“Pak Sena, tamu bapak sudah datang,” ujar Sissy—sekretaris Sena.
“Suruh dia masuk, Sy. Jangan lupa siapkan minuman, ya,”
“Baik, Pak,”
Setelah Sissy berlalu, sesosok pria berusia 60-an awal masuk ke ruangan Sena. Dia adalah Yudha Wiratama—partner bisnis Sena selama 3 tahun belakangan ini.
Yudha merupakan pemilik Wiratama Group, yang bergerak di bidang media cetak, radio dan jasa kontraktor. Selama ini Sena sangat terbantu dengan kerjasama di bidang promosi untuk mengembangkan Sera.
“Siang, Pak. Maaf saya sudah membuat Bapak datang kemari dan menggunakan waktu Bapak yang berharga,” ujar Sena.
“Ah, kamu ini Sen. Santai kayak sama siapa, kita kan sudah berpartner bukan setahun saja, Jadi kamu mau minta tolong apa? Bisa saja sih kemarin kamu cerita di telepon, tapi saya mau mendengarnya langsung,”
“Pak, saya ada sedikit masalah.
“Kamu udah bilang sama Papamu kalau mau nginep?” tanya Sherianne. “Udah, aku udah bilang dari semalem kok,” Narthana sibuk mencari saluran radio. “Bagus deh,” 15 menit kemudian, mobil Sherianne sudah terparkir manis di basement. “Ada apa, Ma?” tanya Sherianne. Ternyata ada sosok mamanya—Catherine yang menghampirinya. “Kamu serius mau kembali sama Satya?” Catherine menatap tajam sosok Narthana yang berdiri tak jauh dari Sherianne. Sosok Narthana benar-benar versi kedua Satya, tak lebih maupun tak kurang. “Iya, aku serius,” “Kamu ini, susah sekali nurut sama orangtuamu. Kita mau yang terbaik buatmu,” Sherianne tertawa sumbang. “Haha, buatku? Yakin? Sudah cukup aku turuti keinginan Mama sama Papa 17 tahun belakangan, sekarang giliranku buat lakuin sesuatu yang kumau,” “Dia memangnya mau kembali sama kamu?” “Kalau dia nggak mau, d
“Kalau Keenan ternyata sudah ingat tentang saya, kamu gimana?”“Kamu yakin? Atau harapanmu aja?” Devina menghela nafas panjang, detik berikutnya tangan Sena sudah mengelus punggung tangannya erat.“Saya tahu perasaanmu belum ada, tapi saya janji bakal bikin kamu nyaman, Dev,” Devina diam, ia harus memilih sekarang juga. Antara ia menanti ingatan Keenan hingga kembali atau menjalani kehidupan baru dengan Sena.“Dev..,”“Iya, Sena. Saya mau,” ujar perempuan itu akhirnya. Semoga ini bukan keputusan yang salah, ia berharap ini yang terbaik untuk semua orang. Untuk dirinya dan sosok-sosok yang disayanginya.Dua Hari Kemudian...“Makan nggak bagi-bagi,” Alastair menepuk pundak Elenio.“Kalau gue keselek gimana anjir,” Elenio misuh-misuh.“Makannya kalau
“Bang Johnny !!!” teriakan Sena membuyarkan lamunan lelaki Kivandra itu. “Oi, Sen. Kesini juga lo,” Johnny tersenyum, ia memperhatikan Devina yang berdiri di samping Sena. Pagi ini, keduanya tampak serasi dengan pakaian olahraga bernuansa abu. “Kita makan-makan mau?” tawar Sena. Johnny terdiam sesaat, lalu akhirnya mengangguk. Ia memberi kode pada Revian & Elenio untuk mendekat. “Halo. Om & Kak,” sapa kedua anak itu. “Hai,” Sena tersenyum. “Om Sena mau ngajak kita makan, mau?” tawar Johnny. “Mauuu !!! ayo Om, kebetulan aku juga lapar,” ujar Revian. Johnny hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anak bungsunya itu, ternyata mereka diajak Sena ke sebuah resto cepat saji. “Sen, gue bisa ngomong empat mata sama lo?” ujar Johnny saat mereka berada di kasir. “Tumbenan, Bang,” Sena mengambil kartu yang dijadikannya alat pembayaran. “Biar Dev
Dua bulan sudah Sherianne & Satya kembali dekat, keduanya sering menghabiskan waktu bersama. Entah sekadar Sherianne mengunjungi Satya di kafe, Satya menjemput Sherianne atau jalan bertiga dengan Narthana di akhir minggu. “Bener nih, kamu nggak mau ikut Mama sama Papa?” tanya Satya. “Nggak ah, aku lagi mager,” Narthana sibuk mencolokkan kabel playstationnya ke TV. “Mageran mulu anak mama nih,” Sherianne dengan gemas mencubit pipi anaknya. “Mamaaaa..sakit !!!” Narthana meringis. “Hihi, abisnya gemes,” Sherianne terkikik. “Mau pada kemana emang?” “Nah kan, baru nanya. Anakmu nih, Sher,” ujar Satya. “Aku anak Papa juga lho,” “Kalian ini ribut terus, ini ada cucu temen Omamu yang nikahan. Mama juga diundang,” “Terus ajak Papa?” “Iya dong, kan dalam rangka,” Sherianne mengedipkan matanya genit. “Mama centiiil !!!” Narthana bergidik. “Awas kalau kamu centil gi
