Beranda / Romansa / Get Me Pregnant / 2). Retno Ayu Sutedja

Share

2). Retno Ayu Sutedja

Penulis: Intan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-14 10:28:22

"Aku butuh benihmu, satu. Kumohon berikan padaku." Naya berbisik, tepat di samping telinga Deaz, bahkan memainkan jemari tangannya, mengusap lembut bibir lelaki yang tidak dikenalnya itu. 

Sementara Deaz, tengah berusaha keras untuk tidak terbuai, menjatuhkan tubuh Naya keatas ranjang kamar hotel yang baru saja dia pesan untuk satu malam.

Abinaya sedang mabuk. Meracau, tidak jelas. Gadis itu bahkan menawarkan tubuhnya dan bicara melantur. Deaz benar-benar tidak habis pikir dibuatnya.

Deaz mengerang, hendak bangun, tapi Naya malah menariknya hingga tubuh besar berotot itu ikut ambruk keatas kasur. Abinaya langsung menduduki perut Deaz, mengusap, membelai dengan senyum sensualnya yang menggoda.

"Kamu mabuk, Naya." Desis Deaz serak.

Deaz berusaha mendorong Naya menjauh, namun gagal. Bukan karena kekuatan Deaz yang lemah, tentu saja Deaz tidak terima jika dibandingkan dengan tenaga mabuk gadis itu. Namun, masalahnya gadis ini sudah gila. Deaz tahu Naya sedang mabuk, tapi ...

"Shit! Kamu gila!"

Naya tertawa cekikikan, lalu memukul pelan dada bidang lelaki yang sedang terbaring dibwahnya itu.

Deaz menggeram kesal dan segera menyingkirkan tubuh Naya menyingkir dari atas tubuhnya. Tidak peduli jika gadis itu terguling dan jatuh ke atas lantai kamar hotel itu. 

Dengan cepat, Deaz segera menarik kembali resleting celananya yang terbuka, menyembunyikan apa yang baru saja gadis itu remas.

Sialan!

Gadis ini benar-benar bar-bar.

Deaz pusing dibuatnya.

"Kenapa? Kamu tidak mau? Jika tidak, ya sudah. Aku bisa mencari lelaki lain yang mau memberikan benihnya padaku."

"A-apa?"

Melihat pergerakan gadis itu yang sudah melangkah bangkit menuju kearah pintu, Deaz segera melompat turun dari atas kasur dan kembali menjatuhkan tubuh Abinaya di ranjang kamar hotel.

Rahang Deaz mengeras melihat Naya yang malah cekikikan.

"Apa maksudmu dengan mencari laki-laki lain?" Tanya Deaz, geram.

Naya bersendawa pelan. Perutnya sedikit bergolak. Namun, wajah tampan lelaki yang tengah mengungkungnya itu membuat Naya lagi-lagi melupakan keinginannya untuk muntah.

"Kamu pikir, aku akan membiarkanmu disentuh laki-laki lain, huh?" Pegangan tangan Deaz semakin kuat, mencengkram pergelangan tangan Naya dengan tatapan tajamnya. 

Bayangan Naya bersama lelaki lain bahkan bercinta membuat kepala Deaz rasanya mendidih.

Satu tangan Naya kemudian terangkat, mengusap rahang tegang lelaki di atasnya itu.

"Aku masih virgin." Naya berbisik lirih, menawarkan dirinya sekali lagi.

Meski pusing, Naya masih cukup sadar, hingga mungkin jika malam ini benar-benar terjadi, keesokan paginya Naya akan malu setengah mati.

Menjajakan tubuhnya untuk lelaki asing? Luar biasa kau, Abinaya!

"Kamu virgin dan berniat memberikan keperawananmu secara cuma-cuma untuk lelaki lain?"

Deaz geram.

Cengkeraman pada kedua lengan Naya menguat, membuat gadis itu sempat meringis untuk beberapa saat.

"Jika itu maumu, baiklah. Aku akan memberikannya untukmu."

***

10 tahun yang lalu.

"Mama, hari ini Naya ulang tahun."

Retno Ayu Sutedja mengendarai mobilnya dengan tenang, fokus menatap jalanan di depan sana sambil menjawab telpon dari putri kecilnya yang hari ini memang sedang berulang tahun.

Malam itu, jalanan lumayan padat membuat Retno beberapa kali mengumpat pelan, namun masih bisa fokus mendengarkan suara kecil bocah di melalui ponsel selulerya yang ia letakkan di dalam dashboard mobil, dengan mode loudspeaker. 

"Mama, bisa pulang kan?"

"Aku sibuk," balas Retno Ayu cuek. Sejujurnya, dia malas mengangkat panggilan dari anak haram itu jika bukan karena paksaan dari Ayahnya-- Tomi Sutedja. Retno Ayu mengamati arloji di pergelangan tangan kirinya sekilas. 

