasaan yang sangat besar.”“Aku sangat membenci wanita matre dan serakah akan uang, lihat saja setelah ini, apakah dia masih bisa berkutik.”“Kemarin tuan Gelar berusaha masuk

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>40.

    Empat jam berlalu sejak Jonathan mulai menggempur Gea dengan semangat yang tak kenal lelah. Tubuh Gea kini benar-benar melemah, matanya terpejam rapat, nafasnya berat tertutup kantuk yang dalam. Keringat membasahi dahi dan lehernya, tanda betapa intensnya pertempuran ranjang yang baru saja mereka jalani. Jonathan pun ikut tertidur, tubuhnya membungkus Gea dalam pelukan erat, seolah takut kehilangan jejak kehangatan yang baru saja mereka bagi.Malam berganti pagi, cahaya lembut menyelinap lewat celah tirai kamar, menerangi sudut-sudut ruangan dengan hangat. Namun Gea masih terlelap, nafasnya teratur, tanpa tanda-tanda akan bangun segera. Sementara itu, Jonathan sudah terjaga lebih dulu, matanya menatap lembut ke arah wajah Gea yang tampak begitu tenang dan polos saat tidur. Bibirnya tersungging senyum tipis, tak bisa menyembunyikan kekaguman yang muncul tanpa disengaja.“Dia cantik juga,” gumam Jonathan pelan, suaranya nyaris tak terdengar, seolah takut mengganggu k

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>39.

    Jonathan yang sudah kepalang nafsu dan sudah tidak kuat lagi.Jonathan pun langsung menghampiri Gea lalu menarik Gea cukup kasar.“Ahh— Pak.” Gea ditarik lalu didorong di atas kasur, tenaga Jonathan yang lebih kuat dari Gea, membuat Gea tidak bisa apa-apa.“Kamu ingin balas dendam hmm?” ucap Jonathan, suaranya sangat berat dan serak-serak gitu.Tubuh Gea ditindih oleh tubuh Jonathan.“N-nggak Pak.” jawab Gea berbohong.“Kamu pikir saya gak tahu Gea? Kamu sengaja mau membiarkan saya gila dengan tingkah laku menggoda kamu tadi?”“Lihat saja setelah ini, kamu gak akan bisa jalan kembali seperti di Dubai.” ancam Jonathan sambil mencengkram tangan Gea ke atas.“Jangan itu sangat sakit.” Gea pun ketakutan dan tidak ingin seperti kemarin lagi.Jonathan memasang senyum sinisnya ke arah Gea.“Terserah saya dong! Kan malam ini kamu sudah menjadi milik saya, bebas dong— Hahaha!” Jonathan yang te

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>38

    Gea terbelalak, dadanya sesak seolah ada beban berat menindihnya. Matanya yang baru terbuka sulit menyesuaikan dengan cahaya ruangan yang hangat dan familiar sekaligus asing. Sosok pria di depannya—Jonathan—sedang menatapnya dengan senyum tipis yang sulit diartikan. Jantung Gea berdetak tak beraturan, antara takut dan bingung. "Pak Jonathan?" suaranya bergetar, nyaris tak percaya. Jonathan mengangguk perlahan, matanya menampakkan campuran rasa bersalah dan ketulusan. "Gea... kamu sudah aman di sini," katanya lembut, mencoba menenangkan. Namun, di balik senyum itu, ada berat yang tak tersampaikan. Gea menggeliat lemah, mencoba merangkai ingatan yang berantakan. Ia ingat gelapnya perjalanan, rasa dingin tangan yang menariknya, dan pengkhianatan terbesar—ibunya sendiri yang menjualnya seperti barang dagangan. Tapi sekarang, dia berada di rumah Jonathan, ia merasa dunia seolah aneh. Tangan Gea bergetar saat mencoba duduk, matanya terus menatap Jonathan penuh tanya dan luka. "Kenapa ak

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>37.

    “Kenapa sih dia? Kenapa dia terus memegang pahaku? Memangnya paha ku ini tempat untuk di pegang-pegang oleh tangannya? Mentang-mentang dia seorang bos, dia boleh gitu seenaknya kepada ku?” “Kalau saja aku tidak butuh pekerjaan ini, sudah ku tikam sejak lama pria ini.” “Dia pikir aku takut dengan nya gitu? CK! Aku sama sekali tidak takut kepada-nya.” Gea menggerutu di dalam hatinya, merasa jengkel saja dengan tangan Jonathan yang nakal ini. Gea merasa sedikit risih, apalagi ada Nina putrinya. Walaupun iya Nina tidak melihat, tetapi Gea tetap takut. “Kenapa kamu kesal padaku?” Jonathan yang melihat ekspresi Gea yang cemberut kesal. Jonathan pun langsung bertanya. “Nggak!” jawab Gea singkat sekali, bahkan matanya tidak menoleh sedikitpun kepada Jonathan. “Sudah tau aku kesal, masih saja dia menyentuh paha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status