“Ayah belum pulang?” tanya Arusha pada maid. “Belum Mas, mau makan sekarang?” “Nanti nunggu Ayah pulang aja,” Arusha masuk ke kamar dengan lunglai. Sekarang rumah terasa berbeda, semakin dingin dan tak menyenangkan. Beberapa kali Arusha berusaha mendekat, namun Keenan merespon seadanya. Entah benar-benar karena penyakitnya atau memang Ayahnya itu terlalu lelah untuk membangun hubungan mereka dari awal. “Pak, Mas Arusha sudah pulang. Tadi katanya mau makan bareng sama Bapak,” “Iya,” Keenan berlalu, setelah ia berganti baju lalu melangkahkan kakinya menuju kamar Arusha. “Sha, ayo makan,” Keenan mengetuk pintu kamar Arusha. Tak ada jawaban. Keenan mengetuknya lagi, tak ada jawaban dari dalam. Tangannya bergerak perlahan dan membuka pintu kamar tersebut. Ternyata Arusha bergelung dibalik selimutnya. “Sha, ayo katanya mau makan bareng,” Arusha memilih diam.
Hari ini kelas Revian & Jiandra ternyata menjalani kelas olahraga gabungan, ini biasa dilakukan ketika dua kelas mendapatkan materi yang sama. Kini semua murid tengah mengitari lapangan yang ukurannya cukup luas tersebut. “Rev..,” panggil Jiandra, mereka berlari beriringan. “Kenapa, Ji?” “Nanti sore kamu les nggak?” “Iya, ada tugas gambar. Aku takutnya nggak bagus jadinya,” “Ya udah, abis les aku ke rumah kamu,” “Bener nih?” “Hahaha, kamu gimana sih. Kan tadi katanya pengen dibantuin,” “Hehehe, ya udah. Aku tunggu nanti,” Revian tersenyum. 3 bulan menjalin hubungan dengan Jiandra, jujur hari-harinya jadi lebih berwarna. Banyak hal baru yang biasanya tak dapat ia lakukan dengan dengan para sahabatnya. “Kamu masih jauh sama kak Naren?” “Hm?” “Masih jauh, ya?” Revian hanya tersenyum kecil. “Maaf ya, gara-gara
Sejak mamanya memutuskan untuk kembali dengan sang Papa—praktis kehidupan Narthana kini membaik, ia merasa hidupnya lebih sempurna dari sebelumnya. Apalagi sejak dua minggu lalu ia sudah berjumpa dengan kakeknya—Dimitri, jujur saja awalnya ia takut meski kedua orangtuanya terutama sang Mama meyakinkan bahwa sang Kakek sudah antusias ingin bertemu cucunya.“Kakek?” saat itu Narthana dipertemukan dengan Kakeknya di sebuah coffee shop selepas ia pulang sekolah. Pria paruh baya itu menoleh, di netra Narthana jelas sosok tersebut tampak gagah dengan setelan kemeja biru tua, celana bahan dan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Kulitnya sudah mengeriput dan rambutnya pun memutih, namun tak mengurangi pesonanya. Narthana yakin, dulu di masa mudanya sang Kakek berwajah rupawan dan menjadi idaman banyak perempuan.“Duduk, Nak,” seulas senyum terulas di wajahnya.
“Bener nih nggak ngajak kita?” Elenio membantu Johnny untuk packing.“Kan kamu lagi sibuk skripsi terus adikmu juga udah kelas 12, bentar lagi masa ujian. Lagian Papa nggak lama, 3 hari disana terus pulang,” Johnny memasukkan lotion ke tas kecil.“Ah, bilang aja Papa mau berduaan aja sama Mama,” Revian masuk ke kamar Johnny, di tangannya terdapat rendang kaleng yang sudah dibungkus rapi dengan bubble wrap dan kantung plastik putih. Johnny memang sengaja membawa rendang kemasan untuk Jilaine, biasanya Jila selalu minta dikirim makanan Indonesia terutama rendang, abon dan sambal.“Haha, nah tahu. Udah ah, yang paling utama biar studi kalian nggak keganggu. Lagian ini cuma beneran sebentar, nanti kalau long holiday baru Papa ajak kalian. Jadi kita bisa kelilingin US,” jelas Johnny.“Bener ya, Pa. Janji lho,” Revian berniat menautkan kelingking