"Mama, please. Tolong pulang. Naya pingin ngerayain ulang tahun kali ini bareng Mama."

"Naya, jangan manja. Lagipula, aku sudah meninggalkan hadiah untuk kamu."

"Tapi ...."

"Di sana juga sudah ada kakekmu. Nikmati pesta ulang tahun kamu dengan kakek saja. Jangan menggangguku."

Setelahnya, terdengar suara isakan tangis kecil Abinaya di seberang sana. Namun, Retno Ayu hanya mendengus. Tidak terenyuh sama sekali.

Dia benci pada anak kecil manja itu.

"Aku tutup telponnya."

"Mama, setidaknya tolong ucapkan selamat ulang tahun untuk Naya," sela gadis kecil itu, sebelum Retno Ayu benar-benar memutus sambungan telponnya.

Retno Ayu memutar kedua bola matanya malas, "Sudak kubilang ...."

"Apakah kamu tidak bisa meluangkan waktu meski hanya sebentar saja. Setidaknya, ucapkan selamat ulang tahun untuk putrimu." Kali ini, suara Tomi Sutedja yang terdengar.

Bisa Retno Ayu bayangkan, pasti saat ini gadis kecil bernama Abinaya itu sedang mengadu dan menangis tersedu-sedu di pelukan Tomi Sutedja.

Naya memang cucu kesayangannya pria tua itu.

"Dia bukan putriku."

"Retno Ayu!"

"Ayah, aku sedang menyetir. Nanti saja bicaranya."

"Pulang, sekarang! Ini perintah."

"Sialan!"

Ciiittttt.....

Brak!

"Retno Ayu! Apa yang terjadi?!"

"Retno! Kau tidak apa-apa?! Retno! Jawab Ayah?!"

Suara itu, samar-samar masih bisa Retno Ayu dengar dari ponselnya yang terlempar tak jauh dari tempatnya saat ini. Retno Ayu mengulurkan tangannya, berusaha meraih ponsel itu dengan napas tercekat. Tubuhnya terhimpit badan mobil yang terbalik sementara darah merembes keluar dari kepalanya.

Kejadian itu terjadi begitu cepat, secepat Retno Ayu menghembuskan napas terakhirnya saat mobilnya meledak dan menghanguskan dirinya, malam itu.

"Retno Ayu!"

Tomi Sutedja bangun terduduk dengan napas terengah-engah. Keringat mengalir keluar dari keningnya. Pria separuh baya itu menoleh ke arah jendela kamarnya yang gordennya masih terbuka.

Di luar hujan sangat deras bahkan kilat petir pun menyambar. 

Tomi meraup kasar wajahnya ketika mimpi kecelakaan yang menewaskan putri tunggalnya kembali hadir. Air mata keluar dari netra pria tua itu. Sungguh. Kematian tragis putri tunggalnya itu benar-benar membuat Tomi terpukul.

***

Erangan panjang terdengar dari dua anak manusia yang sedang bergumul di atas ranjang kamar hotel itu. Deaz menjatuhkan tubuhnya sekaligus menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Naya, mengerang puas sambil memejamkan kedua matanya. 

Keringat mereka menyatu. 

Keduanya baru saja melewati percintaan panas yang panjang. Merasakan surga dunia.

"Apakah aku sudah hamil?" Pertanyaan, berupa bisikan polos itu, terdengar di keheningan malam di saat napas keduanya masih saling bersahut-sahutan.

Deaz tentu saja langsung tertawa mendengarnya. Namun seringai di bibir lelaki berusia 30 tahun itu muncul tak lama setelahnya. 

"Kenapa kamu tertawa?" tanya, Abinaya heran. 

Deaz langsung mencubit sebelah pipi gembul Abinaya Sutedja. "Mana mungkin bisa langsung hamil hanya dengan satu kali percobaan, Abinaya."

"Maksud kamu?"

Deaz mendekatkan bibirnya tepat di telinga Naya dan menggigit pelan daun telinga gadis- ralat wanitanya itu.

"Kita perlu melakukannya berkali-kali." Deaz berbisik dengan suara seraknya yang basah. 

"Seberapa banyak itu?"

"Semalaman penuh."

Naya menelan ludah dengan susah payah membayangkannya. "Tapi, ituku masih sakit."

Deaz menaikkan sebelah alisnya, dengan seringai licik.

"Mau hamil atau tidak? Jika tidak, aku tidak akan memaksa ...."

"Tentu saja mau. Ayo cepat! Hamili aku!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Get Me Pregnant   56

    Mengenakan kemeja putih dan celana hitam panjang, Deaz tampak mengetuk-etukan jemari tangan kanannya di atas lutut kaki kanan, duduk cemas tepat di tengah-tengah pengadilan agama, menunggu Abinaya yang belum datang di persidangan kali ini. Pikiran Deaz sangat kacau kini. Keringat bahkan muncul di kedua telapak tangannya yang dingin. Kedua orangtuanya sudah mengambil tempat duduk sedari tadi, namun keberadaan Tomi Sutedja juga belum terlihat disana. Deaz menarik napas, menghembuskannya dengan berat. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh dirinya kalau akan mengalami saat-saat yang seperti ini. Duduk di hadapan para hakim dan para saksi untuk proses perceraiannya dengan sang istri. Deaz takut. Dia tidak ingin pernikahannya berakhir dengan perpisahan. Tapi, mereka sudah sejauh ini. Deaz sudah sangat terlambat untuk memperjuangkan pernikahan mereka yang bahkan belum satu tahun terjalin. "Maaf, saya sedikit terlambat." Deaz menoleh ke arah

  • Get Me Pregnant   55

    Deaz mengendari mobilnya teramat pelan. Tidak ada hasrat untuk pulang, namun Deaz juga tidak mungkin terus terpuruk dengan keadaan. Lelaki itu masih sibuk bekerja lalu pulang seperti biasanya, meski bayang-bayang Naya terus menghantuinya bagai kaset rusak. Deaz tetap harus hidup. Deaz masih ingin hidup untuk kembali bersama Naya dan calon anak mereka. Kerumunan tepat di depan sana, menghentikan laju Deaz secara tiba-tiba. Deaz mengerutkan keningnya, mengamati keadaan di depan sana yang terlihat begitu tegang. Bahkan ada pula mobil polisi yang terparkir di sana. Merasa penasaran, Deaz pun memutuskan untuk turun dan berjalan mendekat. Deaz terkejut saat menyadari rumah itu adalah rumah yang sama, saat Deaz menolong Tsania dan bayinya yang dikurung Endru di dalam kamar rumah itu, satu minggu yang lalu. "Maaf, kalau boleh tahu, apa yang sedang terjadi di sini?" Seorang ibu-ibu berhijab yang Deaz tanyai pun menjawab. "Ada korban kasus pem

  • Get Me Pregnant   54

    Deaz meletakkan kepalanya di kemudi mobil, memejamkan mata namun tidak tidur. Sudah satu minggu hidup lelaki itu kacau, sangat. Naya pergi dan Tsania terus menyalahkan dirinya atas kematian putrinya. Begitu mendengar suara gerbang yang di geser terbuka, Deaz mengangkat kepalanya, memperlihatkan wajah kusut kurang tidur lelaki itu. Inilah yang Deaz tunggu-tunggu, Mobil Tomi Sutedja keluar dari gerbang besar itu. Buru-buru Deaz pun menyalakan mesin mobil miliknya dan melaju perlahan mengikuti mobil tersebut. Kegiatan seperti inilah yang Deaz lakukan selama satu minggu ini. Mengikuti mobil Tomi Sutedja diam-diam dan berakhir kecewa saat mobil itu lagi-lagi berhenti di perusahaan Sutedja Company. Deaz memukul stir, mengacak rambutnya frustasi. Dia benar-benar persis orang gila sekarang. Deaz bahkan lupa mandi, dan makan jika memang perutnya sudah terasa perih. Deaz sudah tidak lagi menangis, air mata buayanya mungkin sudah habis. Toh, d

  • Get Me Pregnant   53

    1 MINGGU KEMUDIAN. Paris, Perancis. Naya terbangun dari tidurnya saat mendengar suara bel rumah yang terdengar. Perempuan itu kemudian keluar dari kamarnya, melangkah ke arah pintu dan membukanya. "Hai, apa aku mengganggu?" "Lumayan, aku baru saja bangun." "Oh. Maaf kalau begitu," kata Shawn, sambil menggaruk belakang lehernya. Naya tertawa renyah melihat tingkah lelaki itu. "Bercanda." Shawn mengangguk, kemudian mengulurkan sesuatu yang dia bawa untuk Naya. "Untukmu." "Wah. Aku merepotkan lagi." "Tidak masalah. Aku senang di repotkan." "Mau masuk?" Tawar Naya. "Ah itu, sebenarnya aku ingin mengajakmu keluar. Bagaimana?" Naya terdiam, tampak menimang.

  • Get Me Pregnant   52

    Air mata Naya terus mengalir turun. Gadis itu berulangkali mengusapnya namun tidak mau berhenti juga. Sopir taksi sampai heran melihat wanita hamil yang duduk di belakang itu. Naya menatap keluar jendela, membiarkan angin menyapa wajahnya yang memerah karena terus menangis. Cukup lama perjalanan dari bengkel ke rumah Tomi Sutedja, akhirnya taksi pun berhenti tepat di depan gerbang besar rumah mewah itu. Naya segera turun tanpa membayar uang taksi terlebih dahulu, seorang satpam yang membukakan gerbang yang akan membayar tagihan untuk cucu kesayangan Tomi Sutedja. Naya kemudian melangkah masuk kedalam rumah karena pintunya memang tidak di tutup. Naya melangkah cepat ke arah ruang tamu, samar-samar terdengar suara percakapan dari sana sambil menahan perut besarnya dengan tangan kanan. Dan begitu melihat Tomi Sutedja yang duduk di sofa panjang ruang tamu, Naya langsung be

  • Get Me Pregnant   51

    "Hai." Naya mengangguk singkat membalas sapaan itu. Gadis itu segera duduk di kursi restoran yang berseberangan dengan tempat duduk Endru. "Maaf, karena telah mengganggu waktumu dengan memintamu datang kemari." "Ada apa?" Tanya Naya to the point. Endru kemudian meletakkan sebuah amplop di atas meja, membuat Naya mengernyitkan kening melihat itu. Endru kemudian menjelaskan.. "Itu riwayat kesehatan milik saya. Saya penderita ...." "Borderline personality disorder. Ya, aku sudah tahu." Endru menaikkan satu alisnya tinggi-tinggi. "Dari Tsania?" Naya mengangguk. "Ya. Endru menghela napas berat, kepalanya tertunduk. Naya menatap dalam diam lelaki di hadapannya itu. "Saya tidak akan menceraikan Tsania." "Saya sangat m

  • Get Me Pregnant   50

    "Kenapa lama?" Naya kembali duduk di kursinya usai dari kamar mandi. Gadis itu tersenyum tipis ke arah Deaz. "Maaf. Tadi BAB." "Tapi kamu gak papa kan?" Deaz bertanya dengan mimik wajah khawatir. "Enggak kok." "Serius, Nay?" "Iya, aku serius." Deaz mengangguk, meski masih menatap ke arah Naya dengan seksama. Dihadapannya, Naya mulai kembali menikmati makanannya yang tadi sempat tertunda, namun entah kenapa Deaz merasa Naya menyembunyikan sesuatu darinya. Sementara Naya diam-diam kembali memikirkan pertemuannya dengan lelaki asing di depan toilet tadi. "Apakah, kita saling mengenal?" "Saya suami Tsania." Naya terbelalak mendengar informasi tersebut. Langkah kedua kakinya terayun mundur. Senyum ramah yang Endru pasang sedari tadi pun p

  • Get Me Pregnant   49

    Perlahan, kedua kaki Naya bergerak mundur, tidak jadi masuk kedalam. Dadanya sesak. Naya tidak sanggup membayangkan apa yang sedang terjadi di dalam sana. Kedua matanya terasa sangat panas, meski di lubuk hati kecilnya, Naya masih menaruh kepercayaan pada Deaz. Deaz tidak mungkin selingkuh. Deaz tidak mungkin berkhianat. Deaz tidak mungkin... "Akh!" Naya memekik, hampir saja tubuhnya akan terjatuh ketika gadis itu ingin berlari pergi dari sana, jika saja kedua tangan kokoh seseorang tidak dengan sigap menahannya. "Sayang?" Naya mengangkat pandangannya dan terkejut. "De-deaz?" "Kamu, ngapain disini?" "Itu ... kamu, kenapa kamu ...." "Bang! Tsania mau lahiran ini!" Teriakan itu, langsung mengalihkan perhatian Deaz dan Naya secara bersamaan. &nbs

  • Get Me Pregnant   48

    "Setelah melarikan diri, ternyata di sini kamu malah selingkuh." "Bajingan!" Teriak Deaz kesal ketika melihat Tsania ditampar. Namun satu tonjokan langsung melayang di rahang Deaz ketika lelaki itu hendak bergerak maju. Dua lawan satu, jelas saja Deaz tidak bisa menyeimbangi kedua lelaki berbadan besar itu. Tubuh Deaz berulangkali di hajar hingga punggungnya membentur tembok. Sementara Tsania hanya bisa menangis dan menjerit, memohon pada suaminya untuk melepaskan Deaz. "Endru! Kumohon jangan! Lepaskan Deaz! Kumohon suruh kedua anak buahmu untuk berhenti." Brak! "Endru!" Kepala Deaz pening. Kepalanya baru saja menghantam meja namun lelaki itu masih bisa berdiri dan langsung membalas pukulan dua orang lelaki yang baru saja merusak ketampannya itu. Deaz marah bukan main. "Deaz! Kumohon Berhenti! Pergilah dari

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status